Tampilkan postingan dengan label DeritaMahasiswa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DeritaMahasiswa. Tampilkan semua postingan

Kamis, Desember 07, 2017

Skenario Usro

Desember 07, 2017

Semasa kuliah, gue punya temen yang beraneka macam jenisnya. Ada yang suka ngerebus mie instant langsung sama plastiknya,  ada yang suka ngitemin teteknya pake spidol item karena nggak pede lingkaran teteknya cuma seupil,  sampai ada juga yang jago berkonspirasi padahal minum yakult aja seminggu sekali,  nggak mampu tiap hari. 

Gue nggak akan pernah lupa kejadian siang itu. Gue kuliah di lantai lima, dengan dosen pengampu yang biasa disebut Prof. AY., Beliau ini termasuk dosen yang sangat disegani, entah dari kalangan mahasiswa atau dosen, bahkan mungkin preman Pasar Johar pun kalau berpapasan sama Prof AY., premannya langsung insyaf,  memutuskan diri jadi biksu. 

Di fakultas gue, beliau adalah satu-satunya dosen yang sangat tepat waktu, sangat-sangat disiplin dan tidak pernah terlambat. Tapi, gue nggak akan cerita panjang lebar tentang dosen ini sih. Beliau cuma sekedar figuran aja di tulisan gue kali ini. 

Siang itu, gue duduk di baris paling belakang bersama sekumpulan mahasiswa yang hanya mengharapkan remah-remah absensi terpenuhi. Di sebelah kanan gue, ada Usro yang wajahnya membosankan untuk ditatap lama-lama. Persis seperti acara Metro Xin Wen yang nggak ada subtitle-nya. 

Ya.. bisa dibilang Usro termasuk cowok yang susah ditebak usianya. Kalau hanya dinilai dari postur tubuhnya, orang lain pasti mengira Usro masih kelas dua SD.  Sedangkan kalau dilihat dari bentuk wajahnya, orang lain pasti mengira Usro ini salah satu veteran RI. Pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang harus dihormati. Gara-gara ini, orang-orang jadi pada bingung dengan perpaduan tidak harmonis antara tinggi badan yang hemat dan bentuk wajah yang boros.

Disaat kami tidak peduli dengan suara teman presentasi, yang sebelumnya sudah menyebarkan lembaran soal-soal untuk nanti ditanyakan saat sesi tanya jawab. Tiba-tiba, gue ngeliat Usro memegangi selangkangannya. Gue mengira Usro horny disaat yang tidak tepat dan sungguh tidak tahu diri karena ini terjadi di dalam kelas di suatu siang yang terik.

Namun setelah terpaksa gue melihat (lagi) wajahnya. Gue melihat Usro seperti sedang mengerang. Entah itu sebenarnya mengerang atau horny, gue kurang bisa menafsirkannya.

Sementara gue masih sibuk memahami ekspresi wajah Usro yang kurang sedap dipandang. Temen di sebelah gue, Ganggo, udah bereaksi dahulu dengan memberikan pertanyaan formal, “Lo,  ngapain sih, Sro? Lagi horny ya?”, Ganggo nampak perhatian.

Disaat kami masih mengira Usro berpikir mesum. Usro malah menaik-turunkan tangannya di selangkangan. “Gila! Nggak tahu tempat banget ini anak kalo horny!” Gue kaget ngeliatnya.

Gue nggak bisa diam aja ngeliat kekonyolan yang terjadi di depan mata. Gue mesti meruntuhkan fantasi liar Usro, entah bagaimana caranya. Sementara gue masih berpikir,  Usro mulai terdengar mengerang lirih. Lirih banget, kaya tamiya yang mulai kehabisan baterai. 

Gue perhatikan dengan seksama, Usro benar-benar merintih. Wah.. Ini anak jangan-jangan tititnya kejepit retsleting! 

“Sro, Lu kenapa, Sro?” Gue berbisik lirih ke telinga Usro. Usro malah merem melek sambil mendesah. Kampret. ini anak dibisikin malah kegelian!

Beberapa saat kemudian, gue melihat Usro udah tiduran di lantai, mengerang sambil masih terus menerus megangin selangkangannya yang dianggap berharga di lantai belakang kelas. Gue dan temen-temen di barisan belakang mulai panik. Namun tetap mencoba untuk membuat suasana kelas tetap kondusif.

“Sro.. Sro.. lu kenapa Sro!” Ganggo mulai bersikap reaktif melihat temannya gegoleran di lantai belakang. Sementara, Imam, membisiki telinga Usro dengan ucapan, Asyhadu an laa illaaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasuulullah”.

“Woy! Ini Usro belum mau mati, bego!” Ganggo ngeplak kepala Imam pake tangan gue.

Melihat keadaan Usro yang semakin mengenaskan, akhirnya gue dan beberapa teman laki-laki berinisiatif menggotong Usro untuk keluar kelas sebelum keadaannya berubah menjadi tragis. 

Gue dan empat laki-laki bahu membahu membawa Usro keluar kelas untuk segera menuju lift. Komting kelas mengurus perijinan pada dosen yang sedang duduk ngantuk di pojok depan.

