Selasa, Mei 25, 2021

Review Boneka Sandya - Kisah Cowok yang Dititipin Boneka, tapi Bonekanya Serem

Mei 25, 2021

Sepertinya udah lumayan lama saya nggak nulis di blog ini. Ya.. bukan karena kesibukan sih, tapi kayaknya emang lagi nggak mood aja buat ngeblog. Padahal kehidupan sehari-hari saya juga diisi dengan hal-hal yang nggak berguna, seharian megang HP cuma buat scroll timeline sosial media, buka aplikasi, pindah ke aplikasi lain, buka lagi, pindah lagi. Kayak gitu seterusnya.


Btw, kali ini saya mau ngomongin buku yang baru beberapa hari lalu saya beli di Gramedia Rita Mall, Tegal... dan tanpa diskon.


Ya.. setelah muter-muter hampir setengah jam kira-kira mau beli buku yang mana, akhirnya saya mantap juga buat beli buku Boneka Sandya karya Eve Shi ini. Jujur saya, udah sempet pengen beli buku ini sebulan yang lalu, tapi entah kenapa akhirnya saya lebih memilih novel horror Anjana buat dibawa pulang.


Boneka Sandya ini karena dari blurb-nya kelihatan bagus, penulisnya juga udah teruji beberapa kali nulis novel horror. Walaupun ya... saya nggak terlalu puas sama novel Eve Shi yang ‘Unforgiven’ dan ‘Lost’ karena terlalu ‘remaja’ banget. Boneka Sandya ini kayaknya bagus karena settingnya bukan anak sekolahan. Oh iya, pertimbangan yang paling penting juga harganya lumayan terjangkau, 60 ribu rupiah. Harga yang wajar dan nggak nyesek-nyesek amat dibayar tanpa diskon.


Nah, berikut data buku tentang Boneka Sandya ini:


Penulis : Eve Shi
Penerbit : Elex Media Komputindo
ISBN : 9786230007828
Ukuran : 19,5 x 12,5 cm
Tebal : 224 Halaman
Soft Cover
Harga : 60.000

##

BLURB:

Maukah kamu mendengar kisah tentang boneka-boneka hidup?

Aku tinggal bersama mereka sejak kecil. Ada yang senang berbuat iseng, dan ada yang menolongku. Ada pula yang pernah membunuh manusia. Aku menjalani hidupku dengan wajar, bersekolah dan bekerja. Sampai akhirnya aku harus mengurus boneka-boneka itu seorang diri.
Lalu, jika mereka tak suka padaku dan menyerangku, sanggupkah aku melawan?

 

 ⧭⧭


Buku ini menceritakan tentang seorang anak berusia delapan tahun bernama Aris. Karena sejak kecil Aris sering sakit-sakitan, seperti umumnya orang jawa, bapaknya pun berinisiatif mengganti nama anaknya dengan harapan anaknya jadi lebih sehat dan nggak sakit-sakitan. Bapak mengganti nama Aris menjadi Sandya.


Bapak Aris kerja sebagai kuli di proyek jalan tol dan pulangnya jam tujuh malam. Sementara ibunya sudah lima tahun pergi jadi TKI dan nggak ada kabar. Warga desa menduga ibunya ditelantarkan oleh pihak yang membawanya sehingga sampai sekarang nggak jelas ada dimana keberadaannya.


Sandya hidup di rumah bangunan kayu bersama bapaknya. Hidup dengan ala kadarnya, bapak pulang kerja jam tujuh malam. Bapak memberi uang untuk hidup sehari-hari dengan pas-pasan, Sandya memijit badan bapak yang pegal dan besoknya bapak kerja lagi, begitu seterusnya.


Sampai suatu hari, Mama datang ke rumah Sandya saat Sandya sedang termangu di dekat mayat. Mayat itu adalah orang yang membunuh bapak Sandya karena menagih hutang. Bapak Sandya memang terlilit hutang karena Bapak sering bermain judi di rumah Kartolo berharap bapak bisa menang dan dapat uang yang bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sayangnya, bapak lebih sering kalah. Jadi bapak lebih banyak berhutang.


Mayat tadi bisa ada di rumah Sandya, karena orang ini melihat Sandya memergoki orang ini membunuh bapaknya di sebuah perkebunan. Ketika orang ini mau menghabisi Sandya di rumahnya, ternyata Sandya lebih cekatan dan berhasil membunuh orang ini lebih dulu.


Sementara itu, orang yang disebut Mama, tanpa diduga, berniat melindungi Sandya agar tidak ditangkap polisi dan menyusun skenario agar kematian orang ini dicap bunuh diri. Selanjutnya Mama berniat mengadopsi Sandya yang sekarang sudah menjadi sebatang kara.


Profesi Mama adalah penjual boneka. Hal yang wajar ketika Sandya melihat ada banyak boneka di rumah Mama. Dan tentu saja, beberapa boneka di rumah ini bukanlah boneka biasa. Tapi boneka yang usil, bisa ketawa bahkan ada yang bisa mencelakai orang.


Mama mengadopsi Sandya dengan tujuan agar Sandya kelak membantu mengurus boneka Mama. Maka dari itu, Sandya akan disekolahkan dengan layak sampai kuliah dan kerja, sampai akhirnya Sandya harus menerima tugas untuk menjaga boneka yang ada di dalam rak lemari, yang nggak boleh dibuka sembarangan.


Selama proses menuju dewasa, Sandya mengetahui dari Mama sendiri kalau boneka yang Mama jual bukanlah boneka biasa, tapi boneka yang bisa mencelakai orang. Sandya juga tahu resiko yang harus ia terima kelak, ketika tugas sebagai penjaga boneka harus dilakukannya. Resiko yang sangat berat dan kalian bisa tahu kalau baca sendiri bukunya.


Sandya akhirnya lulus kuliah dan kerja di Jakarta sebagai editor. Sandya mengontrak sebuah rumah dan saat itu tugas menjaga boneka juga sudah diterimanya. Sementara Mama, pergi jauh entah kemana karena harus mengejar boneka lain yang jahat dan usil.


Di tempat kerja, Sandya sebelahan sama cewek bernama Renata, rekan kerjanya, yang pada akhirnya bikin Sandya pengen bilang sayang tapi galau karena Sandya tahu kalau dia sedang bersiap menerima resiko besar karena menjadi penjaga boneka Mama.


Nantinya, Sandya akan bertemu dengan Bu Dewi yang kepo banget pengen tahu keberadaan Mama karena dulu Mama dituduh telah berbuat sesuatu yang buruk kepada kakaknya. Bu Dewi semacam ingin balas dendam. Dan ternyata disinilah letak konlik sebenarnya. Sandya dan Bu Dewi.


🔖🔖


Saya kira buku ini akan lebih banyak bercerita bagaimana Sandya berhadapan dengan keusilan atau kejahatan para boneka dari Mama. Tapi ternyata, konflik utamanya Sandya harus berhadapan dengan Bu Dewi dan orang-orang suruhannya yang pengen memata-matai Sandya dan balas dendam.


