Ngomelin Puncak Nasi Tumpeng - Fico Fachriza


Yaaap... Akhirnya bisa nulis lagi rubrik #Ngomel (Ngomongin Novel) di blog ini, dan kali ini yang mau saya omongin adalah bukunya Fico Fachriza yang kedua berjudul Puncak Nasi Tumpeng.

Buku ini sebenarnya udah lumayan lama berlalu lalang dalam kehidupan saya, namun waktu itu saya belum tergerak untuk membeli buku ini karena memang sepertinya kurang heboh kasak-kusuknya. Entah karena memang nasib novel genre komedi yang sedang lesu atau karena memang novelnya yang biasa saja.

Sampai suatu hari, mendadak kerinduan saya akan novel-novel komedi memuncak dan sepertinya harus dituntaskan. Maka, saya mulai bergerilya mencari referensi novel komedi yang baru pada terbit.

Mencari novel komedi di era bajak laut seperti sekarang ini ternyata lumayan susah juga, mungkin karena novel genre komedi sepertinya sudah tidak terlalu dilirik sama sekali oleh penerbit. Akhirnya, setelah hampir nyerah.. saya kepikiran sama novelnya Fico yang satu ini.

Waktu itu saya sempet mau beli lewat online di Bukalapak. Apesnya, yang jual buku ini udah mulai jarang banget. Sempat nemu satu seller yang masih punya stoknya, tapi harus terganjal oleh ongkir yang pilihannya cuma ada JNE dan lumayan mahal sekitar 27.000 rupiah.

Buat kalian yang sering belanja di Bukalapak pasti tahu kalau ekspedisi JNE cuma ada pilihan REG nggak ada yang OKE. Maka, saya pun mengurungkan niat karena rasanya sayang untuk beli satu buku harus ngeluarin ongkir yang menurut saya lumayan.

Untungnya, akhir pekan kemudian saya sama istri ada niatan pergi ke kota Tegal. Maka, saya pun sengaja nyempetin mampir ke Gramedia Rita Mall dan nemu Puncak Nasi Tumpeng ini teronggok di rak kedua paling bawah. Kalau nggak membungkuk dan menajamkan penglihatan, niscaya buku ini sulit dilihat untuk mata manusia biasa karena beretumpuk dengan buku lainnya yang berwarna-warni.

Ekspektasi saya untuk buku ini memang lumayan tinggi, setidaknya bisa mengembalikan saya pada masa di mana novel genre komedi berjaya luar biasa, masa di mana yang namanya kumpulan tweet saja bisa jadi buku. Walaupun saya tahu buku semacam itu nggak lucu, setidaknya banyak novel genre komedi berkualitas yang menguasai rak buku di setiap gramedia.

Puncak Nasi Tumpeng ini masih diterbitkan sama penerbit bukune, yang akhirnya juga harus menyerah untuk menerbitkan novel-novel komedi dan berpindah ke genre lain. Novel Fico ini mungkin salah satu pengecualian, ya.

Seperti novel komedi terbitan bukune pendahulunya. Buku ini tidak ada daftar isinya, sepertinya kita memang diminta untuk menikmati setiap lembar demi lembar semacam biar surprise gitu. Yang kedua, tentu saja pembatas buku tidak hadir dalam novel ini. Mungkin sepele sih, tapi tetap saja ini penting. Masa iya sih, nyelipin pembatas buku saja Bukune jadi penuh perhitungan gini.

Buku ini dibuka dengan bab Bumi Itu Bulat, bercerita tentang Fico yang tadinya bukan siapa-siapa dan sering dijulidin sama Ibu-Ibu komplek sebagai anak yang tidak berguna, mendadak penilaiannya berubah sejak ikut SUCI 3 di KompasTV.

Kisah Fico selama ikut SUCI 3 diceritain di sini yang di dalamnya ada juga tentang celetukan Arie Kriting yang seolah bisa membaca masa depan.

Bab Kedua, berjudul Jalan-Jalan Itu Nagih. Bab ini nyeritain tentang Fico sesudah kelar ikutan SUCI 3 dan dapet program The Tour Suci 3 di mana semua finalis harus ikut. Sayangnya, ini jadi masalah buat Fico yang nggak bisa lama-lama ninggalin rumah. Takut jadi kangen berat sama rumah dan seisinya.

Seperti novel genre komedi kebanyakan, tentu saja akan lebih afdol kalau di dalamnya juga diisi dengan kisah cinta penulisnya. Nah, buku ini pun begitu, di bab keempat yang berjudul Cinta Itu Luka. Fico nyeritain tentang dirinya yang deket sama cewek SMP. Iya, SMP! Unik banget. Tapi entah teteknya udah tumbuh apa belum, ya. Saya malah kepikiran jangan-jangan waktu itu teteknya malah masih gedean punya Fico, haha ...

 Tapi untung ketemuanya bukan sama cewek SD, ya.. :D

Dalam bab ini, Fico ngerasa nyambung banget sama cewek SMP yang bernama Acha, yang menurutnya adalah orang yang tepat untuk diajak ngobrol apa adanya, nggak perlu sampai sok hebat segala. Benar-benar sebuah hubungan yang sangat mulus tanpa terkendala apa pun.

Sampai pada akhirnya, suatu hal terjadi, dan...baca sendiri deh, ya biar lebih afdol dan nggak spoiler juga.

Skip langsung ke bab tujuh yang berjudul Dunia Itu Fana, Begitu Juga Cinta. Fico ceritanya kenal sama seorang cewek di Twitter yang biasa dipanggil Elga. Setelah melalui proses berbalas mention dan berlanjut DM. Mereka akhirnya tuker-tukeran nomor HP dan tentu saja ngerasa nyambung banget ngobrolnya.