Satu hal yang gue sadari, meskipun tinggi badannya minimalis, Usro ternyata berat juga! Padahal gue kira beratnya nggak beda jauh sama beras zakat fitrah.

Di depan lift, Usro kami turunkan dan kami papah. Usro masih mengerang-ngerang. Sebagai rekan sejerawat satu kontrakan, gue lumayan khawatir sama keadaannya Usro. Sebelum kejadian siang ini terjadi. Usro emang punya riwayat kesehatan sama selangkangannya. Beberapa hari Usro sempat nggak berangkat ke kampus karena testikel atau bahasa kerennya buah pelir, mengembang kayak bakpao mini. Gue curiga, jangan-jangan ini kumat lagi karena Usro pake celana jeans buat ngampus.


Sampai di lantai bawah, gue melepas kepergian Usro yang dianterin pulang bonceng tiga sama Imam dan Krisnadi dengan hati masygul. Sepulang kuliah nanti, gue bertekad untuk merawat Usro yang udah disakiti sama buah pelirnya. Meskipun gue nggak akan membelai secara langsung buah pelirnya, ya.. gue masih pengen meraih masa depan yang cemerlang bersama teman-teman. 

***
Sepulang kuliah, gue buru-buru masuk kontrakan dan mencari keberadaan Usro. Di kamar, enggak ada. Di dapur enggak ada. Di tempat favoritnya, yaitu toilet, juga nggak ada.

Karena resah, gue pun nelfon Usro nanyain dia ada di mana. Alhamdulillah, Usro mengatakan kalau dia sudah sampai di rumahnya, Salatiga, dengan selamat. Lalu gue tanya lagi, “Lah terus lo pulangnya gimana, Sro?”

“Tadi gue dijemput temennya Dotz , motor gue titipin terus pulang naik taksi.”

“Gila! Hedon banget lo pulang ke Salatiga naik taksi segala! Mahal dong, Sro!”

“Enggak Dotz, gue bayarnya lima puluh ribu kok.”

Setelah mendoakan semoga lekas sembuh, percakapan itu pun berakhir tanpa harus ada permainan siapa yang tutup telpon duluan.

Setelah gue cerita sama Ganggo dan Pandik. Kami baru sadar kalau ada kejanggalan dari pernyataan Usro. 

Pertama, Usro dijemput temennya. Kayaknya itu nggak mungkin. Jaringan pertemanan Usro tidaklah luas, ketemu tetangga aja Usro jalannya nunduk, keningnya sampai nyentuh tanah. Apalagi sampai nitipin motor di temennya segala. 

Kedua, pulang naik taksi. Ini lebih enggak mungkin lagi. Taksi mana yang rela dibayar lima puluh ribu rupiah dari Kota Semarang ke Kota Salatiga?  Gue nggak bisa ngebayangin berapa duit sesungguhnya yang harus dibayar sebagai tumbal perjalanan pulang Usro. Dan gue yakin banget, Usro enggak seberani itu buat nyetop taksi di pinggir jalan.

Akhirnya gue dan temen sekontrakan sepakat kalo ini semua adalah konspirasi Usro untuk bisa pulang ke Salatiga dengan cemerlang. Sumpah! Ini cara lari dari jam mata kuliah paling niat menurut gue. Mulai dari akting ngelus-ngelus selangkangan dengan mengerang sampai gegoleran di lantai untuk memperkuat aktingnya.

Masalahnya, efek samping dari ide konyol Usro ini adalah Usro harus nyusahin temennya pake gotong-gotong segala. Mesti nganterin ke kontrakan dari kampus dan habis itu dia pulang ke Salatiga. Kampretnya lagi, Usro ternyata bisa naik motor sendiri, dan yang lebih nyakitin, gue dan temen-temen jadi kelihatan bodoh tertipu sama akting Usro.

Ah... tiba-tiba gue jadi pengen ngelus-ngelus selangkangan Usro. 

Jumat, Mei 06, 2016

Konspirasi Semesta di Tanggal Tua

Mei 06, 2016
Ngomongin tanggal tua, gue jadi inget masa-masa kuliah gue jaman dulu dimana sebuah peristiwa tentang tanggal tua telah membuat hidup gue berubah.

Jadi ceritanya, waktu itu gue masih awal-awal semester satu. Sebagai mahasiswa, bisa dibilang gue masih tergolong newbie. Ibarat toko online, gue masih belum punya reputasi mentereng. Waktu itu, gue belum tau sama sekali pedihnya bertahan hidup dengan balutan bumbu MSG mie instan, gue juga belum ngerasain kerasnya bertahan hidup dengan banyak-banyak minum air mineral.


Gue kuliah di Semarang, sementara gue berasal dari kota kecil yang Alfamart sama Indomaret aja dijadiin tempat wisata buat sebagian anak sekolah dasar setelah ujian tengah semester. 