Kalau dibilang serem, buku ini menurut saya sih nggak serem. Tapi lebih ke bikin deg-degan dan cukup menegangkan. Waktu peti mati boneka di rumah Sandya tiba-tiba udah terbuka, waktu rumah Sandya seperti ada yang mengawasi, dan beberapa kejadian lainnya. Buku ini juga berhasil membuat saya tetap fokus membaca sampai selesai, maksudnya nggak bikin saya kelamaan nunda-nunda bacanya sampai berhari-hari. Saya menikmati membaca buku ini, sama sekali nggak jadi beban buat menyelesaikan membacanya.


Secara keseluruhan sih intinya buku ini bercerita tentang boneka yang punya kekuatan bisa mencelakai manusia dan Sandya harus memastikan kalau boneka ini nggak sampai bebas berkeliaran.


Jadi, apakah buku ini recommended?


Kalau buat saya sih, iya. Buku ini cocok buat kalian yang suka baca horror tapi nggak pengen yang serem-serem banget. Saya juga nggak sampai nyesel beli buku ini dengan harga normal tanpa diskon. 😁


Rabu, Mei 12, 2021

Ramadan Kali Ini

Mei 12, 2021

Alhamdulillah.. saya bisa melalui ramadan kali ini dengan lancar dan sekeluarga masih diberi kesehatan.


Tahun ini saya melalui ramadan pertama kalinya sebagai guru SD negeri yang ngajar kelas enam. Di awal-awal puasa saya harus ngurusin ujian sekolah anak-anak di sekolah yang sebenarnya cuma semacam formalitas saja karena selama setahun ke belakang anak-anak belajarnya via daring.


Tahun ini juga pertama kalinya saya melewati ramadan sebagai seorang CPNS yang baru dinas sekitar empat bulanan dan alhamdulillah ini pertama kalinya juga saya dapat THR yang tentu saja sekedar numpang lewat karena ujung-ujungnya dipakai buat ngirim sodara dan salam tempel ponakan pas lebaran nanti.. 😁


Puasa kali ini saya juga jarang ngerasain laper, tapi kalau haus... uuuh, jangan ditanya, mulut rasanya kering banget. Kalau siang pulang sekolah ngeliat ada orang jualan es, entah itu es buah, es capcin atau es apapun itu.. kadar kenikmatannya langsung naik drastis dan saya cuma bisa menelan ludah sambil memikirkan rencana balas dendam pas buka puasa nanti mau minum es sebanyak-banyaknya.


Kegiatan saya selama ramadan ini juga palingan pagi berangkat ke sekolah walaupun seringnya nggak ada yang dikerjain. Jadi disana cuma dudukan, kadang sambil ngaji karena dari sekolah punya program bisa khatam minimal sekali. Jadi tiap guru masing-masing dapat jatah tiga juz.


Habis itu paling Youtube-an. Nontonin Stand Up Comedy, highlight sepakbola juga kadang-kadang nontonin rekomendasi video yang dikasih sama Youtube. Beruntung kemarin Raditya Dika bikin webseries di Youtube-nya yang judulnya 'Webseriesnya Radit'. Alhamdulillah.. 17 judul yang diupload bisa bikin terlena beberapa saat dan lupa sama tenggorokan yang rasanya sering kering.


Begitu udah siang, saya pulang sekolah dan nyampe rumah langsung tiduran, ngadem di kamar. Yang kadang sampai ketiduran, kadang mainan sama anak. Sorenya lanjut ngelesin sampai jam lima sore dan tinggal nungguin buka puasa sambil jagain anak, karena istri lagi masak atau saya baca buku kalau istri udah selesai masak.


Kalau lagi nggak ada jadwal ngelesin biasanya ya kami ngabuburit naik motor beli lauk buat buka puasa di luar dan masih keinget sama dendam di siang hari, ngeliat orang jualan aneka macam es bawaanya pengen beli semua macam es yang saya temui di jalan. Bener-bener kemaruk banget memang.


Ya.. mungkin tiap hari buka puasa pakai es bukan sesuatu hal yang baik. Tapi mau bagaimana lagi, lha wong seger...


Oh ya.. kadang saya juga suka ngeluh, ini ngapain ya berangkat sekolah tapi ngak ngapa-ngapain. Pengen pulang tapi nggak berani ijin sama kepala sekolah. Ujung-ujungnya cuma dudukan, ya bosen juga. Tapi sisi baik saya langsung ngingetin diri sendiri kalau saya harus banyak bersyukur dibanding orang-orang diluar sana yang menjalani puasanya lebih berat dari saya yang cuma sekedar dudukan.


Iya, jadi kasir di Toserba misalnya, yang bener-bener rame banget. Mesti berdiri terus dengan keadaan berpuasa, istirahat palingan cuma sejam. Terus juga ngeliat profesi kurir yang muter-muter kesana kemari nganterin barang, dari pagi, siang sampai sore. Dan juga profesi lain yang puasanya jadi lebih berat.


Bukannya ada maksud aneh-aneh sih saya bawa profesi lain. Tapi saya salut aja sama mereka yang profesinya cukup menguras tenaga tapi masih berusaha untuk berpuasa. Beda sama saya yang profesinya sekedar dudukan ‘Pagi Nunggu Siang’ tapi masih aja suka ngeluh.


Ramadan kali ini pertama kalinya di rumah saya jalanin cuma sama istri dan anak yang usianya masih lima belas bulan. Tahun kemarin ada bapak yang bikin suasana rumah ‘lumayan rame’, kalau ibu sih alhamdulillah masih sehat tapi lebih sering di toko ngurus mebel.


Saya jadi teringat bapak yang selalu rajin berangkat tarawih ke musala meskipun cuaca kadang hujan. Bapak yang masih semangat puasa meskipun usianya udah enam puluhan. Juga bapak yang sepulang kerja selalu nonton live Mekkah di TV. Ya, bapak memang punya keinginan untuk bisa naik haji dan tinggal nunggu sekitar lima tahun lagi untuk berangkat.


Sebulan setelah ramadan tahun kemarin, bapak pergi.. semua keluarga nggak bisa menahan bapak untuk tetap tinggal. Saya sempat merasa mungkin saya yang salah dalam berdo’a, saya berharap bapak diberi kesehatan karena bapak punya riwayat diabetes udah lama. Waktu itu saya sering berdo’a, “Ya Allah angkatlah penyakit bapak hamba, Ya Allah.”


Do’a saya mungkin dikabulkan, penyakit bapak udah diangkat, tapi ternyata diangkatnya sekalian sama bapak. Awalnya memang berat banget. Tapi yang kemudian saya sadari adalah tugas saya hanya harus mendoakan bapak setiap hari.


Ramadan kali ini saya juga nggak terlalu antusias beli baju baru, celana baru, sandal baru. Ya... rutinitas baru yang saya lakukan saat lebaran mungkin mengunjungi makam bapak setelah selesai acara silaturahmi bareng keluarga.

Senin, Mei 10, 2021

Grandfinal SUCI IX Kompas TV - Nggak Nyangka Sekeren Ini!

