Refreshing Kelabu

Hari Jum’at, 24 November, saya bersama ‘komplotan ghibah’ (beberapa guru SDIT dan penyintas yang dulu pernah ngajar bareng di sebuah SDIT, yang saya tulis ceritanya di buku Diary Teacher Keder) berhasil mewujudkan resolusi pergi ke tempat wisata Guci buat renang-renang manja terus nanti pulangnya–-rencananya, ini rencananya ya.. mampir makan durian di pinggir jalan.

Mobil yang seharusnya terisi 8 orang cuma terisi 6 orang karena ‘akan’ selalu ada oknum-oknum yang tiba-tiba suka membatalkan diri menjelang hari H. Daripada pusing membuat jadwal ulang biar semua bisa ikut tapi belum tentu juga kalau dijadwal ulang semuanya bisa ikut. Kami berenam memutuskan untuk tetap berangkat meskipun personil tidak lengkap.

Kami janjian sehabis sholat Jum’at langsung kumpul di rumah Pak Ivan, yang tentu saja realisasinya pasti molor. Satu jam kemudian, barulah kami berenam siap otw menuju obyek wisata Guci dengan suasana yang mendung lalu perlahan turun gerimis.

Di perjalanan kami bertukar cerita apa saja kontrak politik yang dilakukan sama istri masing-masing sampai bisa dapat ijin buat pergi hari ini. Ada yang sebenernya udah dilarang sama istrinya karena kondisinya lagi nggak terlalu sehat, tapi memaksa diberi ijin sama istri biar bisa ikut. Ada yang pulangnya ngejanjiin oleh-oleh buat istrinya, ada juga yang bilangnya perginya nggak terlalu lama padahal kemungkinan baliknya bisa sampai tengah malem banget karena otw-nya aja baru habis Jum’atan.

Prinsip kami siang itu adalah lebih baik meminta maaf daripada minta ijin terlalu jujur.

Karena khawatir nyampe tujuan terlalu sore, kami cuma mampir di Alfamart pinggir jalan buat beli cemilan dan merelakan untuk skip makan siang yang menyita waktu. 

Setelah menempuh perjalanan selama dua jam, akhirnya kami sampai di obyek wisata Guci. Tujuan awal kami adalah Onsen Omahe, kolam renang pakai air hangat yang kelihatannya keren banget pas dilihat di Instagramnya. Tapi begitu sampai di lokasi, kami kompak berbalik arah karena tempatnya ternyata nggak seindah yang ada di Instagram. Terlalu jauh dari ekspektasi kami.

Setelah mampir solat ashar di musola, kami selfie sebentar pakai HP-nya Pak Azhar dengan latar belakang bukit yang ada tulisan GUCI-nya, itu juga nggak terlalu antusias, asal jepret aja. Lalu kami pun pindah tujuan ke Pemandian 2 Tang yang jaraknya nggak terlalu jauh. Walaupun cuma ada satu kolam renang besar dan kolam renang ukuran anak yang airnya juga hangat, setidaknya kolam renang ini cukup luas dan tempatnya bersih.

Kolam renang 2 Tang, Guci

Merasa sadar diri sama perut yang semakin buncit, saya memilih berenang memakai kaos yang udah saya pakai dari rumah. sebelumnya saya juga sempat mampir ke toko baju di sekitar tempat wisata karena baru sadar kalau saya ternyata nggak bawa celana pendek padahal udah disiapin dari rumah tapi lupa nggak dimasukin tas.

Pemandian 2 Tang ini walaupun ‘ngakunya’ pemandian air hangat, tapi sore itu airnya nggak anget-anget banget. Malah hampir adem, pancuran di kolamnya malah yang keluar air dingin. Beda sama kolam renang yang buat anak-anak, disitu airnya malah anget banget.

kami pun memilih pindah ke kolam anak karena airnya lebih nyaman buat berendam. Kami menyempatkan foto-foto sebentar (lagi-lagi) pakai hapenya Pak Azhar. 

