Jumat, September 29, 2023

Anak yang Jatuh dari Lantai Dua

September 29, 2023


Dunia pendidikan Indonesia memang sedang tidak baik-baik saja, akhir-akhir ini terlalu banyak berita yang bikin miris, sedih sampai geregetan tiap ngedengernya. Mulai dari pembully-an, tawuran, guru dibacok, sampai yang terbaru--ada anak yang (katanya) loncat dari lantai empat di sekolahnya.

Anak perempuan yang loncat dari lantai empat ini tadinya sempat kritis dan langsung dibawa ke rumah sakit, tapi sayang nyawanya nggak tertolong. Penyebab kejadian ini masih simpang siur dan belum jelas mana yang benar. Ada yang bilang sebelumnya anak ini di-bully temennya, ada yang bilang anak ini habis dinasehatin gurunya terus lari ke kamar mandi dan keluar teriak-teriak lalu ambil bangku di kelas untuk melompat.

Kabar terbarunya polisi udah dapat CCTV sekolah yang nantinya bisa memberikan kejelasan terkait kejadian ini.

Selain keluarga yang udah pasti terpukul dengan kehilangan putrinya ini. Saya yakin pihak sekolah juga pasti lagi nggak karuan perasaannya. Yang pertama, mereka berduka karena siswinya ada yang meninggal di sekolah. Kedua, guru-gurunya juga pasti bakalan bolak-balik berurusan dengan pihak kepolisian buat dimintain keterangan.

Tekanan dari masyarakat pasti bikin mental capek banget. Semuanya bakalan dituntut, mulai dari standar keamanan setiap lantai bertingkat di sekolah, sampai ‘kok bisa wali kelasnya kecolongan ada masalah seperti ini’. Kepala sekolah juga pastinya bakalan diminta pertanggung jawaban dari kejadian ini.

Yang jelas, kejadian ini memang seharusnya jadi pengingat buat sekolah-sekolah ‘gede’ lainnya yang memiliki gedung bertingkat buat lebih menerapkan standar keamanan yang tinggi. Meskipun kelihatannya dindingnya dirasa udah cukup tinggi dan aman, tapi memang kejadian-kejadian tak terduga seperti ini bisa saja kejadian.

Jadi memang sebaiknya, buat sekolah-sekolah yang punya gedung bertingkat, memang udah paling bener tiap dindingnya ditambahin teralis besi aja. Ini harusnya udah jadi standar minimal di tiap sekolah.

Ngomongin siswa yang lompat dari lantai bertingkat, di salah satu sekolah yang pernah saya ajar. Pernah juga ada kejadian seperti ini.

Salah satu siswa kelas enam, sebut saja Anjar, anaknya memang aktif banget di sekolah. Anak ini memang seneng dapat kata-kata mutiara dari gurunya, anaknya juga seneng bikin teman-temennya ngadu ke gurunya kalau Anjar suka usil.

Suatu hari, waktu istirahat pertama. Entah dapat inspirasi dari mana, Anjar yang kebagian kelas di lantai dua. Dengan sombongnya naik ke pembatas dinding dan jalan-jalan di atap luar tembok yang panjangnya hanya setengah meter.

Sambil cengengesan, Anjar mondar-mandir disitu dan nggak tahu gimana ceritanya, tiba-tiba kedengeran suara ‘gedebug’ kenceng banget. Selang beberapa detik kemudian, terdengar suara heboh dari anak-anak lainnya bercampur dengan suara tangisan anak.

Setelah dapat laporan, saya dan guru lainnya bergegas datang ke TKP. Disitu terlihat Anjar lagi duduk megangin tangan kanannya. Semua heboh ada anak yang jatuh dari lantai dua. Bermacam pikiran was-was mulai berdatangan khawatir dengan kondisi Anjar.

Jatuh dari lantai, pikiran kami sama. Anak ini pasti ada yang patah tulangnya. Suaranya aja kenceng banget. Setelah ngecek keadaan Anjar yang masih nangis, alhamdulillahnya adalah nggak ada darah yang kelihatan dari tubuh Anjar, nggak ada luka di kepala, di tangan sampai kaki, semuanya aman.

Jujur, setelah saya denger suara gedebug kenceng banget dan datang ke sumber suara. Saya cukup lega karena setidaknya masih ada suara tangisan dari Anjar. Anjar masih sadar dan nggak pingsan.