Mei 10, 2021

Setelah nonton babak 3 besar SUCI IX saya sengaja menjauh dari akun IG @sucikompasTV dan twitter @miminwashere demi nonton grandfinal dengan sensasi yang lebih khusyu’.


Iya, saya masih agak-agak trauma beberapa kali nonton SUCI IX kena spoiler terus. Waktu lima besar, di tengah-tengah acara ada yang komen di live Youtube SUCI Kompas kalau Nopek yang bakalan close mic, empat besar juga kena spoiler dengan cara yang sama dan tiga besar apalagi.


Gila... padahal saya udah berhasil mengasingkan diri sampai habis maghrib. Eh ada notif dari Youtubenya Raditya Dika. Dari thumbnailnya yang ada Ate, saya jadi penasaran dan klik video tersebut. Dan akhirnya saya jadi misuh-misuh sendiri karena tahu yang bakalan juara tiga adalah Ate karena nggak mungkin Ate yang ‘harusnya’ lagi karantina di hotel bisa nongol di Youtube-nya Radit.


👀


Saya berhasil nonton grandfinal SUCI IX dengan tenang setelah sengaja menjauh dari akun-akun dan insta story para finalis komika SUCI IX.


Show semalam dibuka dengan one liner dari para finalis SUCI IX sesuai urutan dari mereka yang close mic duluan. Mulai dari Ichal Kate, Egik Emka, Alex Fabri, Alif Rivelino, Davi Kadavi, Levi Ofsanusi, Rais Marasabessy, Gideon Tulus, Ben Dhanio, Gilang Durhaka, dan diakhiri dengan Egi Haw.


Babak grandfinal diawali dengan penampilan Rio Dumatubun, satpam yang udah bisa nyetir. Ngomongin Rio yang lebih menginspirasi dibanding Ali. Kali aja kalau Rio juara, satpam kompas bisa ikutan SUCI sepuluh, dan rio siap jadi tim kombudnya. Rio juga membedah materi-materi Ali Akbar yang aneh-aneh, salah satunya yang pas naik motor, anaknya jatuh, orangtuanya nggak sadar, sandalnya sadar.


Salah satu materinya:


“Ali menginspirasi siapa? HAH! Gua sama Ali lebih timuran gua bang! Nama gua Rio marga gua Dumatubun. Kerjaan gua keamanan! Ngomong gua teriak-teriak! Kurang timur apa gua!”


Komentar dari Raditya Dika, “Rio ini penampilan yang sangat cocok buat grandfinal ya.. kalau kita lihat dari pertama kali lo manggung di SUCI sampai hari ini, ini mungkin penampilan yang terbaik.”


Selanjutnya penampilan Ali Akbar. Ngomongin tentang dirinya yang siap melanjutkan tradisi komika timur di panggung SUCI yaitu nggak pernah ada yang juara. Makanya Ali pengen jadi juara dua. Ali bukannya nggak mau juara satu, tapi bosen. Pengen merasakan hadiah yang lebih kecil.



Salah satu materinya:


“Kalau Rio juara dia cuma nafkahin istrinya. Kalau saya juara saya mesti nafkahin istri orang. AYO SARI SINI SAYA NAFKAHIN!”


Komentar dari Pandji, “Ali Akbar, level kesantaian lu di grandfinal menurut gue mengagumkan. Sampai berani main kaya yang tadi-tadi itu cuma orang yang nggak punya beban, nggak ada grogi-groginya sama sekali.”


PENAMPILAN KEDUA


Ali Akbar Menampilkan 3 genre comedy yang udah disiapkan, ada story telling, one liner, impersonate dan para penonton disuruh milih. Yang sebenernya urutannya ya tetap saja sesuai sama kehendak Ali Akbar sendiri..


“Lima hari bang di atas kapal, sampai ternate jetlag. Satu minggu masih pusing saya, saya masih ingat sampai ternate diajak main futsal. Saya lihat depan kiper ada lumba-lumba lewat. Beres main saya bilang,  wih ada lumba-lumba. Dia bilang, ‘huss.. itu hiu.’. Worth it kan~”


Ali memang kreatif banget bisa menyajikan stand up dengan berbagai teknik yang selalu lucu. Punchlinenya juga kebanyakan absurd tapi juga lucu. Ali benar-benar tampil dengan santai, nggak kelihatan grogi sama sekali, seolah ini bukan babak grandfinal.


Kalau kata Cing Abdel, “Berarti bagus banget, bagus banget, rapi banget, santai banget. Yang gue paling ketawa adalah bau Fildan gitu. Karena gue tahu banget. Tapi sejauh ini memang santai elo yang bikin kita seneng.


Rio Dumatubun membuka penampilan dengan sesuatu yang luar biasa. Rio masuk ke panggung dengan seragam satpam.... dan dikawal satpam. Setelah itu satpamnya disuruh pergi gitu saja dengan gesture ‘syuuh’ pakai tangan. Dan Rio mengawali penampilannya dengan kalimat yang pecah banget, “Kenalin nama gua Rio, satpam dikawal satpam.”



Hampir seluruh bit Rio yang dibawakan kena semua dan pecah. Gilaa... gilaaaa... masih kepikiran saja materi tentang satpam yang sekeren ini. Tentang satpam yang selalu dianggap kayak google, tentang pandangan orang-orang yang menganggap semua satpam sama saja. Padahal satpam itu ada kastanya, satpam bank kayak Rio ini yang kastanya paling tinggi. Makanya Rio nggak mau disamain kayak satpam komplek atau satpam SD negeri.


“Satpam SD negeri pendidikannya apa? Orang bisa jadi satpam SD negeri kebanyakan karena rumahnya di belakang SD! Ya, kan... kalau nggak suami ibu kantin! Paling keren saudara guru olahraga emang udalah!”


Lanjut lagi Rio ngomongin satpam selalu dikira orang paling berani. Bahkan ngusir tikus saja satpam! Benerin PAM mati saja satpam! Walaupun satpam ada PAMnya ya tetap saja beda kan!


Kata Raditya Dika, “Ya jadi emang kompetisi stand up ini kan ada banyak ya, nggak cuma SUCI. DI TV sebelah ada, di yang lain-lain ada, brand juga suka bikin, gua juga kadang suka bikin di Youtube gua. Tapi kayaknya kompetisi yang bisa kita bilang sebagai sekolahan itu mungkin SUCI. Karena banyak banget kejadian dimana teman-teman komik ini masuk SUCI keluar jadi sesuatu yang mereka nggak pernah sadar mereka bisa seperti itu. Jadi ada potensi yang ditemukan disini. Nah hari lo ngasih liat itu, gua udah nggak kenal lo lagi dari episode satu yang gua tonton, lu kayak orang yang baru begitu buat gua. Dan penampilan yang pertama menurut gua yang terbaik selama lo di kompetisi. Kok bisa yang kedua lebih bagus lagi dari yang pertama.”


Setelah Rio dan Ali Akbar tampil, selanjutnya ada penampilan dari 5 finalis SUCI IX yang berhasil callback dan juga Ate juara 3 SUCI IX.



