Realita Wisuda & Rock N' Roll

Banyak orang bilang, masa-masa setelah wisuda adalah masa yang bikin eneg. Setidaknya hal itu (pernah) berlaku bagi gue dan beberapa temen yang  sehabis wisuda enggak tau mau ngapain. Bahkan mungkin ada beberapa yang lebih ngenes dari gue, sehabis wisuda malah enggak tau jenis kelaminnya apaan.



Dulu gue pikir, wisuda adalah kebahagiaan yang abadi. Manusia jenis mahasiswa, kalo udah ngerasain wisuda itu artinya manusia tersebut sudah diperbolehkan untuk berbangga diri dengan titel yang diperolehnya. Segala beban penderitaan dan kepedihan sebagai anak kos yang harus bertahan di tengah belantara kampus saat akhir bulan dan harus bertahan hidup dengan memakan apa yang ada di sekitarnya, telah berakhir. Kehidupan yang sejahtera sebagai manusia yang sesungguhnya sepertinya telah dimulai.

Tapi, kadang harapan hanya tinggal harapan. Karena ternyata bagi gue wisuda itu enggak beda jauh dengan peribahasa yang berbunyi ‘keluar dari lubang buaya masuk ke mulut raja singa.’ Sama-sama ngenesnya!

Gue dapet kesimpulan itu setelah gue mengalaminya sendiri. Dulu, gue enggak pernah percaya dengan petuah atau nasihat dari manusia-manusia yang udah lebih duluan wisuda daripada gue. Mereka mengatakan, bahwa pedihnya hidup sebagai mahasiswa jauh lebih beruntung dibandingkan pedihnya hidup setelah wisuda. Gue sangat-sangat menentang kata-kata itu. Menurut gue, enggak ada hal yang lebih melegakan selain wisuda, yang menandakan pertempuran dengan skripsi udah berakhir dan itu artinya gue merdeka.
Sampai akhirnya gue wisuda, gue pulang ke kota kelahiran gue dengan menenteng titel S.Pd di belakang nama lengkap gue. Titel sarjana pendidikan dengan elegan berhasil gue dapatkan, sampai belakangan gue sadar dan dengan ikhlas lebih pas menyebutnya sebagai ‘sarjana penuh derita’ atau mungkin ‘sarjana penuh duka.’

Iya, gue mengatakan hal itu jelas beralasan. Dulu gue kira setelah wisuda, gue tinggal cari kerja terus nabung buat naikin haji orang tua bareng Haji Sulam. Tapi kenyataannya, kehidupan setelah wisuda itu tak ubahnya seperti mimpi buruk yang seolah tidak pernah berakhir. setidaknya hal ini berlaku bagi jurusan gue atau mungkin temen-temen fakultas keguruan lainnya yang juga ngerasain hal yang sama kayak gue, bahkan bisa saja lebih pedih. Gue rasa diputusin atau diselingkuhin pacar masih tetep kalah nyesek dibandingin realita yang satu ini.


Padahal konon katanya, jurusan gue, PGSD. Adalah jurusan dengan masa depan yang cerah, banyak abg labil yang sehabis lulus SMA mengincar masuk PGSD. Jaman gue dulu aja, ada sekitar 3000 peminat dan hanya 250 orang yang berhak masuk--salah satunya gue. Dan sampai saat ini, gue juga masih belum tau kenapa gue bisa jadi salah satu anak yang bisa masuk? 

Nah, jurusan yang katanya favorit aja masih banyak mahasiswa yang ngenes, apalagi jurusan lain yang biasa-biasa aja? Gue bukannya mau merendahkan jurusan lain, tapi emang kenyataannya gitu. Sekarang, gak ada yang namanya masa ‘pengabdian’ dihitung di sekolah. Jadi kalo gue dan temen-temen guru lainnya ngajar di sekolah jadi guru honorer, ya udah.. ngajar aja. Enggak ada yang namanya lama mengajar berapa tahun ‘diperhitungkan’. Hasil akhirnya, semua yang punya ijazah calon guru, harus melewati jalur CPNS secara umum, semuanya sama. Gak ada bedanya, entah yang udah sepuluh tahun jadi guru honorer atau baru sebulan jadi guru honorer semua punya kesempatan yang sama untuk memperebutkan kursi di CPNS.