Siang itu, bergegas wali kelasnya langsung membawa Anjar ke rumah sakit terdekat. Beruntungnya, rumah sakit terdekat itu memang lokasinya dekat banget. Nggak ada lima menit udah sampai.

Sambil menunggu hasil pemeriksaan Anjar, masalah selanjutnya yang harus segera dihadapi adalah bagaimana caranya menyampaikan hal ini ke orangtua Anjar. Saya yakin, saat itu wali kelasnya juga pasti deg-degan banget karena ada kemungkinan bakal kena marah. Dibilang nggak ngawasin siswanya juga dibilang teledor dan apesnya sampai bisa kena tuntut.

Setelah melalui berbagai diskusi dengan guru lain, akhirnya muncul kesepakatan kalau orangtua Anjar bakal dipanggil dulu ke sekolah, setelah nanti di sekolah orangtua Anjar baru diberitahu tentang kejadian anaknya yang jatuh dari lantai dua.

Ajaibnya... setelah hal ini disampaikan, orangtua Anjar ternyata bisa memahami peristiwa ini sebagai sebuah kecelakaan yang tidak disengaja dan bukan keteledoran dari guru. Ibu Anjar benar-benar memahami kalau anaknya ini memang lebih aktif dari anak pada umumnya.

Keajaiban selanjutnya adalah setelah hasil pemeriksaan keluar, tidak ditemukan luka serius pada tubuh Anjar. Tidak ada patah tulang, tidak ada tulang retak dan tidak ada tulang yang kegeser. Semua baik-baik saja.

Saya sendiri sampai nggak langsung percaya ketika mendengar informasi ini. Bagaimanapun juga, anak ini habis jatuh dari lantai dua ke tanah tanpa ada persiapan buat pendaratan. Patah tulang pun enggak, guru-guru lainnya pun sampai berdecak kagum dengan pemulihan yang luar biasa cepat dari Anjar.

Beberapa hari kemudian, Anjar sudah terlihat berangkat sekolah lagi dengan normal tanpa terlihat sebagai anak yang pernah jatuh dari lantai dua sekolah.

Saya dan guru lainnya bernafas lega tanpa tahu beberapa minggu ke depan. Anjar (lagi-lagi) akan mengalami insiden yang bikin guru deg-degan lagi. Tangan kanannya kebakar gara-gara ketetesan spirtus.

Untuk kejadian ini, lain waktu saya ceritakan lagi.

Ngapain Masih Ngeblog?

September 29, 2023


Saya juga heran sama diri sendiri, kenapa udah tahun 2023 masih aja ngeblog? Padahal kalau dipikir-pikir lagi, ngeblog juga udah beda banget dibanding bertahun-tahun yang lalu. Rasanya tuh udah kayak dulunya tinggal di sebuah kota yang padat penduduk, tiap hari saling sapa dengan tetangga. Lalu perlahan banyak tetangga yang lebih memilih untuk pindah ke kota lain yang lebih rame. Kalaupun ada yang bertahan, ya palingan rumahnya jarang ditempatin, mereka balik sesekali, lalu pergi lagi.

Dari awal tahun ini, saya juga merasakan jenuh banget sama ngeblog. Bener-bener hampir nggak pernah nengokin. Terbengkalai gitu aja, sekalinya ditengokin, banyak komentar spam dari luar negeri yang masuk ke kotak komentar di berbagai postingan.

Bulan Agustus lalu bahkan sempat terjadi perdebatan dengan diri sendiri mau perpanjang domain dotcom blog ini atau dibiarin aja sampe expired. Pemberitahuan perpanjangan domain ini masuk disaat keinginan ngeblog lagi bener-bener di titik terendah. Padahal saya juga lagi nggak sibuk-sibuk banget di dunia nyata.

Setelah mengingat banyak hal yang sudah blog ini lalui, mulai dari jaman alay waktu kuliah sampai lulus kuliah, kerja jadi guru dengan gaji seikhlasnya sampai sekarang ada di titik ini. Saya memilih untuk tetap memperpanjang domain blog ini, walaupun ya... setelah perpanjang domain ini, blog ini juga (kemungkinan besar) akan teronggok gitu aja karena nggak ada keinginan buat nulis.