Menjelang maghrib, kami memutuskan untuk menyudahi berendamnya dan ganti baju. Setelah mengambil tas dan membuka retlsetingnya, saya mulai sedikit panik karena ternyata saya juga lupa bawa kaos ganti. Padahal seingat saya, saya udah nyiapin dua kaos yang mau saya bawa. Tapi sepertinya saya juga lupa masukin tas barengan sama saya lupa masukin celana pendek. Duh… mana ini ada di dalam tempat wisata lagi, nggak ada toko yang jualan kaos.

Saya pun coba nanya ke bapak-bapak komplotan ghibah ada yang bawa kaos lebih nggak, mau nggak mau saya terpaksa harus pinjem dulu, walaupun saya sangsi ukurannya bakalan pas sama badan saya yang melebar ini. 

Untungnya, Pak Ivan punya stok kaos berlebih dan merelakan satu kaosnya buat saya pakai, yang tentu saja kekecilan, tapi ya… masih mending daripada saya keluar dari sini pake kaos basah di suasana pegunungan yang dingin sehabis hujan.

Setelah semua selesai ganti baju, kami pun siap-siap pulang dan mampir dulu di musola buat solat maghrib. Begitu selesai, kami mulai jalan santai menapaki anak tangga keluar gerbang wisata. 

Di sinilah refreshing kelabu itu dimulai.

Pak Azhar tiba-tiba manggil yang lain buat balik lagi. Karena saya pikir masalah sepele, maka saya nunggu di tangga pintu keluar. Satu menit, dua menit, lima menit, yang ditungguin nggak balik-balik. Akhirnya saya nyusul masuk lagi nanyain ada apa sebenarnya.

Dan saya baru tahu kalau ternyata HP Pak Azhar nggak ada. Tempat wudhu, tempat solat, sampe tas-tas lainnya udah digeledah semua, hasilnya nihil. Kita coba datengin lagi gazebo yang tadi dipakai buat naruh tas waktu lagi pada renang, juga nggak ada. 

Kami mulai sibuk mengelilingi kolam renang sampe musola, nyari-nyari hape Pak Azhar, karena pas ditelepon lewat WhatsApp hapenya masih bisa berdering. Jadi kami mikirnya mungkin hape ini jatuh di sekitar tempat wisata. Sayangnya, Pak Azhar waktu itu settingan HP-nya dibikin mode senyap, jadi kalau jatuh dan di-miscall pun nggak kedengeran nada deringnya.

Kami udah sempat nanya ke petugas yang ngambilin gelas minuman di gazebo kami dan orangnya cuma bilang nggak lihat dengan begitu cueknya, nggak ada simpati-simpatinya sama sekali.

Saya sebenernya curiga kalau HP yang berdering ini ada yang ngambil. Alasan kenapa masih bisa ditelpon mungkin karena yang ngambil emang belum sempet matiin hapenya aja karena emang waktunya cepet banget, keluar dari gazebo, solat terus sadar HP udah nggak ada.

Atau mungkin HP-nya sengaja dibikin bisa tersambung, biar kami nggak mengira HP-nya ada yang ngambil, hanya jatuh di suatu tempat, lalu pada akhirnya kami akan putus asa dengan sendirinya dan keluar dari tempat wisata.

Hampir dua jam lamanya, kami muter-muter nyariin HP-nya Pak Azhar. Kami masih memiliki keyakinan kalau HP-nya jatuh di sekitaran tempat wisata, bahkan tempat yang tadinya udah dicek, beberapa saat kemudian kami cek lagi untuk terus benar-benar memastikan HP-nya ada apa enggak.

Pada akhirnya… Pak Azhar memilih untuk putus asa, merelakan HP-nya nggak ketemu dan ngajak kami buat pulang. Suasana jadi nggak enak banget gara-gara ada satu temen yang HP-nya hilang. Meskipun udah jelas bikin hati nggak karuan, Pak Azhar tetap mencoba tegar menerima kenyataan ini.

