Anak yang Jatuh dari Lantai Dua


Dunia pendidikan Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja, akhir-akhir ini terlalu banyak berita yang bikin miris, sedih sampai geregetan tiap ngedengernya. Mulai dari pembully-an, tawuran, guru dibacok, sampai yang terbaru--ada anak yang (katanya) loncat dari lantai empat di sekolahnya.

Anak perempuan yang loncat dari lantai empat ini tadinya sempat kritis dan langsung dibawa ke rumah sakit, tapi sayang nyawanya nggak tertolong. Penyebab kejadian ini masih simpang siur dan belum jelas mana yang benar. Ada yang bilang sebelumnya anak ini di-bully temennya, ada yang bilang anak ini habis dinasehatin gurunya terus lari ke kamar mandi dan keluar teriak-teriak lalu ambil bangku di kelas untuk melompat.

Kabar terbarunya polisi udah dapat CCTV sekolah yang nantinya bisa memberikan kejelasan terkait kejadian ini.

Selain keluarga yang udah pasti terpukul dengan kehilangan putrinya ini. Saya yakin pihak sekolah juga pasti lagi nggak karuan perasaannya. Yang pertama, mereka berduka karena siswinya ada yang meninggal di sekolah. Kedua, guru-gurunya juga pasti bakalan bolak-balik berurusan dengan pihak kepolisian buat dimintain keterangan.

Tekanan dari masyarakat pasti bikin mental capek banget. Semuanya bakalan dituntut, mulai dari standar keamanan setiap lantai bertingkat di sekolah, sampai ‘kok bisa wali kelasnya kecolongan ada masalah seperti ini’. Kepala sekolah juga pastinya bakalan diminta pertanggung jawaban dari kejadian ini.

Yang jelas, kejadian ini memang seharusnya jadi pengingat buat sekolah-sekolah ‘gede’ lainnya yang memiliki gedung bertingkat buat lebih menerapkan standar keamanan yang tinggi. Meskipun kelihatannya dindingnya dirasa udah cukup tinggi dan aman, tapi memang kejadian-kejadian tak terduga seperti ini bisa saja kejadian.

Jadi memang sebaiknya, buat sekolah-sekolah yang punya gedung bertingkat, memang udah paling bener tiap dindingnya ditambahin teralis besi aja. Ini harusnya udah jadi standar minimal di tiap sekolah.

Ngomongin siswa yang lompat dari lantai bertingkat, di salah satu sekolah yang pernah saya ajar. Pernah juga ada kejadian seperti ini.

Salah satu siswa kelas enam, sebut saja Anjar, anaknya memang aktif banget di sekolah. Anak ini memang seneng dapat kata-kata mutiara dari gurunya, anaknya juga seneng bikin teman-temennya ngadu ke gurunya kalau Anjar suka usil.

Suatu hari, waktu istirahat pertama. Entah dapat inspirasi dari mana, Anjar yang kebagian kelas di lantai dua. Dengan sombongnya naik ke pembatas dinding dan jalan-jalan di atap luar tembok yang panjangnya hanya setengah meter.

Sambil cengengesan, Anjar mondar-mandir disitu dan nggak tahu gimana ceritanya, tiba-tiba kedengeran suara ‘gedebug’ kenceng banget. Selang beberapa detik kemudian, terdengar suara heboh dari anak-anak lainnya bercampur dengan suara tangisan anak.

Setelah dapat laporan, saya dan guru lainnya bergegas datang ke TKP. Disitu terlihat Anjar lagi duduk megangin tangan kanannya. Semua heboh ada anak yang jatuh dari lantai dua. Bermacam pikiran was-was mulai berdatangan khawatir dengan kondisi Anjar.

Jatuh dari lantai, pikiran kami sama. Anak ini pasti ada yang patah tulangnya. Suaranya aja kenceng banget. Setelah ngecek keadaan Anjar yang masih nangis, alhamdulillahnya adalah nggak ada darah yang kelihatan dari tubuh Anjar, nggak ada luka di kepala, di tangan sampai kaki, semuanya aman.

Jujur, setelah saya denger suara gedebug kenceng banget dan datang ke sumber suara. Saya cukup lega karena setidaknya masih ada suara tangisan dari Anjar. Anjar masih sadar dan nggak pingsan.

Siang itu, bergegas wali kelasnya langsung membawa Anjar ke rumah sakit terdekat. Beruntungnya, rumah sakit terdekat itu memang lokasinya dekat banget. Nggak ada lima menit udah sampai.

Sambil menunggu hasil pemeriksaan Anjar, masalah selanjutnya yang harus segera dihadapi adalah bagaimana caranya menyampaikan hal ini ke orangtua Anjar. Saya yakin, saat itu wali kelasnya juga pasti deg-degan banget karena ada kemungkinan bakal kena marah. Dibilang nggak ngawasin siswanya juga dibilang teledor dan apesnya sampai bisa kena tuntut.

Setelah melalui berbagai diskusi dengan guru lain, akhirnya muncul kesepakatan kalau orangtua Anjar bakal dipanggil dulu ke sekolah, setelah nanti di sekolah orangtua Anjar baru diberitahu tentang kejadian anaknya yang jatuh dari lantai dua.

Ajaibnya... setelah hal ini disampaikan, orangtua Anjar ternyata bisa memahami peristiwa ini sebagai sebuah kecelakaan yang tidak disengaja dan bukan keteledoran dari guru. Ibu Anjar benar-benar memahami kalau anaknya ini memang lebih aktif dari anak pada umumnya.

Keajaiban selanjutnya adalah setelah hasil pemeriksaan keluar, tidak ditemukan luka serius pada tubuh Anjar. Tidak ada patah tulang, tidak ada tulang retak dan tidak ada tulang yang kegeser. Semua baik-baik saja.

Saya sendiri sampai nggak langsung percaya ketika mendengar informasi ini. Bagaimanapun juga, anak ini habis jatuh dari lantai dua ke tanah tanpa ada persiapan buat pendaratan. Patah tulang pun enggak, guru-guru lainnya pun sampai berdecak kagum dengan pemulihan yang luar biasa cepat dari Anjar.

Beberapa hari kemudian, Anjar sudah terlihat berangkat sekolah lagi dengan normal tanpa terlihat sebagai anak yang pernah jatuh dari lantai dua sekolah.

Saya dan guru lainnya bernafas lega tanpa tahu beberapa minggu ke depan. Anjar (lagi-lagi) akan mengalami insiden yang bikin guru deg-degan lagi. Tangan kanannya kebakar gara-gara ketetesan spirtus.

Untuk kejadian ini, lain waktu saya ceritakan lagi.

Posting Komentar

2 Komentar

  1. kalau punya murid aktif kayak Anjar, guru guru jadi extra waspada ya mas Edotz
    aku bacanya jadi deg-degan, tingkah laku anak-anak nggak bisa diprediksi soalnya
    beberapa hari lalu di sosmed, viral seorang anak kecil belum sekolah usianya, naik ke atap rumahnya, yang ada dipikirannya adalah melihat ayam di atap genteng, persis dengan tontonan kartun yang diliatnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak Ainun, bener2 harus ekstra banget... tingkahnya pada susah ditebak soalnya, apalagi kalo satu sekolah siswanya banyak banget, duh... was-was terus

      Hapus