Sebagai lelaki yang punya hobi baca buku, buat gue kuliah di Semarang adalah anugerah yang nyata. Iya, di kota gue.. toko buku nggak ada. Sekalinya ada, palingan toko buku gambar sama buku tulis. Kalopun gue terpaksa beli, palingan baru buka buku bentar tau-tau gue udah khatam baca bukunya. Dan gue nggak dapet pesan moral apa-apa.

Kebahagiaan nyata yang membuat gue bersyukur kuliah di Semarang adalah karena ada gramedia dan toko buku bekas yang menyediakan banyak komik dan novel jadul yang mustahil bisa gue temukan di kota gue.

Waktu itu, untuk kesekian kalinya gue sengaja mengunjungi toko buku bekas di Stadion Diponegoro. Gue mendadak dibikin galau ngeliat tumpukan komik fullset yang sayang banget dilewatkan. Kungfu Boy New Vol. 1-20, Pedang Tujuh Bintang Vol. 1-12, sampai Legend Of The Wind Vol. 1-12. Gue liat kondisi satu per satu, semua terlihat unyu-unyu tanpa kekurangan suatu apapun.

Naluri keserakahan gue bergejolak. Ini kalo gue beli komiknya nanti-nanti, bisa-bisa kalo gue kesini lagi komiknya udah ilang. Nyarinya lagi susah. Tapi kalo gue beli sekarang, gue nggak yakin bisa bertahan sampai tanggal tua berakhir. 

Setelah menimbang-nimbang kemungkinan terburuk. Akhirnya gue nekat borong semua komik yang gue sebutin tadi. Gue bahagia sekaligus cemas menghadapi kenyataan uang bulanan gue nantinya nggak cukup buat hidup sampai matahari terbit di tanggal muda.

Gue masih inget banget, gue cuma mengandalkan uang 65.000 rupiah buat sembilan hari ke depan. Cukup nggak cukup, harus dicukup-cukupin. Pilihannya cuma itu aja.

Maka, langkah pertama, gue segera menginvestasikan duit yang ada buat beli mie rebus 10 bungkus. Dengan asumsi, satu bungkus sehari, satu bungkusnya buat cadangan. Pemilihan mie rebus pun udah gue pikirkan baik-baik dengan mempertimbangkan faktor kuah yang bisa menambah rasa kenyang lebih lama dibanding mie goreng yang tanpa kuah.

Gue juga udah mengatur siasat. Pagi gak usah sarapan, cukup dengan banyakin minum air mineral. Sarapannya siang, bikin mie instan, kuahnya agak dibanyakin, berharap bisa nunda rasa laper sampe malem. Lalu, malemnya gue beli nasi kucing (semacam angkringan di Jogja), sebungkus 1500 perak, yang penting buat ngeganjel perut, terus tidurnya jangan malem-malem biar nggak mendadak kelaperan.


Gue perkirakan, estimasi nasi bungkus tiap malem buat sembilan hari ditambah mie instan sepuluh bungkus uang di dompet gue masih ada manis-manisnya dikit.

Selanjutnya sisa uang yang ada rencananya bakal gue alokasikan buat bensin, pulsa hape dan hal-hal tak terduga lainnya. Gue sih berharapnya hal tak terduga itu nggak kejam-kejam amat sama gue biar gue bisa tetep punya sisa recehan buat pegangan sampai hari kiriman duit tiba. Sayangnya, harapan hanya tinggal harapan.

Justru semesta seolah ingin menunjukkan konspirasinya agar gue jangan meremehkan sesuatu yang biasa disebut ‘tanggal tua’.

Mendadak selama sembilan hari genting itu gue harus mengalami berbagai pengeluaran tak terduga. Pertama, gue harus kena apes ban sepeda motor gue bocor. Kedua, mendadak gue harus ikut bayar iuran buat nengokin temen yang sakit.  Ketiga, disaat keadaan gue makin sekarat, sepeda motor gue malah dipinjem temen. Yang minjem nggak tahu diri, bensin yang tinggal setengah, disisain cuma seperempat. 


Asli gue jadi dilema, mau nagih uang bensin gak enak takut dibilang temen perhitungan. Tapi kalo nggak nagih, duit gue yang nggak sebepera mesti dipake buat ngisi bensin. Asli, waktu itu gue pengen nangis banget.

Sebenernya, ada beberapa opsi yang bisa dipake buat nyelametin kelangsungan hidup gue di akhir bulan. Gue bisa pinjem duit temen, awal bulan langsung gue ganti. Sayangnya gue nggak enak mau bilang pinjem. Gue khawatir mereka juga lagi berjuang menantang tanggal tua sama kayak gue.

Opsi kedua, gue bisa minjem temen yang lebih bertenaga sehari-harinya buat membedakan kalo mereka gak terpengaruh sama fenomena tanggal tua yang sering melanda mahasiswa. Sayangnya, gue orangnya nggak enakan. Mau minjem bolpoin aja minder, apalagi kalo mesti minjem duit?  Ah... gue emang cemen.