Sekarang biar gue jelasin semuanya tentang realita wisuda & Rock N Roll ini.

Namanya sarjana pendidikan, entah itu guru TK, guru SD, guru mata pelajaran atau guru silat. Hakikatnya mereka kuliah di keguruan, setelah lulus pastinya mereka akan mengajar. Mereka menjadi guru, mereka punya pekerjaan dan mereka bisa nabung buat naikin haji orang tua masing-masing bareng Haji Sulam. Tapi konon katanya, gue denger sih sekarang Haji Sulam udah meninggal. Itu artinya impian mereka yang terakhir gak mungkin direalisasikan. Berarti yang paling mungkin adalah mereka tetap menaikkan haji orang tua tapi enggak bareng Haji Sulam.

Angan-angan yang (masih) indah...

Dan kenyataan yang terjadi setelah wisuda seringnya enggak berjalan seindah itu. Perjuangan setelah wisuda dimulai dari kesadaran pada diri sendiri bahwa ini adalah saatnya ‘menjajakan diri sendiri’ pada sekolah-sekolah atau di tempat lain. 

Bagi mereka yang tidak terlalu terobsesi menjadi guru. Mereka akan memilih pekerjaan lain yang lebih manis dibandingkan menjadi guru. Mereka harus lebih bersemangat menjajakan diri sendiri dengan ijazahnya di beberapa perusahaan atau di mana pun tempat yang mereka anggap layak dengan ijazah yang mereka bawa. Biasanya sih, BANK yang jadi tujuan utama. Gue maklum kenapa mereka lebih memilih buat enggak jadi guru. Alasannya sederhana, guru honorer di Indonesia belum bisa hidup sejahtera.

Di sisi lain, bagi mereka yang bener-bener kepengen jadi guru dan gak peduli dengan gaji yang diterima. Maka mereka akan menjajakan diri ke sekolah-sekolah yang mau menggunakan jasanya... dengan imbalan yang alakadarnya. Iya, jadi guru itu enggak semudah ngupil pake telunjuknya Haji Sulam. Jadi guru honorer itu ngenes, bahkan nilai mereka jauh lebih rendah dibandingkan buruh pabrik atau bahkan karyawan warteg.

Beberapa temen gue yang memilih mengabdikan dirinya untuk menjadi guru karena enggak mau ilmu yang didapat selama kuliah sia-sia, rata-rata per bulannya mereka mendapat gaji 250 ribu sampai 300 ribu. Bayangin aja, ngajar full dari senin sampai sabtu, pagi sampai siang. Dipikir dengan akal gaul pun enggak akan cukup gaji segitu buat hidup. Endingnya emang masih tetep harus ngerepotin orang tua dulu.


Sebenarnya kalo melihat mereka yang memprihatinkan itu, jauh lebih memprihatinkan dibandingkan temen-temen gue yang sampai saat ini masih belum bisa mendapat pekerjaan yang sesuai ijazahnya. Salah satu temen gue, sebut saja Mono. Wisuda bareng gue, IPK sekitar 3,4 dan dia masih saja kesulitan mencari sekolah untuk tempatnya mengajar. Bahkan dia juga pernah mencoba ikutan job fair atau bursa kerja dan belum ada hasilnya.

Dari pengalaman Mono, gue belajar bahwa menjajakan diri itu enggak mudah. 

Jadi kalo sekarang gue denger ada mahasiswa yang berjuang mati-matian buat dapetin IPK sebagus mungkin, gue cuma bisa ketawa. 