Oh iya, meskipun saya lagi ada di tahap males banget ngeblog, beberapa kali saya masih sempetin nengokin teman-teman blogger lainnya. Beberapa masih ada yang konsisten nulis, sisanya banyak juga yang seperti saya, membiarkan blognya teronggok begitu saja dilalerin. Sepertinya banyak yang memang lagi ‘lelah’ ngeblog juga.

Munculnya platform lain buat tempat bercerita memang berpengaruh banget sama dunia perblogggeran. Sekarang orang-orang bisa cerita di mana aja. Tiktok, Youtube, Twitter (X), sampai Instagram yang lebih mudah buat dapetin views daripada mesti nulis di blog yang belum tentu banyak orang sempetin buat baca.

Blogger-blogger populer masa lalu juga kebanyakan udah bener-bener ninggalin blognya dan pindah ke platform lain. Sebagian terbengkalai dengan sisa-sisa postingan yang terakhir ditulis beberapa tahun yang lalu, sisanya lagi alamat blognya udah nggak bisa diakses.

Ya, hidup memang harus fleksibel sih, harus pinter menyesuaikan diri sama apa yang memang lagi rame ‘ditempatin’. Tapi ya, itu, ada aja orang-orang yang masih ‘mau’ bertahan di sini, termasuk saya juga. Entah apa alasannya, bisa karena di platform lain nggak cocok atau karena blog ini punya banyak kenangan hidup yang sayang buat ditinggalin.

Btw, setelah berbulan-bulan nggak ada perhatian-perhatiannya sama blog ini. Anehnya, beberapa minggu yang lalu, nggak tahu kenapa tiba-tiba saya jadi tertarik lagi buat ngurusin blog ini. Berawal dari iseng-iseng ngecek blog, lalu mulai ngerasa bosen sama tampilannya, saya jadi kepikiran buat mengubah template blog ini.

Sebenernya sayang juga sih kalau mau ganti lagi template blog ini. Apalagi setelah waktu itu udah niat banget ngerubah desain blog sampai sesuai keinginan. Tapi memang yang namanya penasaran lebih susah buat diredam. Saya jadi mulai menjelajahi website-website yang nyediain template gratisan. Berkali-kali saya klik ‘next page’ untuk mencari tampilan yang paling sreg tapi nggak nemu-nemu.

Kemudian, saya mulai mencoba mencari template premium. Pikiran saya, sekali-kali nyobain template premium boleh juga kali, ya. Saya pun mulai browsing lagi nyari website berbahasa Indonesia yang jual template blog premium. Sayangnya, template yang tersedia kebanyakan lebih cocok buat blog yang isinya berita.

Saya sempat nemu yang cocok di idntheme, begitu saya order dan saya pakai templatenya, eh.... kok jadi ngerasa nggak cocok. Akhirnya saya nyoba muter-muter lagi, kali ini menjelajah ke Instagram, di sini saya nemu mbak-mbak jago coding yang jual template buat blogspot, setelah saya hubungi dan beberapa hari baru dibales. Saya dikasih link katalog template-nya.

Saya coba cek satu per satu dan akhirnya saya nemu sama satu template yang ‘menarik’ perhatian saya. Walaupun sebenarnya tampilannya nggak beda jauh dengan template-template lain pada umumnya. Tapi saya sreg saja.

Dan template yang saya pilih itu sekarang sudah melekat di blog saya ini.

Untuk saat ini, mungkin sisa-sisa keseruan ngeblog saya masih sebatas gonta-ganti template. Meskipun saya nggak yakin juga, perubahan template ini bikin saya jadi rajin ngeblog atau nggak. Tapi ya, untuk saat ini setidaknya ada alasan buat saya kembali lagi nulis di blog ini.

Selasa, September 26, 2023

Rela Ribet Demi Pokemon Go

September 26, 2023

Waktu masih SD dulu, saya hobi banget ngoleksi Tazos Pokemon hadiah dari jajanan Chiki, Cheetos dan Jet-Z. Hampir setiap hari, uang jajan saya pasti ada yang saya alokasikan buat beli jajanan ini, walaupun sebenernya saya udah nggak terlalu selera sama jajannya karena hampir setiap hari makan. Tujuan utama saya paling utama tentu saja berburu tazos yang ada di dalamnya, berharap bisa dapat tazos pokemon yang saya belum punya gambarnya, jadi bisa tambah koleksi.


Kehedonan saya belanjain uang saku buat beli jajanan ini mungkin karena waktu itu, di sekolah anak-anak lain juga lagi demam banget sama tazos ini, hampir setiap istirahat mainannya pasti tazos pokemon.