Mobil pun melaju keluar dari tempat wisata sekitar pukul delapan malam, jiwa-jiwa ngantukan mulai menghampiri dan satu per satu mulai pada terlelap. Pak Azhar masih sanggup nyetir meskipun suasana hatinya jelas sedang nggak karuan.

Hingga di sebuah belokan yang gelap. Tiba-tiba terdengar suara yang sulit didefinisikan, semua terjadi begitu cepat. Ternyata Pak Ivan, yang duduk di sebelah saya, di belakang Pak Azhar, muntah dengan derasnya. Pak Azhar langsung minggirin mobil. Keluar dari mobil, lalu ikutan muntah. Sepertinya Pak Azhar ikutan mual ngeliat Pak Ivan yang muntah dengan tiba-tiba.

Bapak Komplotan Ghibah lainnya ada yang bantuin Pak Ivan, ada juga yang bantuin bersihin mobil yang kena muntahannya Ivan. Dua laki-laki yang sedang muntah di pinggir jalan, sementara laki-laki lainnya ikut keluar, jadi terlihat seperti gerombolan laki-laki yang habis mabok-mabokan lalu muntah karena kebanyakan minum alkohol.

Baju Pak Ivan basah oleh muntahannya sendiri, Pak Ivan lalu melepas kaosnya dan bertelanjang dada. Situasi semakin terlihat seperti gerombolan orang habis pada mabok. Bapak di seberang jalan, langsung menghardik agar kami jangan buang sampah sembarangan mengingat ada banyak sekali lembar tisu yang digunakan untuk membersihkan mobil yang kena muntahan dan membersihkan badan Pak Ivan. 

Sekarang posisinya jadi Pak Ivan yang nggak punya kaos buat ganti. Untungnya, Pak Zaka pakai kaos rangkap sweater. Maka, Pak Zaka juga melepas kaos yang dipakainya, lalu memberikannya ke Pak Ivan. Situasi semakin aneh, sekumpulan laki-laki di pinggir jalan tiba-tiba pada muntah dan nyopot kaos. 

Pak Ujang dan Pak Burhan di bangku belakang masih sedikit shock sambil mengelap mata dan mukanya yang terkena sedikit muncratan Ivan yang muntah di bangku depannya. 

Suasana malam itu semakin tidak baik-baik saja, sepertinya hari ini memang bukan hari yang baik untuk refreshing bareng. Setelah memastikan semuanya baik-baik saja, kami pun melanjutkan perjalanan, kali ini Pak Zaka yang lanjut nyetir.

Kami berhenti di pinggiran toko Randudongkal yang di depannya ada warung tenda lamongan. Sambil menunggu makan datang, saya iseng nyoba miscall HP-nya Pak Azhar lagi, dan sesuai dugaan, sekarang HP-nya sudah tidak bisa dihubungi. fix.. HP-nya emang ada yang ngambil.

Satu-satunya sisa foto yang selamat, karena sempat dikirim ke grup WA 'Komplotan Ghibah'. Sementara foto-foto yang di kolam renang belum sempet dikirim udah ilang duluan HP-nya 😅

Kami makan dengan gamang, sambil bercanda pasrah kalau ini semua bisa terjadi karena emang pada nggak dapet ijin yang bener dari istri masing-masing.

Selesai makan, kami melanjutkan perjalanan dalam malam yang sunyi, rasanya lelah untuk tetap bercerita dengan antusias seperti di awal keberangkatan. Kami sudah membuang jauh-jauh keinginan pulangnya mau mampir makan durian di pinggir jalan.

Hampir tengah malam kami akhirnya sampai, satu per satu dari kami turun membawa perasaan nggak enak karena ada hal-hal yang terjadi di luar dugaan. Tapi suatu hari nanti, seiring berjalannya waktu, setelah berdamai dengan keadaan, mungkin kami akan menceritakan kejadian hari ini dengan penuh tawa. 