Emang mereka enggak salah, tapi mereka juga enggak sepenuhnya benar. Percuma kalo kuliah tujuannya cuma nyari IPK kalo mereka enggak punya skill atau keahlian lain dalam bentuk apapun. Karena saat kita udah bener-bener masuk fase ‘menjajakan diri’ mencari pekerjaan. Enggak cuma gelar, IPK dan kualitas wajah yang diperlukan. Tapi juga skill... percuma punya IPK keren kalo bisanya cuma itu-itu aja. Karena apa? Di luar sana masih ada ratusan atau bahkan ribuan orang dengan IPK keren sekaligus punya keahlian yang keren.

Nih, ada quote dari @shitlicious yang gue suka.
“Dunia kerja kadang nggak butuh orang-orang pandai. Karena di luar sana sudah terlalu banyak orang pandai. Tapi, orang-orang kreatif selalu punya tempat di lapangan kerja manapun. Kreativitas adalah mata uang universal.”

Contoh sederhananya temen gue, Adhy. Dia kuliah enggak pinter-pinter amat. IPK cuma 3,25.. bahasa inggrisnya juga parah banget, nulis ‘death note’ aja jadi ‘date note’, salah abis... kalo dilihat secara akademik, Adhy masih kalah jauh dibandingin lulusan kampus gue yang punya IPK mentereng. Tapi yang menjadi perbedaan antara Adhy dengan yang lain adalah Adhy punya pengalaman organisasi yang lumayan, dan Adhy juga punya skill lain di bidang olahraga, Adhy jago main futsal. Walaupun, yah... enggak jago-jago amat. Setelah wisuda, enggak bisa jadi guru kelas. Adhy sekarang ngajar jadi guru olahraga di salah satu SD swasta kota Semarang. Dan gajinya lumayan, dibandingkan dengan gaji guru honorer di sekolah negeri.

Coba bayangin kalo Adhy cuma punya modal IPK aja tanpa skill lainnya? 

Dari pengalaman temen gue di atas, gue punya pesen buat kalian yang saat ini masih berjuang di tingkat mahasiswa. IPK bukan segalanya bro, elo butuh lebih dari sekedar IPK untuk bisa hidup keren di masyarakat. Elo butuh relasi atau punya banyak kenalan. Dan yang paling penting elo punya pemikiran yang kreatif, punya skill yang keren.

Misal aja nih, enggak jadi guru elo masih bisa buat bisnis kecil-kecilan. Jualan gorengan keliling atau jualan siomay rasa durian. Gak masalah kok, asal elo bisa serius sama hal yang elo kerjakan, yakin aja hasilnya bakal lebih maksimal. Yah.. jangan malu-malu lah intinya, gak usah kebanyakan gengsi. Gue juga udah kepikiran sih mau jual pulsa keliling. Tapi ini lagi nyari modal dulu. 

Oh, iya...
Dan kalo elo belum punya gambaran setelah wisuda mau ngapain? Gue saranin mending jangan lulus dulu, deh... jadi mahasiswa jauh lebih terhormat daripada sarjana pengangguran. Derajat hidup elo di masyarakat bakalan turun jauh, bahkan bisa mendekati level hina. Elo udah siap belum dibilang, ‘LOH! SARJANA MASA’ NGANGGUR!’, kalo secara lahir batin itu bukan masalah yang gede. Ya, gak masalah sih.

Nah... terus gimana dengan gue sendiri? Gue sama kayak temen-temen lain yang lebih memilih untuk enggak jadi guru. Setidaknya untuk sementara waktu. Gue masih belum minat dan masih belum pengen berjuang untuk mencerdaskan generasi negeri ini dengan bayaran yang kalah jauh dibandingkan dengan buruh pabrik dan karyawan warteg.

Untuk saat ini gue pengen kerjaan yang enggak terlalu tegang dan enggak memakan banyak waktu gue. Sebenernya gue sempet ditawarin buat jagain kios cabe kakak gue di pasar, bayarannya enggak beda jauh dengan Adhy yang jadi guru di SD. Tapi gue enggak ngambil kesempatan itu karena gue masih pengen ngeluangin banyak waktu gue buat nulis.