Dulu, seingat saya setelah edisi yang biasa, ada lagi edisi 50 gambar baru pokemon yang dikeluarkan Chiki, Cheetos dan Jet-Z. Saat itu, saya udah punya 49 tazos pokemon dan hanya tinggal satu yang saya belum punya. Meskipun udah berkali-beli jajan itu terus, tetep aja dapetnya sama dan nggak pernah nyantol satu edisi yang misterius itu.


Tazos Pokemon (Gambar dari Google)


Salah satu hal paling menyedihkan dari perjalanan panjang saya mengoleksi tazos pokemon waktu SD adalah tazos pokemon saya hilang diambil orang dekat keluarga saya lengkap sama albumnya. Waktu itu saya bener-bener nangis kejer sekejer-kejernya nyariin di seluruh penjuru rumah bahkan berhari-hari nggak pernah ketemu.


Sampai beberapa bulan kemudian, ketika saya iseng main di rumah saudara, saya melihat album pokemon yang sangat saya kenali kalau itu adalah milik saya. Waktu saya ambil, tazos di dalamnya sudah nggak ada satu pun. Karena saya orangnya udah nggak enakan dari sejak kecil, saya cuma diem aja dan cukup tahu.


Bertahun-tahun setelahnya, tiba-tiba Indonesia dihebohkan bakalan ada game Pokemon yang ‘nyata’ banget. Kita seolah benar-benar diajak menjadi trainer pokemon dan mesti berjalan langkah demi langkah buat mencari pokemon lalu ditangkap.



Saya masih ingat dulu awal rilisnya, game Pokemon Go ini benar-benar viral banget. Bahkan acara gosip artis isinya ngomongin tentang artis yang nyobain main Pokemon Go, bahkan blogger Alit Susanto juga ikutan ngebahas cara main game ini di blognya.


Sayangnya, HP saya waktu itu Asus Zenfone Max, GPS-nya suka nggak bener, jadi pernah saya coba bikin akun dan coba main tulisannya selalu GPS SIgnal Not Found di atas layar.


Baru dua tahun kemudian ketika saya ganti HP, saya mulai iseng buat coba game ini lagi dan ternyata bisa! Awal-awal main Pokemon Go ini ternyata bisa benar-benar bikin se-ketagihan itu, asli deh. Apalagi waktu di dalem rumah buka Pokemon Go dan ternyata nemu pokemon, wuaaah... rasanya girang banget, dalam hati sampe bilang, “Anrjit... di dalam rumah saya ini ternyata ada pokemonnya! Keren!”


Sampai kemudian, istri saya tahu kalau saya lagi main game ini, dia ikut nyobain dan ternyata ketagihan juga. Jadilah kami berdua sebagai pasutri pemburu pokemon tiap habis maghrib. Kami sengaja naik motor berdua muterin kota Pemalang sambil sesekali berhenti di tempat-tempat tertentu kalau muncul pokemon yang menarik.


Sayangnya, karena kami ada di kota kecil, yang waktu itu Gym (tempat buat tanding pokemon) dan Pokestop (tempat buat dapetin item) masih sedikit, juga pokemon yang muncul masih itu-itu saja, kami jadi mulai bosen dan berhenti main game ini.


Gym ini tempat  buat naruh pokemon kita. Kalau bisa bertahan selama 8 jam dari serangan musuh, bisa dapat koin maksimal 50 buat beli item


Beberapa bulan kemudian, setelah saya ganti HP (lagi). Entah kenapa, Pokemon Go ini jadi pengen saya install lagi. Kayak ngerasa kangen aja gitu, pengen main game ini lagi. Dan ternyata, setelah saya log in lagi, di Pemalang udah mulai banyak Gym dan Pokestop baru. Pada install-an kali ini, saya mulai itu bela-belain cari pokemon kesana kemari naik motor sendirian. Seringnya sih pulang sekolah. Sambil jalan santai, sambil sesekali liatin HP, saya kadang berhenti sebentar buat nangkep atau tanding ngelawan pokemon orang lain di Gym.


Setiap dapat pokemon jenis baru, rasanya itu ada kepuasan tersendiri, jadi nostalgia sama masa SD dulu yang hobi ngumpulin pokemon lewat tazos. Dan sekarang pokemon itu bisa saya dapatkan lagi dan ada dalam HP saya sendiri, bahkan pokemon itu bisa nambah kekuatannya, bisa pingsan (kalau habis tanding sama pokemon lain di Gym dan kalah), terus pokemonnya diobatin. Bahkan kita juga bisa melihat langsung bentuk evolusi dari pokemon itu sendiri.