Egi Haw, “Gua itu cuma ngandelin CP yang ada di bio gua yang mana itu namanya Deki Sutrisna. Teman komunitas gua, yang mana basicnya bukan manajer gitu, tapi ojek online. Sama-sama talentnya! Cuma bedanya gua sudah masuk tipi dia udah masuk pondok indah.”


Ate, penampilan di grandfinal ini beneran keren banget. Keliatan banget Ate tampil tanpa beban dan lepas aja gitu. Hampir semua bitnya kena dan ya... Ate menunjukkan kalau dia memang layak jadi juara tiga.


“Yang lebih parah ada satu lagi, tiga jam sebelum tayang Bang Radit spoiler. Tiba-tiba loh upload Youtube yang ada guanya, enteng banget ngomong ‘wih ada Ate ini, juara tiga’, cuma gua loh peserta yang stand up-nya di Youtube SUCI pengumuman di Youtube Bang Radit.”


Gilang, “Di pikiran saya awalnya nih bang waktu pertama kali close mic masih positif. Ah enggaklah kayaknya saya memang belum dapat job. Sabar tuh.... tapi pikiran positif itu lama kelamaan ilang seiring sama uang taping saya semakin menipis loh bang. Sekarang di pikiran saya itu udah kayak, kayaknya saya memang udah nggak laku di industri deh. Kayaknya branding durhaka ini keputusan yang fatal gitu!”


Ben Dhanio, “Gue dukung Ali Akbar buat juara, tapi kayaknya Rio sih yang menang. *ketawa* Soalnya, tapi gue penasaran gitu kalau Rio menang gimana, sampai kapan dia bisa ngomong satpam. Suatu hari jadi artis gitu, ‘dulu waktu gue masih satpam.’ Ya terus kenapaaa...”


Alif Rivelino, “Salah satunya gua bisa belajar kalau berdo’a kita harus spesifik. Iya bener, nggak boleh setengah-setengah. Contohnya gua, dari Januari kita dikasih tahu ya teman-teman, ya.. akan dikarantina bulan April, kalau bertahan. Ya udah gua berdo’a. Ya Allah karantina Alif di bulan April. Alif pengeeen banget bertahan di kompetisi. Nggak papa nggak puasa nggak sama keluarga. Alhamdulillah, Bang.... dua minggu pertama di bulan April gua karantina, COVID SEMBILAN BELAS~~~”


Nopek, “Teman saya itu pernah minum 50 butir pil penenang anjing, jadi habis minum nggonggong dia, Wukkk... terus berulah bang, jadi di rumah itu ada kasur emaknya, tidur di kasur lipat sama dia mau digulung, dipikir lumpia Semarang. Sudah bau lombok mau dikremus. Ternyata tidak terlalu sakti~ hiyaa~ pantas keluar di lima besar, sudah tidak penasaran saya”


 👀


Setelah Pandji tampil dengan materinya yang tumben, lumayan lucu, dibanding penampilan sebelumnya di setiap grandfinal SUCI dan hampir nggak pernah lucu. Pandji ngumungin siapa yang jadi juara SUCI IX kali ini. Dan akhirnya... RIo Dumatubun berhasil jadi juara satu dengan dua penampilan terbaiknya selama di kompetisi.



Pada postingan saya yang sebelumnya ngomongin show SUCI. Saya pernah nulis kalau Rio Dumatubun ini adalah komika yang personanya paling kuat. Hampir di setiap show, materi apapun yang diberikan sama tim Kompas. Rio selalu bisa menghubungkannya dengan materi satpam. Bahkan yang menakjubkan sampai babak grandfinal pun, Rio ternyata masih ‘punya’ materi tentang satpam yang luar biasa. Bahkan paling meledak dibanding materi-materi sebelumnya.


Meskipun di awal-awal show, saya kalau ngeliat Rio wajahnya masih ada sedikit grogi tiap mau memulai penampilan. Tapi makin kesini Rio semakin matang. Saya rasa kita semua sepakat kalau Rio Dumatubun memang nggak pernah dijagokan bakal masuk grandfinal. Di SUCI IX ini banyak komika keren semacam Ali Akbar, Egi Haw, Nopek, Gilang sampai Ichal Kate. Ya.. nama terakhir sengaja saya tulis biar afdol karena Ichal akan selalu melekat dengan kata-katanya, ‘Bang, ulang Bang.”


Menghadapi Ali Akbar yang punya mental juara. Ternyata mental juara Rio jauh lebih kuat. Bayangin aja, Rio ini ikut kompetisi sambil kerja disaat finalis lainnya full karantina di hotel. Pagi kerja di bawah tekanan, di kompetisi juga harus bikin materi dengan penuh tekanan. Kalau kerja harus berusaha senyum ramah, makanya kalau stand up jadi pengen marah-marah. haha


Ditambah nih, sampai babak lima besar, cuma Rio yang belum pernah mencicipi panggung SUCA dan Rio nggak minder.


Saya juga baru tahu waktu kemarin nonton Youtube-nya Ridwan Remin yang lagi ngobrol sama Ali Akbar dan Rio, ternyata Rio ini sebenernya terbiasa stand up dengan materi yang ‘kotor’. Jadi, Rio agak kesulitan waktu di panggung SUCI materinya harus benar-benar ‘bersih’. Sekali lagi, Rio berhasil membuktikan dirinya bisa menyesuaikan diri di panggung SUCI.


Kalau Ali Akbar, beberapa show sebelumnya Ali sudah tampil lepas... kalau lolos terus ya alhamdulillah, kalau harus close mic ya nggak masalah. Mungkin itu sebabnya di babak grandfinal Ali Akbar bisa tampil setenang itu karena sudah nggak terbebani harus jadi juara.


Menurut saya, babak grandfinal SUCI IX kemarin bisa dibilang grandfinal terbaik dari SUCI 1 sampai IX. Kedua komika yang tampil bener-bener memberikan penampilan terbaiknya. Bahkan waktu nonton Jum’at malam kemarin, saya sampai ngakak parah sekaligus berdecak kagum sama kualitas stand up Rio dan Ali.


Para penikmat stand up comedy perlu berterimakasih dengan Kompas TV yang tetap berani menyajikan acara ini meskipun tanpa penonton. Dan ternyata hasilnya bisa sekeren ini, bahkan bisa tetap memberikan hadiah utama mobil untuk juara satunya. Bayangkan dengan SUCI 8 yang meskipun dihadiri penonton tapi juara pertamanya ‘Cuma’ motor. Ya.. mungkin itu teguran juga buat Kompas TV biar nggak perlu sok-sokan ngasih efek ketawa palsu kayak di TV sebelah. Terbukti, tanpa itu SUCI IX jauh lebih sukses.



Para penikmat SUCI IX mungkin butuh waktu untuk bisa move on dari tayangan yang menyenangkan ini. Sekarang pasti jadi banyak orang yang pada cari Stand Up-nya Rio Dumatubun dan juga finalis lainnya. Semoga semua finalis SUCI IX ini karirnya bisa moncer semua 😁


ULASAN SAYA TENTANG SUCI IX LAINNYA BISA KLIK ---> SUCI IX KOMPAS TV

Selasa, Mei 04, 2021

Calon Cover Diary Teacher Keder

Mei 04, 2021

Setelah sekian lama menunggu, akhirnya kabar yang dinanti-nanti datang juga. Ya.. calon cover buku Diary Teacher Keder akhirnya sampai juga ke saya.