Iya, itu yang jadi alasan buat gue lebih memilih buat jadi penyiar di radio T FM Pemalang. Emang sih, gajinya mungkin masih kalah gede dibandingkan dengan bayaran jaga kios kakak gue di pasar. Tapi di sini gue punya banyak waktu buat nulis, gue juga kerja di bidang yang emang gue suka. Dan gue yakin.. gue bakalan dapet banyak pengalaman selama jadi penyiar.

Lalu apa gue udah ngelupain jadi guru?

Gue bakalan jadi guru, tapi setidaknya bukan sekarang. Gue pengen nyari pengalaman lain dulu yang mungkin suatu saat bisa berguna saat gue udah bener-bener jadi guru. Ya, suatu saat gue juga pengen nikmatin momen deket dengan anak-anak ngajar di sekolah. Dan gue cuma berharap, semoga ‘harga diri’ para guru jauh lebih diperhatikan. Mereka layak mendapat upah yang tinggi. Minimal mereka mendapat gaji setingkat dengan UMR (Upah Minimum Regional) di kota masing-masing.

Untuk saat ini, gue pengen nikmatin kerjaan yang ada dulu sambil terus nulis. Walaupun gue enggak tahu apa aja yang gue tulis.

Jadi setelah ini semoga gue banyak dapet pengalaman absurd sebagai penyiar radio. Dan gue bisa cerita banyak hal di blog ini, enggak galau mulu abis wisuda.

Posting Komentar

44 Komentar

  1. Keren. Asli. Emang bener banyak mahasiswa yang ngejar IPK tinggi smapai rela ngambil SP ngabisin duit biar IPKnya kebantu, tapi mereka lupa skill dan kreativitas jauh lebih penting daripada IPK saat Menjajakan diri.

    Sadis juga upah honorer ditempat lo, ditempat gue, temen gue sih yang honor gajiahnya gak sesadis itu.

    Gue juga gak terlalu ngebet jadi guru untuk sekarang, tapi gak tahu entar. Pengen jadi pembisnis, mau jualan pembalut di depan wc umum, belum ada lagi yang kayak gitu.

    Gue jadi kepikiran, gimana entar kalo gue udah wisuda. Tapi keren tuh lo jaid penyiar radio, meskipun gak sebesar jaga kios tapi lo mau ngambil, biar masih ada waktu buat nulis. Keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. sip.. itu maksud gue, pada akhirnya skill jauh lebih dibutuhkan seandainya banyak saingan di dunia kerja

      tempat lo luar jawa jelas aja taraf hidupnya beda bay

      ntar gue ikut tanam saham ya di tempat elo

      yuhuu.. kadang kita juga harus milih bay

      Hapus
  2. oh sekarang elu jadi penyiar radio Dotz, banyak kok yg bermula dari penyiar radio bisa sukses di media. memang pekerjaan yg ngga sesuai dengan hati itu nyesek bgt. #curhat

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha jadi elo lagi ngalamin kerja di tempat yang gak sesuai? :D

      Hapus
  3. Keren dot.
    Sukses selalu dah, buat lo pokoknya...

    Ibu gue juga adalah seorang guru, dan betapa mulia-nya pekerjaan itu menurut gue :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. sip ngga , thanks ya ..

      gaul banget emang ibu lo ngga :D

      Hapus
  4. Baca ini membuat gue berpikir lebih jauh apa yang bakal gue lakuin setelah wisuda nanti.

    Penyiar Radio? Jalur yang tepat, setidaknya nyambung sama hobi nulis. Kesempatan tuh promo buku :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya elo jangan wisuda dulu kalo gak tau mau ngapain..

      iya Rob, jos emang ini
      lumayanlaah

      Hapus
  5. sebenernya sih ini kaya hidup segan mati tak mau, kuliah ga lulus juga diejek, udah lulus dan belum dapet kerjapun juga diejek.
    Emang bener bang, peluang guru agak susah sekarang, tapi kalo emang mau jadi guru mending ngelamar di swasta deh daripada negri, kakak kostku ada yang cuma digaji 50rb per bulan padahal jarak rumah ke sekolah 40 menitm itu gaji buat beli bensin aja ga cukup.
    Dan intinya sih lebih baik buka lapangan kerja sendiri kalo ada modal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener banget tuh ..
      gue juga setuju, makanya gue lebih suka ngincer yang swasta daripada yang di negeri, tapi itu kakak kost elu... anjir banget lima puluh ribu per bulan dijalanin-____-

      makanya kta juga butuh yang namanya skill

      Hapus
  6. *terinspirasi*
    pokoknya semoga sukses untuk kita semua dah :')