Masih ada opsi ketiga buat gue pakai, gue cuma kudu minta sama orang tua dan bilang jujur duit gue abis. Tapi gue nggak berani, selain khawatir kena semprot, gue nggak mau kehilangan kepercayaan dari orangtua sendiri nggak bisa ngatur duit.

Pola makan gue di tanggal tua bener-bener nggak sehat sama sekali. Mie instan tiap hari, sedikit nasi di malam hari. Pada saat itu, gue jadi sadar betapa berartinya mie instan buat hidup gue. Mie instan secara nggak langsung telah menyelamatkan hidup gue. 

Dear penemu mie instan, jasamu sungguh luar biasa bagi para mahasiswa yang teraniaya di tanggal tua.

 Tanpa kita sadari, mie instan telah menjadi penyelamat sejati mahasiswa di tanggal tua


Cobaan lain di tanggal tua adalah ketika temen satu kontrakan pulang kuliah siang hari dan istirahat di depan tivi sambil makan siang dengan lahap, dengan menu meyakinkan. Seringnya sih nasi rames, gorengan, sama telur plus es teh. Gue cuma bisa menelan ludah.

Rasanya pengen banget bilang, “Bro, sisain kulit gorengannya buat gue dong... plisss...” Tapi lagi-lagi gue cemen.

Sebenernya pilihan masak nasi sendiri dan beli lauk di warung bisa gue terapkan. Sayangnya, itu terlalu beresiko. Gue khawatir, lauk yang mati-matian gue sisain buat episode makan selanjutnya dilahap temen sekontrakan yang nggak teraniaya tanggal tua. Bukannya pelit sih, tapi keadaanlah yang nggak memungkinkan buat gue membagi makanan kepada yang nggak membutuhkan.

Semakin menuanya tanggal di kalender, gue semakin antusias menggrepe-grepe kantong celana sekedar nyari tambahan recehan. Berharap gue bisa nemu harta  yang sepele di awal bulan namun sangat berarti di akhir bulan. Sayangnya, hasilnya nggak sesuai ekspektasi. Namun gue tetap bersyukur, recehan yang gue temukan bisa dijadikan amunisi tambahan buat menebus beberapa potong gorengan yang bisa gue makan dalam dua tahap. Pertama makan tempenya, lalu makan kulit gorengannya kemudian.

Hingga pada akhirnya, gue sukses melewati masa-masa kritis di tanggal tua, setelah sempat dapet anugrah tak terduga dari temen sekontrakan yang sepulang dari ikut seminar ngasih nasi kotak buat gue yang lauknya bikin gue nangis terharu.

Lalu gue pun sadar. Semesta telah mengajarkan banyak hal terhadap gue. Tentang betapa berartinya kulit gorengan, tentang betapa berartinya mie instan  beserta kuahnya yang luar biasa. Tentang manfaat air mineral untuk kontribusinya dalam menunda lapar. Dan gue juga sadar... terlalu banyak mengkonsumsi mie instan, akhirnya membuat gue harus diopname selama beberapa hari di rumah sakit karena sakit tipes.

Yaah... kena penyakit tipes emang nyiksa banget.. tapi setelah gue resmi divonis kena penyakit tipes dan harus opname. Gue ngerasa bangga, karena itu artinya gue udah afdol disebut mahasiswa. Seperti pepatah kuno yang mengatakan, “Jangan ngaku mahasiswa sejati, kalau belum pernah kena penyakit tipes.”


Sumber gambar: 
http://yeahmahasiswa.com/post/87356880420/akhir-bulan-nyeduh-mie-rasa-baru-dari

Jumat, Agustus 28, 2015

Dek, Kamu Keliatan Begonya.

Agustus 28, 2015
Gue barusan baca tulisan seseorang di pesbuk yang bikin geli. Bukan tulisan pengguna pesbuk yang suka ngehujat presiden tapi pas statusnya mau dikasuskan gara-gara pelanggaran UU ITE, orangnya jadi nyembah-nyembah minta maaf, bukan.

Jadi tulisannya kayak gini...


Bagi orang lain mungkin tulisan ini biasa-biasa aja. Tapi buat gue, tulisan ini bego banget. Sebelum gue jelasin, gue flashback dulu deh..

Jadi gini, di kampus gue yang dulunya namanya IKIP PGRI Semarang dan sekarang namanya jadi Universitas PGRI Semarang, disingkat jadi UPGRIS. Mulai dari beberapa tahun yang lalu setiap tahunnya rutin mengundang band populer buat memeriahkan malam inagurasi mahasiswa baru. Ini semacam malam penyambutan mahasiswa baru memasuki dunia kampus setelah berlelah-lelah ospek.

Nah, dulu pertama gue masuk sebagai mahasiswa, waktu itu pas Alm. Gus Dur masih jadi presiden, gue enggak dapet sambutan sama sekali dari band-band populer. Yang ada, waktu itu gue cuma dapet sambutan dari pengajian biasa di kampus, dengan alas karpet di halaman kampus, dan nggak boleh bawa kedua orangtua. Kyai yang didatangkan bukan kyai populer. Walaupun begitu, gue ngerasa damai tak terkira. Biar nggak dibilang kafir dan antek Yahud Euy.