Dari awal ngerjain naskah ini, saya tuh rasanya selalu penasaran kira-kira bakalan seperti apa ya calon cover buku saya nantinya. Saking niatnya membayangkan tampilan seperti apa cover buku saya, saya sampai rajin banget ngunjungin website bukumojok.com buat sekedar ngeliat karakteristik cover dari penerbit Buku Mojok tuh seperti apa.


Dan ya... setelah diperhatikan dengan sungguh-sungguh memang desain cover dari penerbit Buku Mojok itu memang ada ‘khas-nya’.


Jadi, kebanyakan tampilan cover buku di Buku Mojok tuh fokus sama salah satu obyek dan backgroundnya biasanya cuma polos berwarna aja. Dari sini saya jadi punya gambaran kalau cover buku saya juga palingan nanti bakalan seperti ini juga. Saya jadi semakin nggak sabar~


Kalau biasanya saya selalu nyantai nunggu kabar dari Mbak Ratih, editor buku ini, terkait kemajuan naskah saya. Khusus untuk calon cover ini saya sampai beberapa kali WA Mbak Ratih buat nanyain kira-kira kapan saya dapat bocoran covernya, karena nggak sabar banget pengen liat hasilnya bakal kayak gimana.


Sampai pagi tadi, yang ditunggu akhirnya datang juga. Mbak Ratih ngirim WA calon cover buku saya. Yang dalam waktu sepersekian detik saya langsung buka chat dan download kiriman tiga gambar di WA dari Mbak Ratih. Sejenak saya memandangi ketiga cover tersebut dan rasanya..... waaaaw~ bahagia banget.


Setelah itu saya ditanyain sama Mbak Ratih dari ketiga calon cover tadi saya lebih sreg sama yang mana. Pertanyaan yang nggak langsung saya jawab karena saya masih betah memandangi ketiga calon cover ini dan menimbang-nimbang kira-kira mana yang lebih bisa mewakili isi buku saya nantinya.


Nah.. begini nih tampilan calon cover buku Diary Teacher Keder nanti.



Jujur untuk yang cover naik sepeda itu sebenernya bagus banget, font judulnya juga oke. Tapi memang kayaknya udah nggak relate banget sama kondisi guru di masa sekarang yang udah jarang banget berangkat ngajar ke sekolah naik sepeda. Guru jaman sekarang rata-rata udah pakai motor yang kebanyakan mereknya Honda Beat. 😁


Untuk cover kedua dan ketiga saya juga puas lihatnya. Keduanya sama-sama bagus. Tapi karena disuruh milih salah satu, saya milih cover yang warna biru. Lebih keliatan ‘keder’-nya, yang dalam bahasa Indonesia artinya bingung. 😬


Memang sih keputusan cover yang mau dipakai nantinya seperti apa nggak cuma ada di tangan saya, tapi ya buat seru-seruan juga kan ceritanya ikutan milih yang mana yang lebih pas. Haha... 😁


Untuk cover finalnya mungkin nanti biar Mbak Ratih dan tim Buku Mojok yang nentuin kira-kira lebih pas yang mana. Saya sih, manut-manut aja... yang jelas akhir bulan ini mungkin buku saya Diary Teacher Keder udah terbit. Jadi, Jangan lupa dibeli yaa~~~


Oh iya, kalau menurut kalian nih, lebih unyu yang mana covernya?

Sabtu, Mei 01, 2021

Sekolahnya Online, Ujiannya Offline

Mei 01, 2021

Semester dua ini saya jadi guru baru di sebuah SD negeri dan langsung ngajar kelas enam dengan skema pembelajaran daring, yang saya sendiri belum tahu bagaimana kondisi anak-anak di sekolah ini. Apakah sanggup mengikuti daring dengan sebenar-benarnya daring, atau cuma judulnya saja daring. Pembelajarannya jarang-jarang.


Ya.. berbekal pengalaman ngajar dari sebuah SDIT yang anak-anaknya kebanyakan enak diajak daring, saya langsung terjun ke SD negeri yang kondisi anak-anaknya ada yang ngumpulin tugas aja udah alhamdulillah.


Saya sempat mencoba ngajar daring dengan metode paling praktis yaitu cari video di Youtube, lalu ngasih link di grup whats app kelas enam sambil ngasih tugas dan tinggal nunggu anak-anak setor tugas. Kenyataannya... nggak ada setengahnya anak-anak yang semangat setor tugas.


Sebagai guru baru saya masih malu-malu buat mencoba banyak pergerakan. Nyuruh anak berangkat seminggu sekali misalnya. Seperti wali kelas lain yang sesekali pakai metode ini. Anak-anak berangkat ke sekolah, dikasih materi sejam, lalu pulang ngerjain tugasnya di rumah.


Saya mau kayak gini was-was, takut ada pengawas sekolah datang atau ada oknum yang sengaja mau cari masalah. Khawatirnya lagi ngajar di kelas dengan dilabeli telah menerapkan protokol kesehatan, tahu-tahu ada yang foto, dibikin rame. Bakalan panjang kasusnya... sekolah disuruh jangan berangkat, malah ngeyel berangkat. Apalagi status saya masih guru baru.


Akhirnya saya ngajar dengan ‘seadanya’, ngasih tugas lewat WA, tapi ngumpulinnya sekalian seminggu sekali. Kalau ada yang nggak ngumpulin, ya... paling dijapri, diingetin kalau tugasnya belum pada dikumpulkan. Meskipun setelah itu, tetap saja tidak mengubah keadaan sama sekali.


Sebenernya ini cukup jadi beban juga buat saya karena saya ngajarnya kelas enam. Soalnya ngajarin mereka langsung tatap muka aja belum tentu mereka bisa langsung paham dengan kerumitan matematika dan pelajaran tema lainnya. Apalagi ini ngajarinnya cuma via video Youtube.


Ah... saya beneran nggak yakin. Tapi balik lagi ke persoalan, ya.. mau gimana lagi?


Nggak semua sekolah siap buat menerapkan pembelajaran daring. Kalau sekolah elit mungkin cara belajarnya bisa tiap hari tatap muka via Zoom Meeting atau Google Meet. Tapi sekolah-sekolah pinggiran lain, yang buat beli kuota aja kadang berat. Ditambah lagi masih banyak yang gaptek, nggak tahu gimana cara pakai aplikasi penunjang daring pasti susah kalau dipaksa pembelajarannya via belajar daring.


Bahkan saya pernah waktu ngasih soal dalam bentuk format .docx, Microsoft Word. Eh, ada salah satu orangtua siswa yang tanya, untuk buka file tersebut pakainya aplikasi apa? Duh.... saya jadi ngerasa sekolah daring ini masih terlalu jauh dari segi manfaat.


Dengan suasana belajar yang ala kadarnya ini, tiba-tiba muncul sebuah informasi yang maha penting bahwa ujian sekolah untuk kelas enam akan diadakan setelah tahun kemarin sempat ditiadakan. Duuh... jadi nggak enak banget kan, tadinya pulang kerja bisa rebahan, tau-tau malah dapat beban tambahan.