Posting Komentar

12 Komentar

  1. Wah liburan yg gak habis Fikri ya mas...udah hape ilang, gak bawa baju,ada yg mabok dan muntah,gak kebayang suasananya pasti enggak enak banget,belom lagi kalo sampe rumah istrinya nanyain..koq susah di hubungi udah malem gini?dan rentetan pertanyaan lainnya hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha iya mbak, bener-bener runyam pokoknya, kebanyakan cobaan hari itu.. tapi tetep seru juga sih😁

      Hapus
  2. Sebenernya Mbul pengen simpati pas baca 'kekelabuan' mandi di Onsen ini Pak Guru, tapi gegara baca gaya nulisnya Pak Guru lucu dan medoknya kentara aku jadi agak nahan ngguyu...Semoga Pak Azhar yang hilang hapenya bisa tegar..dan ya aku baca ghibah bapak guru sdit yang ini malah flashback lagi baca buku diary teacher keder yang pas mau kemah itu lho hahahha...itu juga bikin ngguyu deh random banget. Tapi beneran aku tadi ga bayangkan mabok alkohol...kan ga mungkin pak guru sdit mabok alkohol hihihi...Oiya itu tadi yang bikin ngakak sebenernya yang bagian Pak Ivan muntah dengan derasnya...😂 lalu tetiba ada yang bertelanjang dada...jadi kayak lagi baca materi stand up comedy 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbul, bener-bener campur aduk banget rasanya.. udah susah-susah nentuin hari biar bisa kumpul bareng, pas kumpul malah ada tragedi memilukan, tambahin ada yang mabok lagi.. tapi maboknya mabok darat😅

      Hapus
  3. hayoo, liburannya gak pada ngajakin istri ya... hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Habis ini janji deh bakalan ngajakin istri masing-masing😄

      Hapus
  4. Benar-benar kelabu Mas. Ada yang hp nya hilang, ada yang muntah-muntah...
    Pesan saya ganti nama groupnya jangan komplotan ghibah...siapa tahu nama kelompok itu bawa ga berkah...🤣

    Salam,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah.. nama komplotan ghibah ini ada sejarahnya juga Pak.. memang namanya terdengar negatif, tapi aslinya nggak segitunya kok. Semuanya bapak baik-baik😄

      Walaupun yaaa... tetep ada ghibah2nya juga😆

      Hapus
  5. di bagian awal pengen ketawa tertawa tentang kotrak politik dengan istri. Hingga pada akhirnya tidak jadi tertawa, malah ikut merasa pilu dengan apa yang menimpa mas edot dan kawan-kawannya. Mulai dari lupa bawa celana pendek dan kaos, kehilangan hp, muntah dalam perjalanan, hingga kesunyian dalam perjalanan pulang.

    selain itu, aku juga menantikan momen makan duriannya. Biasanya di momen ini itu masing-masing akan merasa hebat ketika bisa menghabiskan banyak durian dibandingkan yang lainnya...hiikkss

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lengkap banget hari itu mas, bener-bener nggak sesuai sama ekspektasi.. akhirnya pulang dengan tertunduk lesu semua. Tapi ya pada akhirnya cerita ini udah bisa diketawain bareng pas lagi kumpul😁

      Hapus
  6. Awalnya antusias baca ceritanya, semakin ketengah kok jadi sedih, menuju puncak gemilang cahaya *eh .. bukan menuju puncak cerita jadi simpati gara-gara hp Pak Azhar hilang di embat maling " gitu ya anggepnya, karena klo beneran jatuh dan ditemu orang, kudunya diangkat terus janjian buat balikin" Itu kalau dunia isinya orang baik semuanya. Kalau ada yang rasa kecut dan pahit ya gini..

    Emang bener restu itu penting, mottonya di next short escape diganti mas "Berangkat kalo pasangan ridho, jangan lupa oleh-oleh pake uang sendiri bukan uang belanja" heheh, biar tidak ada hal-hal yang diluar ekspetasi terjadi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha iyaa yaa mbak, uang sendiri sama uang belanja istri beda soalnya... siaaap😄

      Hapus