Waktu itu bisa dibilang saya benar-benar ketagihan sama game ini, tiap lagi pergi ke suatu tempat saya pasti sempetin buka Pokemon Go buat ngecek, barangkali ada pokemon baru di tempat ini. Bahkan pernah nih, waktu lagi jam istirahat sekolah iseng saya buka Pokemon Go, ternyata ada bayangan hitam pokemon muncul di radar, yang itu artinya saya belum punya. Setelah saya cek, ternyata lokasinya ada di Stadion Sirandu yang jaraknya sekitar satu kilometer dari sekolah. Saya pun buru-buru ambil kunci motor dan pergi ke stadion demi pokemon baru.


Iya, beneran seniat itu.


Semakin kesini, keinginan memiliki pokemon lain semakin tinggi, sayangnya... pokemon-pokemon legendaris biasanya hanya bisa didapat kalau kita bisa mengalahkan pokemon ini yang muncul di Gym pada jam-jam tertentu. Masalahnya, pokemon ini tidak mungkin bisa dikalahkan seorang diri, harus dilawan bareng-bareng minimal tiga orang atau lebih tergantung kekuatannya. Sebagai pemain pokemon Go di kota kecil dan nggak punya komunitas sama sekali. Saya cuma mentok dapetnya pokemon-pokemon yang itu-itu terus.


Semakin kesini juga muncul kesibukan lain yang akhirnya membuat saya tidak lagi merasa antusias buat ngelanjutin rutinititas nangkepin pokemon ini. Saya sempet off dari game ini selama setahun atau mungkin dua tahun lebih.


Sampai pada suatu hari (lagi), ketika saya iseng buka game ini setelah sekian lamanya. Saya dibuat kaget (lagi) sama apa yang ada di dalamnya, ternyata sekarang Gym dan Pokestopnya nambah banyak banget! Bahkan surprise-nya lagi, di deket rumah saya, ada dua pokestop baru yang masih bisa dijangkau dari rumah saya.


Pokestop ini kalau dideketin dan diputer bisa keluar beberapa item gratis, salah satunya bola pokemon


Jadi, dari pokestop ini kadang suka muncul pokemon random yang kalo lagi gabut asyik juga buat ditangkapin. Apalagi kalau saya pakai item lure module di pokestop ini yang bisa mengundang lebih banyak pokemon buat muncul. Praktis banget, di dalam rumah bisa nangkepin Pokemon.


Sebahagia ini cuma ngeliat ada pokestop baru deket rumah. Kalau di kalangan pemain PoGo, saya bisa juga disebut ‘pemain darat’. Artinya pemain yang mainnya bener-bener mesti keliling dari satu tempat ke tempat lain, bisa mainnya cuma di lokasi ‘real’. Nah, ada juga ‘pemain fly’. Pemain ini bisa terbang dari satu tempat ke tempat lain, biasanya mereka ini pada pakai Fake GPS. Misal, hari ini di Jakarta, nanti sore tahu-tahu lagi ada di New York, terus bisa pindah lagi ke Spanyol dll.


Memang kalau bisa pindah kenapa?


Ya... tentu kemungkinan dapat pokemon bagus dan jenis lainnya lebih besar. Apalagi ada yang namanya pokemon regional, pokemon yang hanya bisa didapat di wilayah-wilayah tertentu. Pokemon jenis ini nggak mungkin ada di lokasi lain. Jadi susah banget pasti buat dapetin pokemon itu.


Btw, sebenernya pengen sih bisa duduk santai tinggal gerakin joystick-nya di dalam rumah bisa jalan-jalan nangkep pokemon ke berbagai negara. Tapi para pemain Fake GPS ini ada resikonya sih, kalau ketahuan akunnya bisa bener-bener dibanned sama pihak Niantic yang punya game. Kebayang kan nyeseknya udah punya banyak pokemon tiba-tiba nggak bisa diliatin lagi.


Bagi sebagian orang mungkin game Pokemon Go ini game yang ribet, soalnya kalau mau main aja mesti bener-bener jalan keluar rumah, nemu pokemon bagus harus berhenti sebentar di pinggir jalan buat nangkep pokemon. 