Memasuki semester lima, saat gue duduk di Dewan Perwakilan Mahasiswa (sama kayak DPR, kerjaannya juga sama, cuma tidur-tiduran aja). BEM yang menjabat di kampus, adalah BEM dari koalisi gue. Disinilah, semuanya dimulai... untuk pertama kalinya dalam sejarah, kampus gue berani ngundang Sheila On 7 untuk menyambut malam inagurasi mahasiswa baru. Buat gue ini adalah prestasi luar biasa, dimana kampus gue sebelumnya nggak pernah kedatangan band keren.

Satu tahun berikutnya, gue masuk ke BEM karena temen sejurusan dan seangkatan gue sendiri  yang jadi presiden BEM. Saat itu, kami pengen meneruskan kesuksesan mengundang band populer lagi seperti tahun sebelumnya. Dan pada akhirnya, kamis sukses mendatangkan Ada band buat meramaikan malam inagurasi. Ceritanya pernah gue tulis di 'Intim Berdua Bersama Ada Band'.

Waktu itu acaranya bener-bener meriah banget. Bahkan Donnie, vokalis Ada Band sempat iri sama kegantengan gue. Sumpah, gue jadi enggak enak sendiri. Nih buktinya:


Tahun selanjutnya, Presiden BEM terpilih lagi-lagi dari jurusan gue, saat itu gue udah wisuda. Dan pada periode itu BEM berhasil mengundang Seventeen untuk malam inagurasi mahasiswa baru. Gue turut bangga karena kampus gue udah mulai konsisten gaulnya.

Sekarang, Presiden BEM terpilih lagi-lagi masih dari jurusan gue. Dominasi jurusan PGSD benar-benar luar biasa. Begitu dominannya jurusan gue yang terus-terusan menang di pemilihan presiden BEM benar-benar membuat jurusan lain merasa jengah. Dan sekarang, ketika BEM periode kali ini sukses mendatangkan Geisha, muncul suara-suara sakit hati yang lebih keras.

Gue geli banget sama status di atas karena begini : ‘dampak positifnya apa untuk perkuliahanku nanti ( pertanyaan terlalu sulit sampai-sampai isi di dalam kepalaku pingsan heee)’

Gaes... kuliah aja belum mulai, ngapain harus mikirin dampak positif buat kuliah? Apa iya kalau nonton Geisha perform, kita jadi punya dampak negatif? Seperti misal, mata mendadak perih ngeliat mahasiswa lain pada bawa gandengan, lo sendiri gandengannya sama tiket masuk.

Apa iya, kalau nonton Geisha, orang yang tadinya punya semangat ngerjain skripsi jadi males ngerjain gara-gara terlena sama penampilan Momo Geisha lalu pulangnya beli sabun cair di Indomaret 24 jam. Njir.... eh, ini ada hubungannya kan ya?

Kalau harus mikirin dampak positif  buat perkuliahan. Gue rasa BEM dan UKM bakalan susah buat bikin acara. Kayak waktu gue bikin acara Open Mouth Stand Up Comedy. Itu dampak positif buat perkuliahannya apa? Apa gara-gara nonton acara itu mahasiswa kalau presentasi di kelas jadi pada ngelawak? Nggak jugalah!

Buat gue malam inagurasi dengan mengundang guest star band populer, itu justru punya banyak dampak positif. Pertama, mahasiswa yang stres gara-gara skripsi bisa ikutan nonton buat merefresh pikiran. Kedua, mahasiswa yang jomlo punya harapan untuk dapet gebetan mahasiswa baru. Dan yang ketiga, mahasiswa baru yang kebanyakan datang dari desa punya kesempatan, yang mungkin ini adalah pertama kalinya dalam sejarah hidupnya buat ngeliat artis secara langsung. Mereka bisa pamer sama orang-orang di kampung halamannya kalau kuliah itu gaul.

Nah, terus apanya yang dampak positif buat perkuliahan, ini murni me-refresh pikiran dari lelahnya ospek di kampus. Buat gue ini malah keren, abis capek-capek ospek dihibur sama band populer. Bisa sekalian buat nyepik gebetan juga ngajakin nonton bareng. Pulangnya nraktir makan nasi goreng. Satu piring dibagi dua.

Lagian kalau ngomongin dampak positif buat perkuliahan. Nggak usah ngomongin malam inagurasi deh, di kampus banyak acara seminar, workshop, sampai pelatihan ketrampilan. Palingan juga cuma puluhan anak yang ikutan. Ini dampak positif buat perkuliahan gede loh... acara kayak gini kalian pada kemana? Nggak usah dijawab, nanti isi di dalam kepala bisa pingsan.

Lanjut ke status pesbuk yang ini, ( pertanyaan terlalu sulit sampai-sampai isi di dalam kepalaku pingsan heee)’. Gimana mau jadi mahasiswa yang berjati diri kalau pertanyaan kayak gitu aja enggak bisa jawab? Lagian mana ada isi di dalam kepala mau pingsan.