    BalasHapus
  7. Gue juga ngambil keguruan dot, walaupun udah tau realita setelah lulus nanti jalannya masih panjang untuk jadi guru yg punya kehidupan makmur (Cpns, sertifikasi dll) Gue ambil pendidikan ekonomi soalnya ya lebih jelas kerjanya. Kalo gak guru, ya di bank/pegadaian/pajak. Walaupun gak ngebet2 amat karena ngerasa bukan passion gue.

    BalasHapus
    Balasan
    1. emang bener, kalo mikirnya lulus cuma jadi guru bahaya banget..
      elo sih udah banyak bekal buat menghadapi dunia kerja nanti Yog :D

      Hapus
  8. Bener tuh, skill emang perlu banget. Tapi IPK penting juga sih, seenggaknya untuk masuk dunia industri. IPK dijadiin 'gerbang' masuk buat yang pengen masuk industri. Karena beberapa HRD perusahaan melihat IPK dulu sebelum memutuskan untuk melakukan interview.

    BalasHapus
    Balasan
    1. emang ipk penting tapi kalo cuma ngandelin ipk dan gak punya skill lain sama aja..

      Hapus
  9. Enggak seratus persen salah sih. Biasanya yang ngejar IPK bagus tuh nyari beasiswa buat S2, atau ngejar apalah namanya, di samping alasan mempersembahkan yang terbaik untuk orang tua juga:)

    Jadi guru itu memang dilema. Antara mengajar dengan kesejahteraan yang dikejar. Mau jujur atau enggak, ya pastilah pengin dapat gaji besar kalau jadi guru. *curhat:p

    Yang penting kerja itu awalnya niat, doa, usaha. Prestasi tak sepenuhnya karena IPK, pengalaman dan kreativitas memang selalu menjadi alasan yang lebih utama.

    Wah, sekarang jadi penyair radio yah? Ehem, ada yang dengerin enggak ya siarannya?^___^V

    Semangat menembus batas, Dotz. Sesama penyiar radio harus saling menyemangati. Sukses selalu^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya gue juga enggak 100% nyalahin..

      iya itu udah jadi hal yang wajar pengen gaji yang bikin sejahtera

      hahaha menurt ngana?

      yey ternyata Kak Lina juga penyiar radio .. ihiiiiir~

      Hapus
  10. Optimis. adalah kata yang tepat untuk orang yang terlanjur terjerembab kedalam lubang nasib kaya lo bang, yakin ajah selama niat kita baik gue yakin lo akan nemuin kerjaan yang pas.. duh kok gue nyeramahin lo bang. hahaha

    nilai juga penting kok bang, karena dari nilai itulah kita bisa terus maju ngambil sks yang harus diambil.. :)

    semoga lo jadi penyiar radio yang budiman bang, walopun gue tau nama lo edotz bukan budiman

    BalasHapus
    Balasan
    1. gue selalu optimis meski sesekali tercium bau amis dalam tubuh gue Pik
      haha ntar lo juga ngeasain momen2 kayak gue :D

      iya Pik, emang penting.. kata ustadz hariri juga gitu

      oke, sebut saja gue bunga

      Hapus
  11. eh tumben postingan edo seriuuzzz biasanya ngelantur ngocol hahaha.

    fenomena wolcome to the jungle after graduation yach..
    *sok english aye naon

    sekarang lo jd penyiar radio? weh gak apa2... tmen gw juga ada dlu susah dapet kerja yg pas, trus milih cari pengalaman jd penyiar radio hampir setaun, eh skrg dah mapan...