Tapi sebenernya memang disitu letak keseruannya, game ini didesain biar kita seolah-olah jadi trainer pokemon kayak di anime-nya. Jadi, walaupun terlihat ngerepotin, di kota-kota besar game ini masih banyak peminatnya. Bahkan saya sering liat di postingan IG Pokemon Go Indonesia, untuk event-event tertentu mereka masih sering ngumpul buat nangkep pokemon bareng.

Sabtu, September 23, 2023

Mengingat Warnet

September 23, 2023

Sekitar belasan tahun yang lalu di masa-masa SMP hingga SMA, saya masih hidup di jaman internet yang kecepatan internetannya manusiawi hanya bisa diakses lewat warung internet atau yang biasa disebut warnet. 

Waktu itu, kalau pengen menjelajah dunia internet, saya dan orang-orang yang hidup di jaman itu harus mengeluarkan effort lebih. Ngumpulin niat, ngeluarin motor dari dalem rumah, berangkat ke tempat warnet, parkirin motor, masuk, nanya ke meja operator ada yang kosong apa nggak (kalo nggak ada yang kosong, pilihannya pulang atau cari warnet lain), milih bilik yang keliatannya enak (ada yang di kursi, ada yang lesehan), lalu duduk internetan.



Pada jaman itu, alasan yang paling sering muncul ketika saya semangat ke warnet biasanya mau download lagu buat dimasukin ke MP4 player. Walaupun resikonya lumayan gede, bisa kena virus yang bikin lagunya jadi nggak bisa diputer semua dan mesti di format ulang.


Kira-kira bentuknya kayak gini

Sementara temen saya justru tertarik dengan HP saya yang bentuknya flip (saya lupa mereknya) dan masih poliponik, udah berwarna tapi belum bisa muter lagu format Mp3.


Melihat saya yang kesengsem sama MP4 miliknya, Nanang ngajuin tuker HP saya dengan MP4 miliknya ditambah hapenya yang masih monophonic, belum berwarna. Saya sempet mikir-mikir, tapi pada akhirnya setuju karena mikirnya saya bisa dengerin banyak lagu lewat MP4 dan hapenya yang nggak berwarna itu, nggak terlalu jadi masalah karena palingan cuma buat SMS-an. Fyi, tarif nelepon pada waktu itu bagi anak sekolah seperti saya bisa dibilang mahalll bangettt.


Jadilah MP4 itu pindah tangan ke saya dan langsung jadi barang kesayangan yang selalu saya bawa kemana-mana. MP4 ini juga yang bikin saya rajin ke warnet buat ngisi lagu-lagu pop Indonesia.


Tapi emang, yang bikin harus hati-hati waktu download lagu di warnet tuh, biasanya ketika halamannya diakses, ada banyak tampilan ‘download’ yang sebagian besar adalah jebakan menuju ke halaman nggak jelas atau biar kita nge-klik adsense.


Aktivitas saya download-in lagu-lagu pop Indonesia, biasanya diselingi dengan main Facebook, ngobrol lewat wall/dinding sama teman baru yang beberapa tahun kemudian ngobrolnya mulai pindah lewat inbox. Nggak ketinggalan make headphone sambil milih lagu yang ada di komputer warnet, terus play pakai Winamp atau Windows Media Player.


Pada masa itu, benar-benar yang namanya mau internetan jadi sebuah aktivitas yang emang nggak bisa dilakuin setiap waktu. Jadi, kalau pengen internetan ya itu, harus ke warnet. Memang HP juga sebenenrya ada yang udah bisa dipake buat internetan. Tapi jaringannya masih lemot parah, buat download lagu aja butuh beberapa menit. Udah gitu paket internetnya masih mahal, belum ada yang giga-gigaan. Adanya paket ratusan MB.


Aktivitas saya terhenti biasanya kalau udah ngerasa mata mulai perih atau tagihan udah mulai lumayan dan takut nanti duitnya kurang pas mau bayar, baru deh saya langsung close window lalu menuju meja operator buat bayar tagihan warnet, habis itu… pulang. Kembali ke rutinitas kehidupan ‘tanpa internet’.


Dulu memang yang namanya warnet masih menjamur dimana-mana, kebanyakan sih tempatnya bau rokok. Penuh sama orang-orang gabut yang rela ambil paketan dari tengah malam sampai pagi demi membayar lebih murah. 