Tulisan yang kayak gini nih, kalau nulisnya nggak ati-ati malah bikin diri sendiri jadi keliatan begonya. Ngakunya mahasiswa, tapi nulis di pesbuk aja enggak keliatan smart. Gue jadi ngebayangin kalau anak ini ngerjain soal UAS. Jangan-jangan bukan isi kepalanya aja yang pingsan. Tapi isi kepalanya sampai keluar, lewat pantat, bareng sama ambeyen.

Sebenarnya gue maklumin, dia nulis beginian di pesbuk karena dia dari barisan sakit hati yang calonnya kalah waktu pemilihan presiden BEM kemarin. Jadi, kalau BEM bikin acara gede, yang dicari salahnya dimana.

Padahal kan anak ini bisa main logika sebelum bikin statement bego kayak gitu. Coba liat kampus lain dulu. UNDIP misalnya, pernah ngedatengin Vierratale dan band gaul lain, UNNES juga pernah ngedatengin band populer yang gue lupa namanya. Dan kampus-kampus seluruh Indonesia lainnya juga pasti pernah lah bikin acara beginian.

Kalau  anak ini wawasannya luas, dia nggak bakal sulit ngejawab sampai isi kepalanya mau pingsan. Isi kepalanya loh ya, dianya enggak. Gue jadi pengen liat gimana bentuk isi kepala yang mau pingsan. Abisnya unyu, cuma isi kepalanya aja. Sebagai Kakak angkatan yang baik, gue pengin banget deketin dia dari hati ke hati, membelai rambutnya, kemudian membisikkan, "Dek, kamu keliatan begonya."

Ya, walaupun dia cowok.

Setelah gue baca-baca komennya, ternyata ada yang bikin prihatin. Temennya ikutan komen begini...


Kebetulan nomer urutnya sama kayak pasangan capres RI yang gagal kemarin. Ternyata, dia belum bisa move on, masih aja berharap bisa menang. Gue jadi penasaran, kalau mereka yang menang kira-kira malam inagurasi mau ngedatengin siapa? Boy band syariah? Yang personilnya kemana-mana bawa rebana di punggungnya? Atau mau ngundang Girlband syariah? Yang personilnya kemana-mana bawa... ah sudahlah.

Sebenernya sama capres-cawapres mahasiswa nomer 1 gue nggak ada masalah sih, bahkan capresnya temen deket gue yang gue akui bagus kinerjanya, soalnya gue pernah satu BEM bareng dia dan bener-bener amanah masalah tanggungjawab. Tapi kadang, pendukungnya yang sering ngeselin. Kayak capres RI nomer 1 yang didukung Jonru dan lainnya. Ngeselin abis.

Gue sih udah mulai nampak tua gara-gara keseringan kena sinar UV. Jadi nggak perlu ikut-ikutan nimbrung disitu juga. Abisnya ngomong sama barisan sakit hati, logika suka nggak main. Jadi mendingan gue nulisnya disini aja. Yang jelas, baru ngundang band populer aja udah enggak bisa jawab berlagak isi kepala mau pingsan, gimana kalau nanti mantannya tuh anak ngundang ke acara nikahannya. 

Minggu, Agustus 16, 2015

Bukan Hape Mito Biasa

Agustus 16, 2015

Waktu masih kuliah dulu, gue punya hape keren yang suaranya bisa ngalahin merdunya terompet sangkakala yang ditiup sama malaikat Israfil.

Hape itu adalah hape kebanggaan gue yang setiap hari selalu gue bawa kemana-mana. Beli nasi di warteg, gue bawa, beli pulsa di Alfamart gue bawa. Sampai ke kamar mandi pun gue juga bawa hape. Kebetulan format 3gp emang udah bisa keputer di hape gue waktu itu.

Hape gue waktu itu adalah hape Mito. Hapenya Master Limbad. Gue lupa tipe berapa. Yang jelas, hapenya berat banget. Mungkin setara sama berat dadanya Pamela Safitri Duo Serigala. Hape gue itu suaranya bombastis, walaupun enggak ada efek bass-nya. Dan imutnya, yang jadi modelnya waktu itu adalah Master Limbad. Ini sebenarnya aneh, sangat-sangat enggak ada korelasinya antara hape dengan suara kenceng sama sosok penampakan Master Limbad di dusbook-nya. Lah wong Master Limbad ngomong aja enggak bisa. Gimana mau ngeluarin suara Bombastis?

Pada masa itu, hape blackberry masih menjadi raja smartphone. Hape android belum ada fitur BBM-nya. Temen-temen gue mulai banyak yang pakai blackberry gemini 8520, pasarannya waktu itu sekitar 1,8 juta. Gue sendiri setia pakai hape mito. Bukannya gue enggak pengen pakai blackberry, tapi gue enggak punya duit segitu buat beli blackberry. Makan di warteg aja gue nasinya setengah, gorengannya juga setengah, udah gitu minumnya es marimas biar bisa tetep beli pulsa lima ribu seminggu sekali.