Mau nggak mau saya jadi harus lebih banyak membekali anak-anak dengan materi untuk menyambut ujian sekolah yang menyenangkan ini. Saya udah nggak sabar pengen segera memberi tahu informasi yang super sekali ini. Anak-anak pasti akan antusias sekali. Antusias untuk mengeluh tentunya.


Masih belum berkurang beban kerja di sekolah. Muncul lagi sebuah informasi tambahan yang cukup mencengangkan bahwa anak-anak kelas enam nanti ujian sekolahnya di sekolah. Iya... di sekolah. Padahal hampir setahun penuh mereka belajarnya dari rumah, eh.. tahu-tahu ujiannya di sekolah.


Tentu saja setiap sekolah nanti anak-anak harus fokus dengan segala macam ‘formalitas’ protokol kesehatan. Pakai masker, cuci tangan, cek suhu, satu kelas dibatasi cuma sepuluh anak dan hidungnya normal bisa mencium aroma kemunafikan. Halah.


Saya sih mikirnya, lah... anak-anak selama ini belajar dari rumah tanpa pantauan langsung dari guru, ini tiba-tiba harus ujian di sekolah dengan dipantau guru. Rasanya kayak... ya apa sih urgensinya anak-anak harus ujian di sekolah? Biar apa? Toh, nyatanya guru ngajarnya nggak pernah tatap muka. Sekalinya tatap muka malah ujian.


Lagian semua materi kelas enam juga belum tentu bisa diserap dengan baik sama anak-anak karena tentu saja keterbatasan waktu dan keadaan. Ngajar secara langsung aja kadang guru butuh jam tambahan, minggu-minggu terakhir biasanya ngejar materi.


Dengan keadaan daring kayak gini jelas banget semua materi nggak bisa selesai dengan baik. Daya serap anak-anak terhadap materinya juga jelas nggak maksimal.


Misal nanti anak-anak nilainya jeblok banget gimana? Misal anak-anak nanti jadi pada kesurupan gara-gara pikirannnya kosong gimana?


Sebenernya ujian sekolah di sekolah ini memang setengah-setengah sih pelaksanannya. Nyatanya, tiap berangkat ke sekolah anak-anak seragamnya masih bebas. Nggak boleh pakai seragam sekolah. Keliatan banget bikin aturannya masih was-was barangkali kalau pakai seragam sekolah ada yang negur atau mungkin itu tadi, ada yang foto dan bikin rame.


Pada akhirnya, anak-anak melaksanakan ujian sekolah dengan riang. Ya, tentu saja... mereka diizinkan untuk open book, sesuatu yang saya yakin meskipun udah buka buku pun mereka bakal tetap kesulitan. Yang paling penting sih mereka juga nggak terlalu punya target dari orangtua biar nilainya bagus-bagus.


Satu hal yang melegakan bagi saya adalah untuk koreksi hasil lembar jawab mereka semua diserahkan ke guru kelas masing-masing. Normalnya kan, untuk ujian sekolah biasanya pakai sistem koreksi silang. Guru kelas enam yang satu wilayah kumpul nanti ngoreksi punya sekolah lain.


Dengan keputusan ngoreksi sendiri, beban yang tadinya terlihat sangat besar sekarang jadi terlihat biasa-biasa saja. Ya setidaknya kalau ada anak yang nilainya benar-benar menyedihkan saya bisa cosplay sesaat jadi Dewi Kwan Im yang sangat welas asih.

Selasa, April 27, 2021

Buku Petualangan Seperempat Abad - Relate Banget Sama Persoalan Hidup Usia 25-an

April 27, 2021

Haris Firmansyah nerbitin buku (lagi), udah setahunan sih terbitnya, cuma ini saya baru sempet review aja. Mungkin banyak yang nggak kenal sama orang  namanya saya sebutin barusan. Bahkan, mungkin kalian malah baru pernah denger. Tapi, Haris ini sebenernya penulis produktif yang sudah nerbitin banyak buku. Sekitar tujuh novel kalau nggak salah, dan semuanya nggak best seller. Keren banget, kan. Haris bisa konsisten ngeluarin novel dan sengaja nggak dibikin best seller. Ini nggak gampang, loh.


Beda sama saya, yang cuma ngeluarin tiga buku (bentar lagi empat) dan juga belum ada yang best seller.


Dulu saya lumayan sering komunikasi sama Haris. Mulai dari ngomongin komik dan jual beli komik, dunia blog, sampai dunia penerbitan novel yang ngeselin. Pernah, waktu itu Haris ikutan lomba nulis novel dan hadiahnya bakal diterbitin sama penerbit bukune, tapi nyatanya, novel itu nggak pernah diterbitin. Sumpah, ini bentuk PHP paling nyesek yang pernah saya lihat. Ngebayangin senengnya punya novel yang bakal diterbitin bukune, satu penerbit bareng sama penulis novel komedi populer lainnya, tapi akhirnya menguap gitu aja.


Entah kapan terakhir kali ngobrol-ngobrol sama Haris saya udah lupa. Saya yang makin sibuk dengan kerjaan memang sengaja mengurangi update atau ngetweet di sosial media yang ada. Begitu juga dengan Haris.


Saya sebenernya masih sering ngikutin kiprah Haris di dunia tulis menulis. Haris yang mulai mengepakkan sayapnya di dunia skenario perfilman, Haris yang dulu biasa nulis di Facebook, Haris yang biasa nulis parodi di beberapa media online dan beberapa kali viral.


Dalam hati saya salut sama kegigihan Haris yang bener-bener menunjukkan minatnya sama menulis. Dia masih bisa eksis, masih bisa produktif terus menulis walapun Haris juga harus tetap kerja. Beda sama saya yang begitu udah merasakan kerja dari pagi sampai sore, udah males buat buka laptop kalau udah di rumah buat sekedar nulis.


Menurut saya, Haris adalah orang yang paling jago bikin parodi di era bajak laut seperti sekarang ini. Setiap parodi yang dibuatnya sering bikin saya cengar-cengir sendiri. Setau saya juga, saat ini hampir nggak ada orang yang konsisten bikin parodi sekonsisten dan sesegar Haris.


Pertama kenal Haris, dulu waktu era buku komedi masih berjaya di tahta gramedia. Sampai-sampai banyak penipuan terjadi di dalamnya. Kaver buku lucu banget, tapi isi garing banget. Waktu itu juga saya lagi tergila-gila buat baca buku komedi. Jadi, saya sering banget pergi ke gramedia buat lihat buku komedi terbitan baru yang mejeng di rak buku.


Waktu itu, saya beli salah satu buku yang judulnya Si Jola, kumpulan tulisan komedi dari beberapa penulis. Disitu, saya menemukan satu-satunya tulisan yang lucu dan enak banget buat dibaca.