Pihak warnet juga jeli melihat potensi usaha lain dengan nyediain berbagai macam snack, minuman hingga pop mie buat temen internetan. 


Saking seringnya bilik warnet hilir mudik sama pengguna, nggak heran kalau saya sering banget kebagian komputer yang lemotnya kebangetan, banyak virusnya, sampai jaringannya muter-muter karena kebanyakan user yang juga lagi online.


Hingga tahun demi tahun berlalu, sekarang di kota saya sepertinya sudah tidak ada lagi warnet yang masih beroperasi. Kalau dulu warnet selalu ramai sama orang-orang yang butuh hiburan, sekarang mungkin keliatan aneh banget kalau masih ada orang yang main di warnet. Bakal lebih aneh lagi kalau masih ada orang yang usaha warnet di era sekarang ini.


Kadang saya suka heran sendiri, nggak nyangka aja kalau dulu pengen internetan harus niat keluar rumah. Sekarang mau internetan bisa di mana aja dan kapan aja. Dulu, kalau pengen internetan harus betah mendekam di sebuah bilik kecil sambil merhatiin tagihan di bawah layar. Sekarang, mau sambil tiduran, sambil kayang, sambil rebahan udah bisa internetan dengan kecepatan yang mengagumkan di rumah sendiri.


Kalau dulu, pengen internet kita harus meluangkan waktu sekian jam di warnet. Sekarang yang terjadi justru kita harus ngeluangin waktu buat nggak internetan. Saking mudahnya diakses, bahkan setiap rumah bisa punya wifi sendiri, hidup tanpa internet bener-bener cukup sulit buat diterapkan. 


Btw, nggak tahu kenapa tiba-tiba saya jadi keinget masa-masa warnet jaman dulu. Jadinya ya nulis kayak gini. Dipikir-pikir, walaupun mengakses informasi nggak semudah seperti sekarang ini, positifnya ya kita jadi lebih banyak interaksi beneran sama orang dan nggak ada acara ngumpul tapi diem-dieman karena sibuk sama hapenya sendiri-sendiri.

Kamis, September 21, 2023

Drama Vaksin HPV

September 21, 2023

Beberapa minggu yang lalu, sekolah saya kedatangan tamu dari puskesmas. Tujuan mereka datang untuk sosialisasi pentingnya vaksin HPV pada anak SD. Memang, sejak tahun 2022, Kemenkes menjadikan vaksin HPV sebagai salah satu jenis vaksin dalam program imunisasi wajib nasional untuk anak perempuan usia 11–12 tahun pada beberapa provinsi. Vaksin HPV ini tujuannya untuk mencegah dan menurunkan kanker serviks pada perempuan.


Seperti pada umumnya anak SD ketika dihubungkan dengan hal-hal berbau suntik menyuntik, respon mereka tentu saja kalang kabut. Ada yang merencanakan untuk tidak berangkat waktu hari penyuntikan, ada yang beralasan lagi batuk pilek biar nggak disuntik, juga ada yang beralasan sudah pernah disuntik waktu bayi (ini nggak nyambung banget sih).


Sebagai guru yang baik, tentu saja saya harus memberikan pemahaman kepada anak-anak bahwa perkara suntik ini bukanlah sesuatu yang harus diributkan. Tinggal naikin lengan baju, diolesin alkohol, disuntik, terus udah, selesai... tinggal melanjutkan hidup lagi seperti biasa.


Setelah mendengar cerita bahwa suntik itu hal yang biasa. Anak laki-laki langsung terlihat percaya diri, menepuk dada mereka dengan sombong sambil selebrasi “siuuuuuu” seperti Cristiano Ronaldo kalau habis ngegolin. Kesombongan ini muncul secara tiba-tiba karena mereka tahu perkara suntik menyuntik ini hanya untuk anak perempuan.


Tinggalah anak perempuan dengan wajah cemas di kelas sambil menunggu kapan datangnya jadwal suntik dari puskesmas.


Selanjutnya, saya memberikan lembar persetujuan dari orangtua siswa agar anaknya diizinkan untuk suntik vaksin HPV di sekolah. Ternyata respon yang datang dari orangtua setelah formulirnya dikumpulkan lagi sangat beragam.


Sambil mengumpulkan, Ninda, salah satu siswa bilang, “Pak, saya nggak boleh disuntik sama ibu, soalnya saya masih batuk sama pilek.”


