Tiba-Tiba Ngomongin Guru Penggerak

Rasanya udah lama banget saya nggak nulis di blog ini. Setiap ngerasa ada kesibukan, saya pasti susah buat membagi waktu, padahal sebenernya ‘kesibukan’ itu juga nggak bener-bener sibuk banget.

Belakangan ini saya memang lagi ikut yang namanya kegiatan pendidikan guru penggerak karena emang pengen belajar lebih banyak lagi jadi seorang guru yang ‘bener’. Lama pendidikannya selama enam bulan lebih. Sebenernya nggak seberat Pendidikan Profesi Guru juga yang ‘cuma’ tiga bulan, tapi tiap hari harus selalu stand by di depan laptop berjam-jam karena sistemnya daring, bahkan mesti ninggalin anak-anak di kelas. Lalu langsung dilanjut buat ngerjain tugas. 


Saya pernah ada di titik stres ngikutin PPG ini. Waktu tatap muka daring yang begitu panjang, tugas yang deadline-nya pendek ditambah lingkungan sekolah yang waktu itu nggak terlalu mendukung. 


Pendidikan Guru Penggerak ini dalam seminggu palingan cuma dua kali tatap muka via Google Meet, itu pun nggak setiap minggu ada. Selanjutnya ada tugas mandiri, yang referensi tugasnya udah banyak banget ada di Youtube.


Lalu sebulan sekali ada yang namanya Lokakarya, di mana seluruh guru yang ikutan pendidikan guru penggerak ini bakalan dikumpulin di sebuah sekolah dan dikasih materi dari pagi sampai sore.


Kelihatannya memang bakal melelahkan, apalagi biasanya setiap lokakarnya jatuhnya di hari Minggu. Hari yang seharusnya bisa dipakai buat rebahan, malah dipakai buat kegiatan yang tahu-tahu pas udah selesai, besoknya udah mau Senin lagi aja.


Sampai saat ini saya udah dua kali mengikuti lokakarya, yang pertama ada lokakarya O atau orientasi. Lokakarya ini jatuhnya pas di bulan puasa kemarin. Ngantuk, laper, pengen rebahan bercampur jadi satu di hari itu. 


Sebenernya acaranya sih menyenangkan, bisa ketemu langsung sama teman satu kelompok yang selama ini ketemunya cuma via Google Meet, bisa ketemu guru dari sekolah lain juga. Tapi karena emang lagi puasa, tenggorokan kering jadi bikin nggak bisa heboh ikutan kegiatannya. Setidaknya hari itu, pulangnya terasa lebih sumringah lagi karena dapet kaos dan juga uang saku tunai yang nominalnya lumayan.


Sebulan kemudian, saya harus merelakan lagi hari Minggunya dipakai untuk mengikuti kegiatan lokakarya satu. Karena bukan pas bulan puasa, kegiatan hari itu berjalan dengan lebih ‘berenergi’. Bisa ketawa-ketawa seharian sampe pipi pegel, ketemu dengan guru-guru baru dari kelompok lain. Dan nggak terasa, acara hari itu udah selesai sekitar pukul empat sore. Yang beberapa hari kemudian, uang saku kegiatan juga cair ke rekening dengan nominal dua kali lipat lebih banyak dari lokakarya orientasi.



Sebenernya bisa sih pulang-pulang sok-sokan ngeluh, “Duuuh.. capek banget hari ini kegiatannya sampe sore, mana besoknya udah Senin lagi aja…”


Tapi kalau ngeliat perjuangan guru-guru lainnya yang pulang ke rumahnya masih butuh waktu satu sampai dua jam lagi atau bahkan lebih. Saya jadi nggak enak sendiri. Sebagai guru yang tinggalnya di tengah kota–meskipun kota kecil. Saya diuntungkan jarak dari rumah ke lokasi palingan cuma sepuluh menitan.


Bandingkan dengan guru-guru yang berasal dari kecamatan lain, yang paling ujung, atau malah dekat daerah pegunungan. Setelah kegiatan selesai, sepuluh menit kemudian mereka nggak bisa langsung rebahan seperti saya. Masih ada sekitar 110 menit lagi yang harus mereka tempuh untuk bisa sampai ke rumah, bahkan ada yang bisa lebih lama lagi sampai rumahnya.


Sebenernya banyak yang nggak suka juga sama program pendidikan guru penggerak ini meskipun sesama guru. Kalau diomongin di sini kayaknya bakalan panjang, jadi mungkin kalau saya niat, saya mau nulis di postingan tersendiri tentang guru penggerak yang nggak disukai sama orang-orang sesama guru itu sendiri. Tapi kalau nggak niat ya udahlah, ya…

 

Jadi sebenernya guru penggerak ini tujuannya mau membentuk guru yang seperti apa? Ya intinya membentuk guru yang bisa menerapkan filosofi pendidikan seperti yang dimiliki Ki Hajar Dewantara. Di mana guru harus bisa ngerti banget sama kondisi siswa, dan nggak boleh langsung menyalahkan siswa kalau ada kesalahan. Selain itu, guru penggerak ini juga diminta untuk bisa menggerakkan komunitas praktisi di sekolahnya dengan visi yang cemerlang. Dan entah apa lagi karena saya juga baru dua bulanan ikut kegiatan ini.


Walaupun ya.. tujuan yang bagus ini tetep aja ada yang mencibir karena ada guru yang lulus pendidikan guru penggerak tapi kelakuannya masih biasa-biasa aja, masih ada aja yang suka ninggalin siswanya di kelas, ada juga yang jadi ngerasa superior karena lulusan guru penggerak. 


Ya.. sebenernya semua itu balik lagi ke diri sendiri sih, guru-guru yang udah pada lulus pendidikan guru penggerak dan jadi guru yang ‘bener’ dan bisa menggerakkan sekolahnya juga pasti banyak. 


Btw, di postingan ini tadinya saya sama sekali nggak ada niatan mau nulis tentang guru penggerak. Tapi eh… pas ngomongin masalah kesibukan malah jadi panjang ngomonginnya. Yaudah…  postingan yang udah saya rencanakan bakal saya tulis lagi di postingan selanjutnya. Kalau ada niat. 

Posting Komentar

5 Komentar

  1. Apapun kegiatannya, uang saku memang selalu menjadi prioritas utama. Hahaha
    Btw, kakak saya yang guru SD pun sering ikut berbagai macam kegiatan yang lebih kurang seperti ini mas!

    BalasHapus
  2. Semoga guru-guru tetap bersemangat menjalankan perannya sebagai guru penggerak. Kemudian lingkungan sekolah juga mendukung program ini.

    Tujuan program ini bagus, tapi akan lebih bagus lagi kalau bisa diterapkan secara maksimal di sekolah-sekolah.

    Ditunggu tentang cerita ketidaksukaan guru dalam program guru penggerak ini, mas edot.

    BalasHapus
  3. Saya kira yang ada istilah penggerak itu ibu"PKK mas 😄ternyata guru pun gitu ya.. filosofi nya kepingin seperti Ki Hajar Dewantara,ayoo semangat pak guru..cayoo

    BalasHapus
  4. Semangat, Mas Edot adlah salah satu guru favorit yang yang bersedia bawa perubaan untuk pendidikan di dunia wakanda ini mas. Semngat terus yo mas.

    BalasHapus
  5. Kompak kaosnya dan fotonya juga sangat trendy. Cocok dengan istilah penggerak karena sesuai dengan trend jaman ya mas. Semangat

    BalasHapus