Pada masa itu, masih musim banget pamer foto buku sambil mention penulisnya di Twitter. Saya juga gitu, iseng mention Haris di Twitter yang bilang ceritanya lucu banget. Sebagai penulis yang nggak nerima banyak mention, Haris pun membalas mention saya dan saya lupa obrolan selanjutnya. Yang jelas, waktu itu Haris mengusulkan ke saya bagaimana kalau kami berdua barter buku. Haris ngirim novelnya yang judulnya Date Note, saya ngirim novel saya Cancut Marut. Kami berdua sepakat, setelahnya kami pun jadi semakin kenal.


Sejak membaca Novel Date Note-nya Haris yang menurut saya juga bener-bener lucu banget. Saya pun langsung mengikrarkan diri kalau saya harus punya buku-bukunya Haris. Bahkan, dulu saya sempet kepoin buku Haris lainnya dan sempet mau beli bukunya Haris yang judulnya Cacatan Harisan. Cuma karena bukunya hanya dijual online, dan waktu itu saya masih kagok kalau mesti beli barang online, niat itu nggak pernah kesampaian.


Setiap Haris mengeluakan buku baru, saya berusaha nggak pernah kelewatan buat meminang bukunya. Sampai sekarang ini, hampir semua buku Haris saya punya.


Nah, Petualangan Seperempat Abad ini adalah buku terbarunya Haris yang terbit akhir Agustus 2019. Saya nggak sengaja liat kabar bahagia ini waktu Haris ngetwit tentang bukunya. Setelah kepo-kepo dikit, saya langsung berburu ke Tokopedia buat cari buku ini, saya harus beli online karena di kota saya memang nggak ada gramedia.


Beruntung saya nemu penjual yang lokasinya nggak terlalu jauh, di Kudus. Jadi hanya dua hari buku ini akhirnya bisa sampai di tangan saya.


Setau saya, Haris udah nerbitin banyak buku tapi belum ada buku yang ngebahas pengalaman kesehariannya. Ada Date Note, tapi itu fokus ngebahas kisah cintanya Haris. Saya dulu sempat berharap atau mungkin berandai-andai, ini kalau Haris nulis buku tentang kisahnya sendiri keren kali, ya. Dan ternyata buku ini jadi jawaban dari pengandaian waktu itu.


Awalnya, saya mengira novel PSA ini adalah novel fiksi seperti 3 Koplak Mengejar Cinta-nya Haris. Tapi ternyata novel ini seperti personal literatur dengan Haris sendiri sebagai pemeran utamanya.


Buku ini ukurannya lumayan kecil, sebesar novel Cinta Brontosaurus Raditya Dika yang pertama kali terbit dan nggak ada daftar isi dalam bab ini. Dalam buku ini juga ‘tumben-tumbenan’ Haris nyebut diri sendiri dengan ‘gue’, padahal di buku-buku sebelumnya biasa pakai ‘saya’.


INFO BUKU

ISBN13/EAN: 9786230003912

SKU: 719031099

Harga: Rp50.000

Halaman: 180

Dimensi: 11 x 18 cm

Berat: 150 gram


★★


Diawali dengan bab #Resolusi 1 : Liburan Ke Luar Negeri. Haris menceritakan keinginannya untuk bisa pergi ke luar negeri. Nggak jauh-jauh, ke Malaysia aja cukup. Maka, Haris pun berusaha mewujudkannya lewat jalur tes pertukaran antar mahasiswa, yang sebelumnya Haris harus ikut tes seleksi dulu.


Selanjutnya ada bab #Resolusi 2 : Menerbitkan Buku. Haris yang dari jaman sekolah suka banget baca komik, berharap banget suatu saat bisa nerbitin buku sendiri. Maka perjuangan itu pun dimulai dengan diawali ikutan lomba-lomba menulis yang banyak bertebaran di Facebook yang pemenangnya justru disuruh bayar buat beli sendiri bukunya.


Dalam bab ini saya setuju banget sama Haris sambil bilang dalam hati, “Eh.. iya bener Ris, bener! Dulu memang musim banget lomba kayak gitu! Menang bukannya dapat hadiah malah disuruh bayar! Kampret banget!”


Setelah berhasil nerbitin buku, Haris juga punya ekspektasi tinggi sama bukunya. Bakalan best seller, terkenal, bukunya dibikin film dan lain-lain. Kenyataannya, penjualan biasa-biasa saja. Royalti juga ikutan biasa-biasa saja. Ya... saya ngerti banget masalah beginian. Senasib haha


Bab-bab selanjutnya, Haris mulai bercerita tentang dunia pekerjaan. Tentang bagaimana sulitnya mendapat pekerjaan, tentang alasan harus resign, tentang pekerjaan yang bikin jenuh, Tentang pekerjaan yang dijalani tapi nggak kaya-kaya. Bab-bab ini juga berhasil mewakili apa yang saya rasakan selama ini.


Sesuai sama judul novelnya Petualangan Seperempat Abad. Haris banyak menuliskan keresahan dan kegagalannya disini. Entah dalam masalah pekerjaan juga masalah percintaan.


Walaupun nggak terlalu dramatis, ending bab ini cukup manis dan tentu saja Haris menyelipkan sebuah quote biar kayak novel-novel komedi yang berjaya pada masa itu, yang biasa disebut aliran komedi pakai hati.


“Pada senjakala di Temple Of Down. Saya merenungi kehidupan ini. Lucu. Impian saya dikabulkan ketika saya hampir melupakannya. Mungkin keinginan saya yang lain pun akan begitu. Mimpi-mimpi saya bisa saja terwujud di masa depan. Saat udah tiba masanya.”


Untuk kekurangan buku ini menurut saya ada pada lay out yang terlalu sederhana. Minim sentuhan sekali. Pada bagian judul bab juga hanya tulisan dengan font agak gede bawahnya langsung isi cerita.


Buku ini juga nggak ada ilustrasinya, mungkin buku ini bakalan lebih pecah sekaligus memanjakan mata kalau ada beberapa ilustrasinya buat bikin buku ini lebih rame. Satu hal lagi, tentang profil penulis. Saya nggak nemuin profilnya Haris di buku ini, jadi ketika buku ini sampai pada halaman terakhir, ya udah.. beneran jadi halaman terakhir. Nggak ada info siapa Haris Firmansyah itu siapa, nerbitin buku apa saja dan lain sebagainya.


Belakangan setelah saya tanyakan langsung ke orangnya, ternyata sebenernya Haris sudah ngirim profil penulis ke editornya, tapi mungkin kelewatan dan keburu naik cetak. Sayang banget, ya...



Secara keseluruhan, menurut saya buku ini udah bisa menghibur dengan baik. Apalagi kalau sedang dibaca orang-orang usia 20-30 tahunan yang hidupnya masih biasa-biasa saja dan merasa nggak kaya-kaya. Saya jamin buku ini akan sangat mewakili perasaaan pembacanya. Buku ini juga bisa jadi oase bagi kalian yang membutuhkan asupan novel komedi yang sekarang udah mulai susah ditemui.