Anel, juga nyeletuk, “Pak, saya nggak boleh disuntik, bapakku bilang katanya, ‘anak sehat-sehat kok malah disuntik!’ Gitu Pak”


Saya menghela napas panjang, terus ceramah, “Ini kenapa jadi pada nggak boleh disuntik gini, sih! Ninda nggak boleh disuntik gara-gara batuk pilek, Anel nggak boleh disuntik karena anaknya sehat! Lah terus kalo kayak gini, kira-kira yang boleh disuntik anak yang kayak gimana nih?!”


Tiba-tiba Rafa nyeletuk, “harusnya anak cewek pada bersyukur ya Pak, masih bisa disuntik, coba bayangin anak yang nggak punya lengan, gimana suntiknya?”


Saya yang tadinya mau kesel, jadi pengen ketawa denger celetukannya Rafa yang dark joke banget.


Saya menjelaskan lagi, “Intinya vaksin HPV ini penting banget buat anak cewek biar pada nggak kena kanker serviks. Terus kenapa, disuntiknya pas mereka masih SD? Karena vaksin ini lebih efektif bekerja pada anak perempuan yang belum memasuki masa pubertas. Nanti kalian kelas enam juga bakalan belajar materi pubertas ini.”


Setelah membaca satu per satu surat persetujuan vaksin dari orang tua, ada satu surat yang waktu dibaca malah bikin kesel. Kayak gini ini...



Jadi orangtua ini aslinya keberatan anaknya divaksin, tapi terpaksa menyetujui anaknya buat divaksin, tapi... dia sudah siap-siap kalau ada apa-apa sama anaknya, dia mau nuntut pihak sekolah.


Yang bikin kesel itu, seenteng itu dia nulis begini ke sekolah yang sudah jadi tempat anaknya belajar selama hampir enam tahun. Seenteng itu, dia ngancem begini ke guru yang sudah ngedidik anaknya dari anaknya belum bisa baca sampe sekarang anaknya udah pinter ngeles kalau diceramahi orangtuanya.


Padahal kan, si bapak ini bisa datang ke sekolah baik-baik, ngobrol sama gurunya, masalah keberatan anaknya disuntik, terus solusinya bagaimana.


Walaupun kesel, saya memaklumi kalau memang bapak ini, dan mungkin orangtua siswa lainnya juga perlu mendapat edukasi tentang pentingnya vaksin HPV pada anak ceweknya. Karena memang rata-rata, di sekolah yang bisa dibilang pinggiran ini, orangtua banyak yang pendidikannya masih rendah. Jadi mereka masih mudah terprovokasi berita hoax.


Mungkin, para orangtua ini juga masih pada membekas ingatannya ketika lagi rame-ramenya vaksin Covid-19 dan ada cerita orang yang habis divaksin malah lumpuh atau malah meninggal.


Sebenernya masalah vaksin ini kan program dari pemerintah yang dieksekusi sama puskesmas buat anak-anak perempuan di sekolah. Tapi kalau ada apa-apa yang mau dituntut pihak sekolahnya aja. haha.


Daripada jadi masalah, akhirnya saya bilang ke anaknya, biar bapaknya datang ke sekolah kalau memang lebih memilih anaknya nggak disuntik. Jadi bisa sekalian ngobrol juga tentang vaksin HPV ini itu sebenernya kayak gimana.


Nyatanya, sampai datang hari penyuntikan, si bapak lebih memilih tidak datang ke sekolah, anak si bapak pun disuntik dengan khidmat.


Siangnya, ketika saya pulang sekolah, di jalan saya ketemu anak cewek ini lagi main sepeda listrik dengan bahagia. Alhamdulillah, tidak terjadi apa-apa pada si anak seperti yang dikhawatirkan si bapak.


Besoknya, si anak cewek ini nggak berangkat alasannya lagi sakit, besoknya lagi masih nggak berangkat juga. Kayaknya kesempatan banget nih, habis disuntik... minta libur dua hari. Saya masih ingat, ketika anak cewek ini main sepeda listrik tanpa beban di suatu siang sepulang sekolah.

About Us

DiaryTeacher Keder

Blog personal Edot Herjunot yang menceritakan keresahannya sebagai guru SD. Mulai dari cerita ajaib, absurd sampai yang biasa-biasa saja. Sesekali juga suka nulis hal yang nggak penting.




Random

randomposts