Salah satu hal yang saya
nanti-nantikan di tahun 2018 adalah informasi penerimaan CPNS karena udah lima
tahun lamanya sejak tahun 2013, negara berhenti membuka lowongan CPNS. Sebuah
kerugian bagi saya yang harus merelakan lima tahun berlalu begitu saja. Padahal
seharusnya saya bisa dapat kesempatan cobain tes CPNS sebanyak lima kali atau
setahun sekali.
Sementara hal yang saya
khawatirkan adalah dengan kerugian lima tahun ini, kesempatan saya daftar CPNS
jadi semakin sedikit karena batas maksimal pendaftaran CPNS hanya sampai usia
35 tahun.
Bersama guru SDIT lain yang ingin
mencoba peruntungan, kami sepakat untuk melangkah bersama. Berbagi informasi,
berbagi soal try out, berbagi aplikasi buat latihan CPNS dan berbagi-berbagi
lainnya.
Tahun 2018 ini adalah pertama
kalinya peraturan CPNS berubah. Kalau biasanya, setiap kota dihitung global
untuk jumlah formasi yang dibuka. Untuk formasi keguruan, tahun 2018 formasinya
dibuka per sekolah. Jadi, kalau mau daftar CPNS di sebuah kota, kita bisa milih
mau daftar di sekolah yang mana. Waktu itu kita juga bisa memantau formasi yang
dibuka tiap sekolah sudah didaftarin berapa orang di web resmi SSCASN.
Melihat peluang yang lebih besar
dengan format seperti ini karena nanti saingannya hanya dari orang yang daftar
di SD yang sama. Ditambah setelah lima tahun berlalu dengan kekosongan. Saya
bertekad akan bertarung habis-habisan di CPNS kali ini.
Langkah pertama yang saya lakukan
adalah memilih sekolah yang mau saya daftarkan. Kota saya, Pemalang, membuka cukup
banyak formasi untuk guru SD. Sayangnya, kebanyakan formasi sekolahnya di
daerah pegunungan. Lumayan jauh dari kota.
Setiap hari yang saya lakukan
hanyalah mengamati jumlah pendaftar di tiap sekolah. Mencoba mencari sekolah
yang paling sedikit peminatnya, syukur-syukur ada sekolah yang luput dari
pantauan para pemburu NIP dan masih nol pendaftarnya.
Semakin hari, saya justru semakin
galau mau daftar di kota sendiri. Khawatir kalau di kota sendiri masih banyak praktek
lewat jalur belakang. Soalnya ini tumben-tumbenan kota sendiri buka formasi
yang cukup banyak buat guru SD.
Kebetulan pas lagi dudukan di
kantor, Pak Zaka yang juga mau ikutan daftar CPNS nawarin buat daftar di kota Pekalongan
aja. Kelihatannya lebih transparan dan peminatnya belum banyak. Saya yang masih
galau akhirnya terhasut dan mulai lihat-lihat formasi sekolah SD di kota
Pekalongan.
Sampai hari pendaftaran hanya
tersisa dua hari, saya masih galau mengamati sekolah mana yang mau saya daftarin.
Hampir semua sekolah rata-rata udah terisi sepuluh pendaftar, ada sih yang
hanya terisi tiga atau enam pendaftar. Tapi lokasi sekolahnya jauh dari
peradaban.
Sementara itu ada satu sekolah
yang masih nol pendaftarnya. Sekolah ini udah saya amati sejak semingguan tapi
belum ada tanda-tanda peserta yang masuk. Bahkan sampai hari terakhir pendaftar,
sekolah ini masih nol.
Saya sempat mencari info tentang
sekolah ini. Lokasinya masih di perkotaan, hanya saja sepertinya dekat dengan pantai
dan sering kena rob atau banjir. Ah.. bagi saya nggak masalah selama lokasinya
masih di daerah kota. Masih bisa saya jangkau dari Pemalang ke Pekalongan. Atau
justru nanti ngontrak sekalian. Ya... kalau lulus CPNS.
Saya pun mantap daftar di sekolah
ini. Namun beberapa jam setelah pendaftaran, saya refresh terus di webnya. Formasi
pendaftarnya ternyata masih nol. Padahal tadi siang saya udah submit
pendaftaran. Firasat saya mulai ngerasa nggak enak. Kalau tampilan web di hari
terakhir gini masih nol terus, bisa-bisa orang lain mengira sekolah ini masih
belum ada pendaftarnya dan akhirnya pada rame-rame daftar ke sekolah ini. Pemikirannya
sama seperti saya.
Belum apa-apa saya udah frustasi.
Niatnya mau cari sekolah yang sedikit peminatnya, akhirnya malah kena prank web
nggak update jumlah pendaftarnya.
Beberapa hari kemudian, setelah
pendaftaran resmi ditutup. Saya bisa melihat jumlah pendaftarnya yang berjumlah
sepuluh. Ya... sepuluh orang. Ya Allah pengen nangis....
Melihat kemampuan saya sendiri
yang alakadarnya, membayangkan harus bersaing dengan sembilan peserta yang
mungkin ada dari lulusan universitas ternama, IPK cumlaude dan lain-lain. Saya jadi
ngerasa minder parah.
Akhirnya saya mencoba sok akrab
sama Allah. Ikhtiar dan terus latihan soal CPNS bareng guru SDIT lainnya.
👦
Tempat tes CPNS saya ada di GOR
Satria Purwokerto. Saya berangkat bareng istri, dianter Omnya istri yang jadi
supir. Juga sama Surya, teman sekontrakan waktu masih kuliah dan juga masih saudara
sama saya. Kebetulan memang jadwal tesnya bareng, akhirnya kita berangkat
bareng semobil.