Setiap hari mereka berdua jadi sering curhat dan Fico bener-bener kesengsem sampai merasa dia dilahirkan di bumi ini hanya untuk menjaga Elga. Nah, buat kalian yang berpikir suatu saat mau baca buku ini. Paragraf selanjutnya sebaiknya diskip ya. Karena khusus bab ini sepertinya saya mau berbagi spoiler, ya tapi nggak sampai keterlaluan sih. Soalnya kalau nggak salah dulu saya pernah baca twitnya @shitlicious yang bahas masalah di bab ini.

Jadi, kehidupan Elga ini ternyata memprihatinkan banget. Sudah nikah, dan jadi korban KDRT sama suaminya. Bahkan Elga pernah didorong suaminya jadi kepentok meja, berdarah dan kandungannya jadi sampai keguguran.

Fico yang denger cerita ini jadi semakin mantap untuk menyerahkan dirinya menjaga Elga dari kerasnya dunia ini. Sampai akhirnya, Fico dan Elga ini resmi pacaran. Bahkan Fico sampai mendeklarasikan hubungannya dengan Elga di Twitter dengan hashtag #ficopunyapacar yang bahkan sampai trending.

Sampai pada suatu hari, Alitt (@shitlicious) menyadarkan Fico bahwa semua ini adalah fana. Seperti kata biksu yang doyan travelling bareng muridnya, Tong Sam Chong bahwa kosong adalah isi, isi adalah kosong. Ternyata Elga sebenarnya nggak ada. Fico sempat tidak percaya, namun setelah ditunjukin sama Alitt, Fico baru sadar kalau ternyata selama ini Elga yang setiap hari diajak ngobrol dan cerita ini itu ternyata entah seperti apa, yang jelas bukan seperti yang ada dalam ava di Twitternya. Ya, Elga ini ternyata akun bodong.

Kata-kata “Hahaha! Guoblokkkk!” yang diucapkan Alitt ke Fico ini, sepertinya mewakili para pembaca buku ini yang tentu juga ingin ngatain Fico. Ya, gimana, ya... masa iya Fico bisa ngobrol banyak hal dan akhirnya pacaran ternyata belum pernah ketemu di dunia asli. Heran banget asli, deh.

Bab sembilan ceritanya nyambung ke bab sepuluh yang berjudul Puncak Itu Tinggi Sekali. Berawal dari Fico yang ngerasa hidupnya datar banget seperti berada di puncak titik jenuh. Fico ngerasa perlu ngelakuin hal yang belum pernah lakuin, dan itu adalah naik gunung bareng temennya Bibir dan Jepoy.

Mereka berdua adalah sahabat Fico dari jaman SMP yang sempat berjauhan karena kesibukan pekerjaan masing-masing. Setelah melalui proses yang ribet dan berbeit-belit itu, akhirnya rencana mereka bertiga nggak hanya sekedar jadi wacana.

Mereka bertiga mantap untuk naik gunung di gunung Merbabu. Suka duka tiga orang ini diceritain lengkap mulai dari naik sampai turun, yang akhirnya membuat Fico sadar kalau Bibir dan Jepoy ini adalah sahabat terbaiknya yang bener-bener bisa diandalkan.

*** 

Kalau melihat genrenya yang komedi, seharusnya buku ini sukses membuat saya tertawa atau minimal membuat saya cengengesan. Sayangnya, buku ini gagal untuk menunaikan tugasnya. Bisa dibilang Fico masih belum sanggup untuk membuat tulisan selucu saat dia Stand Up Comedy.

Di dalam buku ini ada beberapa bab yang menurut saya bahkan rasanya datar banget. Lucu enggak, sedih enggak, keren enggak, jelek juga enggak. Ya, biasa banget lah. Saya bahkan butuh berhari-hari untuk menyelesaikan novel ini.

Untuk penggunaan judul Puncak Nasi Tumpeng juga menurut saya agak terlalu memaksakan. Analogi yang digunakan untuk menghubungkan makna cerita di bab terakhir dengan puncak nasi tumpeng saya rasa terlalu biasa, nggak mengena. Mungkin judul Puncak Nasi Tumpeng ini dipakai karena Fico ingin mempertahankan ciri khas dalam setiap bukunya yaitu yang berbau makanan, seperti halnya Raditya Dika yang judul bukunya selalu diambil dari nama hewan.

Walaupun begitu, buku ini tidak bisa dibilang mengecewakan. Secara tidak langsung, buku ini juga membuat saya banyak belajar dari kisah-kisah Fico. Banyak juga hal positif yang bisa diambil dari setiap bab di buku ini.

Jadi, walaupun buku ini tidak begitu lucu. Saya tidak merasa menyesal sudah membeli buku ini. Seandainya nanti Fico menerbitkan buku lagi pun, saya tidak kapok untuk membelinya.

Posting Komentar

4 Komentar

  1. akhirnya bisa baca tulisan blog lu lagi, bang.
    BE sempet rame loh, tiga hari kemarin. hahaha

    gue malah baru tau, klo sekarang buku yang bergenre komedi udah jarang peminatnya. sekarang lebih suka bacaan motivasi atau yg menginspirasi gitu ya? ehe
    gue malah baru tau kalo si fico pernah ngerasain jadian sama pacar jadi-jadian gitu. gue terakhir tau itu kasusnya si bayu skak yang ada di youtubenya. mungkin tiga tahun yang lalu.

    lu sendiri belom bikin baru lagi nih, bang?

    BalasHapus
  2. Bang gua kangen gaya nulis lu yang dulu, kalo yang ini terlalu santun dan kebapakan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Percaaya deh, gue bener2 kehilangan cara nulis biar mengalir kayak dulu :(

      Hapus