    bneeerrrr yang lo bilang.
    realita guru ngenes amat gajinya do!
    gw sangat sangat meng iya kan!
    di negeri tu cuma 250-300 rebu guru honor.
    gedean pendapatan jaga kios cabe di pasar ya do :-(

    belom lagi kesenjangan anatara guru PNS dan honorer yang kata tmen2 gw , kesenjangan itu sukses bikin minder, alhmdlh gw blm prnh mengalami :-D

    tmen2 almamater gw di UNY banyakan alih profesi jd pegawe bank.
    sekretaris. admin perusahaan dll...
    ada yg nikah ma pengusaha juga, milih gak ngajar, jd ibu Rumah tangga.
    klo pun jd guru, ya guru swasta.
    edo napa gak di swasta aja...kapan2 klo da peluang ngelamar aja.
    gak hrs di pemalang kan? semarang ato mana gt :-D merantau.

    trus bljr buat CPNS do.
    taon ni ada lg lho.
    kuota PGSD melimpah ruah kok. semangat!
    semoga keberhasilan menyertai kita semua
    amien

    BalasHapus
    Balasan
    1. kan lagi masa transisi jadi pengen sesekali serius haha

      haha moga gue lebih berhasil dari temen elu yang itu ya Na.

      sekarang gaji segitu kapan kita bisa naik haji :( makanya itu.. haha berarti elo sekarang udah sukses donk ,, ciyeee

      entar tahun ajaran baru gue mau masukin lamaran pekerjaan ke SD Swasta, sekarang enggak dulu deh ..

      Iya tahun ini ada cpns lagi moga bisa jodoh hahaha

      Hapus
  12. ih serius kok gadak komennya -_- zzzzz :-L

    tapi intinya ini postingan ngena banget.. apalagi buat aku sendiri, yang terobsesi emang ya sama yang namanya ipk, sebenarnya sih meskipun ikp 5, sekalipun tapi gadak skill ya sama aja sih.. tapi tetap aja, ipk yang sering ditanya, contoh ama teman "IP lu berapa?" nahh.. ga ada yang nanya, skill lu apa gitu -_-

    BalasHapus
    Balasan
    1. ipk juga perlu tapi jangan sampai ngelupain segalanya aja sih.
      kalimat terakhir bener banget. iyaa -__-

      Hapus
  13. iya, makanya gue nggak mau berakhir menjadi guru honorer..okelah dibilang itu adalah awal karir menjadi guru, tapi itu awal tanpa akhir karena konon katana buat bisa diangkat mnjadi PNS kita harus bakti apa namanya kek gitu honorer selama 5 tahun. mau dipikir karo ngedan ato nunggu ember kebak tetep nggak masuk akal kan yak...ahh, makanya gue nggak ngambil jalan itu. terlalu tertatih tatih...
    wah, lu jadi penyiar yakkk, masih medok nggak Dotz gaya bicaramuuu?? hehehehehehe....bagus bagusss, tingkatkan!! akhirnya lu belum mau yak jadi guru SD yakkk...udah, jadi pengusaha ajeee

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahahaha awal tanpa akhir, sekarang udah enggak ada namanya masa pengabdian Mey.. semuanya pake jalur umum..

      haha gue siarannya aja campursari, gimana enggak medok

      iya pengusaha ntar ah, pengusaha pulsa keliling haha

      Hapus
  14. Ia ya.. tumben tulisannya serius banget.. aku doain yang terbaik aja ya buat kamuh hehehe

    BalasHapus
  15. ini masukan banget bang, buat mahasiswa yg lagi mati matian ngelewatin fase ini. terutama bocil. yang baru memulai...
    bang edot, ngebuka mata bocil nih. "jadi kalo sekarang gue denger ada mahasiswa yang berjuang mati-matian buat dapetin IPK sebagus mungkin, gue cuma bisa ketawa."