Selama perjalanan Surya baru
buka-buka materi CPNS. Surya ngaku kalau ini adalah pertama kalinya dia
belajar. Selama ini dia nggak sempat buat belajar soal-soal CPNS. Selain itu,
Surya memang nggak terlalu berambisi daftar CPNS karena dia udah nyaman sama
kerjaannya di salah satu bank.
Begitu sampai di lokasi tes,
disana sudah ada Pak Zaka yang juga tes di hari yang sama, dan ternyata waktu
tes saya, Surya dan Pak Zaka juga berbarengan di sesi terakhir. Kami pun masuk
ruangan dan duduk sebelahan bertiga di baris paling belakang.
Di hadapan saya sudah ada seratus
soal yang harus dikerjakan dalam waktu 90 menit. Ada tiga jenis soal, pertama
Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), soalnya seputar pasal, UUD, pemerintahan dan
sejenisnya. Lalu Tes Intelegensia Umum (TIU), soalnya seputar matematika, psikologi,
pokoknya hal-hal yang berbau sama IPA juga. Lalu Tes Karakteristik Pribadi
(TKP), semacam soal kepribadian. Nggak ada jawaban yang salah, ada lima pilihan
di tiap soal dan tertinggi nilainya lima paling sedikit nilainya satu.
Untuk lulus dalam tes SKD ini
juga ada passing gradenya. TKP 75, TIU 80, TKP 143.
Berhubung saya kebagian tes
hari-hari terakhir. Saya udah memahami kalau momok bagi kebanyakan orang yang
gagal passing grade adalah tes TKP. Selain karena yang sangat
tinggi, soalnya juga katanya panjang-panjang nan membingungkan. Bahkan setiap
sesi tes yang menampung sekitar seratusan peserta lebih, peserta yang mencapai
passing grade kebanyakan nggak sampai sepuluh orang. Makanya banyak yang
bilang, kalau bisa lolos passing grade di SKD ini 90% bisa lolos CPNS.
Selama tes, saya nggak panik sama
masalah waktu. Cuma paniknya di bagian TIU. Matematikanya banyak dan saya nggak
paham penyelesaiannya, ya.. sejak dulu saya memang lemah banget sama matematika.
Sedangkan TKP kebetulan saya dapat
soal yang nggak panjang-panjang. Jawabannya juga masih bisa dilogika. Nggak
sesulit yang diomongin sama orang-orang.
Saya bisa menyelesaikan seratus
soal dengan sisa waktu sekitar sepuluh menitan. Tapi saya nggak berani buat
klik ‘akhiri’. Saya coba baca ulang dari nomor satu sampai semampunya. Hingga akhirnya
waktu tersisa sepuluh detik, saya memejamkan mata. Berharapa bisa lulus passing
grade.
Ketika layar soal menutup dan
menampilkan nilainya, saya mengintip dari celah-celah jari tangan yang nutupin
mata penasaran sama hasilnya. TKP dapat 100, TIU dapat 75, TKP dapat 146
totalnya 321.
Saya langsung lemes. Gagal di TIU
hanya kurang satu soal lagi biar passing grade. Padahal di TKP saya sudah bisa
passing grade. Ah... seandainya kemampuan matematika saya tidak terlalu
menyedihkan.
Sementara di sebelah saya, Pak
Zaka juga gagal. Sedangkan Surya, lulus.
Iya, lulus dengan nilai sangat
pas-pasan. Semuanya pas passing grade kecuali TKP yang dapat nilai 146.
Saya jadi semakin lemas, ngeliat
saudara sendiri yang nggak ada perjuangan buat lulus CPNS. Cuma iseng-iseng berangkat
ikut tes, baru buka materi-materi CPNS di HP di perjalanan. Justru lulus.
Saya keluar dengan lesu. Rasanya
nggak tega nanti ngomong istri yang udah nungguin, yang sebenernya udah tahu
hasilnya lewat layar monitor di depan gedung. Lebih berat lagi, waktu saya
harus ngabarin keluarga di rumah kalau saya gagal.
Perjalanan pulang terasa lebih
menyedihkan lagi, mesti semobil dengan yang lulus CPNS, yang sebenernya
niat-niat enggak. Saya tetap berusaha tegar sih, Surya juga keliatan banget
jadi nggak enak sama saya.
Beberapa hari setelah kegagalan
ini, saya bener-bener down banget. Nggak habis pikir sama skenario dari Allah
yang menepikan do’a saya. Lalu, justru memperlihatkan rejeki orang lain yang
nggak pakai perjuangan.
Sempat ngerasa hidup ini nggak adil
karena tentu saja saudara lain langsung membanding-bandingkan beda nasib saya sama Surya.
Akhirnya saya nego sama Allah.
“Ya Allah nggak papa deh saya
nggak lolos CPNS. Tapi tolong kabulkan do’a hamba biar istri hamba diberi
kehamilan.”
Ajaibnya, beberapa bulan setelah
hingar bingar CPNS 2018. Istri saya teriak-teriak di suatu pagi, meski awalnya saya kira
istri kesurupan. Ternyata dia nunjukin test pack dengan tanda dua garis.
Subhanallah banget. Setelah nunggu
selama tiga tahun, dan sempat keguguran di tahun kedua. Akhirnya istri diberi
kesempatan buat hamil.
Allah menjawab do’a saya dengan indah. Suatu hari nanti, saya juga akan sangat-sangat bersyukur dengan kegagalan CPNS saya di kota Pekalongan tahun 2018 kemarin.