Hape mito gue ini seolah punya ikatan batin yang kuat sama gue. Pernah gara-gara gue silent settingan profilnya, gue lupa naruh dimana hape gue. Gue udah obrak-abrik seisi kamar mulai dari kasur, belakang tivi, saku celana, di kamar mandi tempat gue biasa mainan hape sampai sela-sela selangkangan gue, semuanya nihil. Gue misscall pun juga percuma karena hape gue udah di-silent.

Seharian hape gue enggak ketemu. Sampai akhirnya gue pasrah, dan berhenti mencari. Gue pun milih tidur dalam keadaan gelisah. Lalu malam itu, gue bermimpi. Sehabis mandi, hanya dengan berbalut handuk gue masuk kamar. Gue membuka lemari pakaian dan mencari baju. Hape di atas lemari, gue ambil dan gue liat-liat bentar. Setelah itu, hape gue lempar begitu aja ke dalam rak lemari. Setelah itu semuanya menjadi gelap.

Besoknya, pas gue bangun. Gue keinget mimpi semalem dan gue cek di dalem rak lemari kamar gue. Ajaib! Hape gue ada di pojok tumpukan pakaian dalem lemari! Baru kali ini gue lupa naruh hape, terus dapet petunjuk hapenya ditaruh dimana--lewat mimpi.

Entah ini emang hapenya udah sehati sama gue atau peran Master Limbad yang telah memberi sugesti kepada gue lewat alam mimpi gue. Walaupun gue bingung, gimana caranya master Limbad bakalan ngasih sugesti, lah wong ngomong aja nggak kedengeran.

Banyak orang yang bilang hape cina itu enggak awet, gampang rusak. Tapi gue sendiri enggak sependapat. Hape mito gue udah bertahun-tahun menemani masa kuliah gue dengan elegan. Nggak ada kerusakan parah yang membuat gue mesti ngeluarin duit buat nyervis. Hape mito ini benar-benar membuat gue terharu.

Hape dengan harga murah, dan cuma gue pakai buat sms sama telfon. Cara memperlakukannya jelas beda sama hape mahal yang bisa dipakai lebih dari sekedar sms sama telfon.

Sepulang kuliah, tiap masuk kamar. Gue lebih bahagia kalau hape mito ini gue lempar ke kasur dan beberapa kali meleset lalu nyundul tembok. Padahal opsi yang lebih manusiawi ada banyak; naruh di atas lemari, naruh di atas tivi atau naruh di atas magic com bekas masak nasi beberapa hari yang lalu.

Hape mito nan murah itu sering menerima perlakuan enggak ngenakin dari gue. Gue lempar sembarangan, gue taruh sembarangan bahkan kadang suka gue pipisin sembarangan.

Karena terlalu seringnya menerima perlakuan yang barbar, hape mito gue mulai melemah. Gejala awalnya, keypad huruf qwert-nya mulai lepas satu per satu. Tragisnya, gue justru memilih membiarkannya begitu saja. Karena sebelum gue punya niat buat benerin, gue sadar, nyari keypad mito pasti sama susahnya kayak nyari cewek yang kayak Tyas Mirasih terus mau diajakin pacaran sama orang dekil kayak gue.

Lagian walaupun keypadnya udah mulai lepas satu per satu, hapenya enggak ada masalah, buat ngetik juga masih lancar. Gue pun tetap membiarkan hape mito itu seperti apa adanya. Benar-benar hape cina yang tangguh.

Kebiasaan buruk gue lainnya adalah, gue sering ngeces, lepas, ngeces, lepas. Jadi pas lagi ngeces, ada sms, gue tarik aja hapenya langsung sampai kabelnya lepas dari colokan, bukannya ngelepasin ces hapenya dulu. Sampai pada akhirnya, gue harus menerima kenyataan kalau lubang cesan hapenya mulai suka eror. Buat ngeces suka enggak masuk. Walaupun batrenya awet banget, bisa sampai empat hari, tapi gue tetep frustasi kalau lubang buat ngeces hapenya enggak bisa kepakai.

Gue bener-bener mulai gundah. Lubang ces-cesan hape mito gue bentuknya gepeng kayak ces-cesan blackberry dan gue enggak tahu tingkat kegepengannya sama atau beda. Waktu itu temen sekontrakan gue belum ada yang punya hape blackberry. Jadi enggak ada ces-cesan yang bisa gue pinjem buat melakukan observasi.

Gue mikir-mikir lagi, kalaupun mesti beli dateng ke mito center, kayaknya gue mesti ke mall matahari atau citraland lalu muter nyari tulisan mito center buat nyervis lubang ces-cesan. Tapi kok kayaknya males banget kalau ke mall cuma nyervis lubang cesan doang. Udah gitu kalau ternyata harganya mahal, bisa-bisa pulangnya gue mesti gadaiin BPKB motor gara-gara enggak bisa bayar parkir.

Gue jadi kepikiran buat beli ces-cesan desktop yang cara ngecesnya mesti nyopot baterai. Walaupun rasanya enggak ikhlas karena itu enggak efektif sama sekali, kayaknya mau nggak mau gue mesti melakukan itu.
 