    iya sih percuma IP tinggi kalo gak ada skill. aaaaaaak bang edot bocil kayaknya harus lebih aktif nih di kampus. gak boleh jadi mahasiswa kupu-kupu:(
    nyesel gak ikut organisasi :(

    makasih makasih banyak bang :")))))))))))))))))))
    eh iya, semoga dapet banyak pegalaman jadi penyiar radio dengan suara khas mu itu ya bang;) semoga suatu saat nanti bisa jadi guru yang nyenengin ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe iya Cil, IP tinggi emang perlu tapi kalo kenyataan di lapangan beda.. jatuhnya malah bingung gak tau mau ngapain.. coba kalo punya skill lain, bisa kan sambil nyari pekerjaan juga ada yang bisa dikerjain

      hhahaha suara yang khas -_-
      siiip... amin! thanks Cil :)

      Hapus
  16. tunggu tunggu.. buat yg mahasiswa jangan lulus dulu, lah terus jadi mahasiswa abadi dong bang ? -___-

    bener banget nih, yah walopun belum ngerasain fase nganggur setelah lulus itu tapi kebanyaan sih emang gitu..

    semoga sukses semuanya deh yaa ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. mahasiswa abdi jadi banyak temennya, adil kan...

      iya, emang gitu.
      sip thanks ya!

      Hapus
  17. Emang bang, titel nggak jamin bisa dapat kerja. Sekarang semua tergantung gimana niat kita lagi buat dapat kerja.

    Keren tuh jadi penyiar radio, jadwal padat itu yang bisa dijadikan pegangan buat cari kerja kedepannya. Sukses bang. Oh ya semutnya bikin aku megang layar tadi hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. sip, tjakep kata2 lo.

      sama semut aja ketipu gimana kamu mau ngejagain cewek elo dari para penipu hati

      Hapus
  18. sama..enyong juga bingung. kadang mau jadi guru mikir kesejahteraannya gimana, istri makannya apa, anak sekolahnya gimana (mikirnya udah kejauhan banget ya). tapi kalau gak mau jadi guru, kenapa ane ngambil keguruan dan hampir lulus yah?

    jujur enyong be tesih galau mas, bar lulus pan apa.

    penyiar? keren. asline aku juga pengein jadi penyiar mas. mbuh raine elek apa elek nemen, tetep dirungokna. semoga sukses mas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. makanya juga harus punya skill lain buat antisipasi kalo enggak jadi guru..
      itu sih terserah elu aja deh..

      brarti ora usah lulus ndisit Tom

      nah kue, pas nggo aku sing rada rada elek dadine ura usah go publik
      okehsip thanks

      Hapus
  19. Yah intinya IPK itu sebenarnya ngga terlalu berpengaruh. Ia hanya menjadi pintu gerbang aja. Selanjutnya, ya skoft skill dari masnig-masing individu. Btw, FGSD itu kepanjangannya apa ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iyak sip ..
      skill dari individu yang ntar punya pengaruh juga buat bisa eksis di masyarakat

      PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) hehe

      Hapus
  20. bro gimana kabar? hheheheh :3
    sekarang jadi penyiar nih.

    masalah IPK gue udah pernah mikir tentang hal itu. IPK gak ada hubungannya tentang pekerjaan kita. apalagi nih ya yang pada bangga udah kuliah di luar negri atau univ ternama yang namanya kerja itu tergantung skill individual. percuma kuliah di univ ternama tapi orangnya "gitu-gitu aja" iya gak?



    BalasHapus
    Balasan
    1. kabar baik bro, kabar lu gimana ?
      iye broo

      bener! skill di laur akademik juga penting banget buat ke depannya. Nice!

      Hapus
  21. Jadi alasan banyak mahasiswa abadi itu karena kamu bang?
    Dengan memegang teguh "Aku belum tau gimana gambaran setelah wisuda nanti"
    Kira-kira ada kaitan nya nasib gak ya??

    Well aku gak pernah ngejer IPK sih. Tapi setidaknya jangan pula IPK di bawah 3 kan yaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. jangan nyalahin gue :(
      sebenernya ada sih.. lama lulus karena faktor kekhawatiran jadi penganguran

      iya, maksud gue intinya punya skill lain aja jangan ngandelin IPK aja

      Hapus