Show 3 Besar SUCI IX - Teknik Callback dan Materi Bebas

April 27, 2021

 

SUCI IX Kompas TV sudah memasuki babak 3 besar. Selangkah lagi untuk masuk ke babak grandfinal dan siapa yang jadi juara di season ini bakalan ketahuan. Babak 3 besar ini komika yang tersisa adalah Ali Akbar, Rio Dumatubun sama Ate. Mungkin banyak yang nggak nyangka kalau line up 3 besar adalah mereka.


Komika-komika jagoan yang digadang-gadang bakalan masuk final seperti Gilang, Nopek, dan Egi Haw satu-satu per satu gugur secara berurutan. Masalah klasiknya, ngomong belibet. Kecuali Nopek yang nggak tahu kenapa pas perform malah nanggepin materinya Ate sampai semenit yang sayangnya kurang gerrr..


ATE

Penampilan malam ini dibuka dengan penampilan Ate yang ngomongin Kalau ikut kompetisi dikiranya bakal terkenal cepet, padahl enggak. Contohnya Ate sendiri sebagai komika yang kurang dikenal. Viewernya selalu paling dikit, bahkan dibandingin sama video Youtube yang 2 jam nggak ngapa-apain aja viewernya kalah.


Ate juga ngebahas dirinya yang komika Sumatra, tapi orang Sumatra kayak nggak ngeh sama Ate. Seolah-olah orang Sumatra nggak merasa terwakili sama Ate.


Salah satu materinya:


“Gue pengen dikenal dengan karya, makanya panutan gue Bang Pandji. Bang Pandji itu widih gue suka banget karya-karyanya tuh. Karyanya doang ya, kasusnya nggak, Bang. Karena Bang Pandji ini karyanya yang bagus ketutup dengan kasusnya yang nyeleneh. Kucing, apa sih, kucing Bang?! Apaan kucing rame di Youtube, endingnya bikin kaooos.”


Kalau kata Radit, 30% materi Ate masih agak goyang. Tapi 70% materinya yang ngebahas Pandji, Radit dan Youtube masih termaafkan.


RIO DUMATUBUN

Ngomongin dirinya yang sekarang brandingnya sebagai satpam kuat banget. Sampai-sampai takut kalau diundang di acara-acara satpam. Tiap Stand Up bakalan disautin mulu karena penontonnya juga sama-sama satpam.


Salah satu materinya:


“Lima belas tahun gua bang jadi satpam udah bosen ditanya, ‘Yo, gimana aman nggak? Aman nggak?’ Sekarang giliran tanya gua sama lo bertiga, gimana performa gua, aman kan?”


Kalau kata Pandji, “seandainya lu ngga belibet pas ngomongin satpam stand up depan satpam, itu sebenernya lu bagus banget kalau menurut gue.”


ALI AKBAR

Ali Akbar ngomongin dirinya sebagai komika dari timur tapi nggak ada timur-timurnya. Kalau seniornya seperti Bang Abdur, Bang Mamat, Bang Ari Kriting yang dibahas hal-hal berat seperti politik dari timur, ketertinggalan di timur. Sedangkan Ali Akbar materinya perkara sandal jatuh, nonton martabak. Beneran nggak ada timur-timurnya.


Salah satu materinya:


“Bang, Indonesia lagi krisis kepercayaan. Kenapa di masa pandemi kayak gini ada orang yang tega korupsi dana bansos? Astaghfirullah... kemarin saya lihat soalnya, total 17 milyar dikorupsi. Saya bilang Astaghfirullah... tujuh belas milyar loh, itu kalau dpakai beli martabak. Satu Indonesia bisa nonton.”


Kalau kata Cing Abdel, Ali Akbar tetap punya karakter yang timur cuma memang pembahasannya saja yang beda.


Pada show kali ini, Ada Gilang Bhaskara sebagai bintang tamu yang stand up ngomongin keresahannya tentang pandemi di Indonesia ini. Seperti biasa, Gilbhas selalu bisa melihat kejadian secara detail. Semacam pengamat ulung, makanya materinya sangat-sangat relate dengan kondisi Indonesia saat ini.


Penampilan kedua dengan tema bebas dibuka dengan penampilan Ate yang ngomongin penampilannya jadi lebih bagus tanpa sketsa. Dan Ate jadi sakau pengen tampil pakai kebiasannya yang dulu dengan bermain sketsa. Juga keresahannya tentang yang umurnya sudah semakin menua masih galau mikiran biaya nikahannya nanti.


Selanjutnya ada Rio, yang sudah siap banget masuk grandfinal. Dibanding peserta lain, perjuangan Rio masuk grandfinal juga yang paling berat. Ali cuma gila kompetisi, Ate cuma cari pengakuan. Cuma Rio yang di SUCI cari nafkah. Udah gitu cuma Rio yang ikut kompetisi sambil kerja, yang lain karantina, Rio masih saja jadi satpam.


Penampilan terakhir... Ali Akbar yang setelah SUCI pengen banget jualan di mana orang jualan biasanya pakai gerobak, yang biasanya ditulis nama dagangannya di gerobak dan biasanya nama dagangannya ini hilang satu hurufnya.


Ali Akbar juga ngomongin macem-macem iklan. Salah satunya iklan Adem Sori yang mbak-mbaknya lehernya transparan. Isinya air terjun, dan lokasinya nggak ada yang tahu.


👀


Saya setuju sama komentar Pandji di sesi eliminasi, kalau babak tiga besar ini bukanlah babak tiga besar yang diharapkan siapa pun. Ketiga-tiganya sudah dapat hadiah, sudah mengalahkan ekpsektasi masing-masing. Jadi mungkin sudah nggak ngerasa penting. Lupa kalau harus tetap memberikan penampilan terbaiknya.


Dan ya... mereka memang nggak terlalu lucu. Saya nggak sampai ketawa ngakak ngeliat penampilan mereka bertiga. Bener-bener seperti penampilan awal-awal show SUCI IX.


Beda banget sama penampilan mereka di show-show sebelumnya. Mereka seperti belum menunjukkan kualitasnya sebagai komika yang pantas masuk tiga besar. Cuma beruntung aja komika  lain ada yang belibet pas lagi show yang akhirnya jadi dapat komen buruk dan close mic.


Pada babak 3 besar ini, Ali Akbar juga sempat dikomen penampilannya buruk sama Raditya Dika, tapi beda.. Ali Akbar masih bisa lolos sampai grand final. Padahal penampilan Ate juga nggak sampai dibilang buruk sama juri.


 👀


Babak tiga besar ini siapa yang juara tiga sudah nggak mengejutkan lagi karena dengan konyolnya Raditya Dika upload konten Youtube sore hari sebelum malamnya ditayangin, dan di videonya ada Ate. Ya... mana mungkin Ate ada di Youtubenya Radit kalau dia nggak gugur.


Padahal saya sudah sengaja nggak main-main ke IG atau twitter takut kena spoiler, eh ini nggak tanggung-tanggung malah Radit yang spoiler gara-gara saya dapat notif Radit barusan upload video di Youtube.


About Us

DiaryTeacher Keder

Blog personal Edot Herjunot yang menceritakan keresahannya sebagai guru SD. Mulai dari cerita ajaib, absurd sampai yang biasa-biasa saja. Sesekali juga suka nulis hal yang nggak penting.




Random

randomposts