 Baterainya aja dua, kalau beli ces-cesan model desktop, masa iya gue mesti ngeces satu-satu.

Malam itu, saat gue terlelap dengan keadaan hape gue matiin untuk menghemat baterai karena lubang cesan yang rusak. Gue bermimpi, lagi-lagi gue sedang ada di dalam kamar. Gue duduk nonton tivi, sambil ngemil sate kambing. Iya, cuma di dalam mimpi, sate kambing bisa gue cemilin. Kalau di dunia nyata, sambel sate kambing sisa temen gue jadiin lauk.

Saat itu, gue nggak tau lagi nonton apa, yang ada gue justru mendengar peringatan kalau hape mito gue baterainya lemah. Lalu dengan santainya, gue ngambil hape itu dan gue ces pakai ces-cesan nokia yang lubangnya kecil milik temen sekamar gue. Anehnya, pake ces-cesan itu ternyata bisa ngisi.

Begitu bangun, gue langsung buru-buru ngecek hape gue dan mengamati lubang yang ada di bodi samping. Gue amati dengan sungguh-sungguh dan gue melihat ada beberapa lubang yang sepertinya sesuai kayak mimpi gue semalem.

Begitu gue pasangin salah satu lubang hape mito gue pake ces-cesan temen gue, ajaib! Hapenya bisa ngeces dengan mulus. Untuk kedua kalinya, gue diberi petunjuk lewat mimpi untuk hape ini. Ini bener-bener ajaib.


 Setelah silikonnya gue buka, ternyata ada lubang kecil di pojok bawah. Ini adalah lubang penyelamat.

Sampai saat ini  gue masih nggak nyangka, kalau gue bisa menemukan solusi ngeces hape mito pake ces-cesan nokia lewat mimpi. Bukan lewat google, kaskus atau pkspiyungan. Berkat petunjuk penting itu gue jadi nggak perlu beli ces-cesan desktop yang enggak praktis dan lama penuhnya.

Mengingat pengalaman spiritual gue yang enggak biasa dengan hape mito ini, gue memutuskan untuk enggak ngejual hape ini, juga karena alasan lain yang lebih masuk akal, kalaupun dijual juga nggak bakalan laku hapenya.

Buat gue hape mito ini lebih dari sekedar hape. Gue jadi ingat di anime One Piece, waktu itu Luffy dkk. sedang ada di Pulau Langit. Kapal Luffy yang dikasih nama ‘Going Merry’ rusak berat dan enggak bisa dipakai buat kembali lagi ke Grand Line. Suatu malam, Usop yang kebelet pipis, bangun dan pergi mencari tempat buat pipis. Dalam keadaaan mengantuk, Usop melihat ada suara seseorang sedang memukul palu membetulkan Going Merry. Namun orang itu enggak terlalu jelas, karena tertutup kabut yang cukup tebal. Mengira itu hantu, Usop pun segera lari ke arah teman-temannya. Besoknya, tanpa diduga kapal ‘Going Merry’ sudah kembali elegan dengan bentuk yang lebih canggih yang siap dipakai buat kembali lagi ke Grand Line.

Di Episode ‘Water Seven’, akhirnya Usop tahu kalau orang yang dilihatnya di balik kabut sedang membetulkan ‘Going Merry’ adalah jelmaan dari kapal itu.

Walaupun keliatan nggak masuk akal, hape mito gue juga mirip kayak gitu. Emang sih, enggak benerin sendiri, karena itu jelas enggak mungkin. Hape mito gue seolah ngasih tahu gue lewat mimpi, yang pertama pas hape gue dicari nggak ketemu, yang kedua pas lubang cesannya nggak bisa dipakai. Seolah-olah hape mito ini pengen kalau gue bisa terus memakai hape ini. Walaupun pada akhirnya, hape mito ini harus gue pensiunkan karena ratusan dekade kemudian gue bisa beli hape blackberry berkat pengiritan ekstrim dengan metode makan sehari sekali, banyakin minum air putih.

Entah ini karena pengaruh Master Limbad atau karena hapenya udah nyetel banget sama gue. Yang jelas ini benar-benar sesuatu yang mengharukan dalam hidup gue. Halah.

About Us

DiaryTeacher Keder

Blog personal Edot Herjunot yang menceritakan keresahannya sebagai guru SD. Mulai dari cerita ajaib, absurd sampai yang biasa-biasa saja. Sesekali juga suka nulis hal yang nggak penting.




Labels

#EdisiPPL (5) Absurdvasi (23) artikeL (29) Bobo (2) Buku (4) BukuGue (10) Catatan Gak Mutu (49) CeritaGue (52) CerPan (2) CPNS (2) DeritaMahasiswa (26) Diary Teacher Keder (33) EdisiKKN (6) Momen Ramadan (3) NGOMEL (25) NGOMIK (3) Sehari-Hari (20) SejenisCerpen (4) Stand Up Comedy (5) SUCI (9) SUCIIX (9)

Random

randomposts