Sabtu, Oktober 21, 2023

Review Buku - Wentira Kota Gaib

Oktober 21, 2023

Setelah sempat mengalami reading slump yang panjang. Belakangan ini saya jadi suka sama novel-novel horror terbitan Gagas Media. Bahkan, saya jadi rajin kepoin IG sama website Gagas Media buat ngeliat judul horor terbarunya. Dan ternyata, setelah saya liat-liat, hampir semua buku ber-genre horror saya masukkan ke wishlist. 


Novel-novel horror Gagas Media ini memang sengaja saya masukkan ke wishlist dulu karena nggak mungkin tiba-tiba saya langsung beli semuanya. Selain karena harga novel sekarang udah semakin nggak tahu diri, yang kedua saya khawatir pas udah beli banyak, reading slump saya kambuh lagi.

Jadilah saya mengawalinya dengan membeli 1 buah novel terlebih dahulu berjudul Ningsih sebulan yang lalu, semacam buat tes ombak bisa nggak nih saya selesaiin bacanya. Setelah butuh waktu seminggu untuk menuntaskan novel yang saya beli dengan diskon 20% dan gratis ongkir Shopee. saya mulai mewacanakan untuk berburu novel horror lainnya.

Jadilah minggu-minggu kemarin saya beli 3 novel horror dari Gagas Media sekaligus. Ada Parang Maya, Mencari Saranjana (yang sudah review di sini) dan Wentira Kota Gaib.


Awalnya saya memang sekedar tertarik aja sama novel Wentira ini, tapi pas liat nama penulisnya, kayaknya saya ngerasa nggak asing. Setelah diingat-ingat lagi, dan saya pastikan dengan browsing di Google. Ternyata benar, ini adalah Randu Alamsyah yang juga nulis buku ‘Air Mandi Mayat’ yang menurut saya ceritanya menarik.

Butuh beberapa kali ‘duduk’ untuk saya selesai membaca novel Wentira Kota Gaib ini. Mumpung kebetulan pas lagi rajin ‘ngeblog’, saya mau ngomongin novelnya di postingan ini. Tapi sebelum itu, simak dulu blurb-nya:

"Wentira daerah misteri di Sulawesi. Ternyata banyak orang memercayai kota gaib Wentira. Sesepuh desa bercerita tentang pesanan-pesanan misterius yang menghilang di wilayah itu. Para kurir pemula biasanya akan kebingungan dengan alamat yang tercantum dalam paket. Namun, biasanya selalu ada penduduk yang menyuruh mereka untuk meninggalkan saja paket di tugu yang menandai gerbang masuk Wentira.

Bukan hanya mitos yang melegenda, Wentira diyakini keberadaannya. Tempat tinggal makhluk-makhluk tak kasatmata yang berdampingan dengan sekitar."

Novel ini ditulis dengan gaya seperti Diary. Dibuka oleh Rio yang ‘seolah’ menulis catatan untuk seseorang yang dipanggil ‘Nay’. Rio ditugaskan oleh yayasannya untuk menjadi relawan di kota Palu yang telah porak poranda karena diterjang Tsunami. Ini adalah tugas pertama Rio sebagai relawan yang tentu saja tidak mudah karena Rio harus segera beradaptasi dan cepat tanggap membantu mencari mayat yang masih terkubur puing-puing reruntuhan.

Begitu sampai di Palu, Rio sudah ditunggu oleh seorang cewek bernama Yenda, yang nantinya akan membantu Rio untuk mengenal kondisi dan situasi di kota Palu. Namun, Yenda ternyata tidak bisa benar-benar terus mendampingi Rio sebagai relawan ‘amatir’ karena Yenda juga harus mengurus keluarganya yang juga menjadi korban tsunami.

Rio pun mencoba berbaur dengan relawan lainnya dan bertemu dengan Pak Ismet Loulembah dan juga dr Andi Ratna. Kedua orang inilah yang sering menjadi tempat bertanya bagi Rio selama di kota Palu. Beberapa kali pula, obrolan mereka menjadi terasa horror ketika ngomongin suasana setelah tsunami yang porak poranda.

Sampai suatu ketika, Rio ingin pergi ke Balaroa, salah satu tempat yang terkena dampak paling parah oleh tsunami. Tujuannya untuk mencari data sebanyak-banyaknya tentang kerusakan yang ditimbulkan oleh tsunami ini. Mengingat akses kendaraan yang masih jarang, Rio akhirnya bisa mendapat tumpangan ke Balaroa menumpang mobil relawan para dokter, yang salah satunya adalah dr Andi Ratna.

Setelah sampai di Balaroa, Rio segera berkeliling untuk mencari informasi. Hingga tanpa terasa waktu semakin sore, Rio harus segera kembali karena memang suasana Balaroa ketika menjelang malam hari terasa menyeramkan.

Namun Apesnya, Rio kehilangan jejak rombongan dr Andi Ratna dkk., sementara Rio nggak tahu jalan pulang dan bingung harus menumpang apa karena jarang sekali ada kendaraan yang masih beroperasi. Rio pun nekat untuk jalan kaki, hingga akhirnya bertemu sebuah mobil misterius yang bersedia mengantar Rio pulang. Meskipun kondisi mobilnya cukup menyeramkan, tidak ada pilihan lain bagi Rio. 

Sampai bab berikutnya, sudut pandang karakternya berubah menjadi seseorang yang bernama Nay, cewek yang sering sekali disebut Rio ketika menuliskan catatannya. Nay ini ternyata bernama Nayla, dia rekan kerja Rio sekaligus cewek yang ditaksir Rio.

Nayla harus menyusul ke Palu karena sudah sepuluh hari lamanya Nayla dan yayasan tempat Rio bekerja sudah kehilangan kontak dengan Rio. Merasa ada yang tidak beres dan khawatir terjadi hal-hal yang buruk. Nayla ditugaskan untuk mencari Rio di Palu.

Begitu sampai, Nayla disambut oleh Yenda yang (lagi-lagi) sudah menunggu. Nayla bergegas ke kantor polisi dan setelah berbincang, polisi memberikan tas milik Rio yang telah ditemukan di sebuah tempat dekat gapura. 

Di dalam tas itu salah satunya berisi catatan Rio yang ditulisnya untuk Nayla. Berbagai dugaan juga sempat muncul atas hilangnya Rio seperti dirampok atau diculik, tapi dugaan itu tidak terlalu meyakinkan karena tidak ada orang yang menghubungi minta tebusan.

Selanjutnya, Nayla harus menginap di sebuah penginapan yang tidak terlalu terdampak tsunami. Penginapan ini tampak sepi, kamar Nayla di lantai dua, disitu hanya ada kamar Nayla yang terisi. Beberapa hal ganjil sempat muncul selama Nayla menginap, namun karena Nayla adalah orang yang tidak percaya akan adanya hantu, Nayla tidak pernah ambil pusing. Nayla selalu berpikir menggunakan logikanya. 

Dugaan yang paling sering didengar oleh Nayla dari orang-orang sekitar adalah kalau Rio ini hilang karena tersesat di Wentira, sebuah kota gaib yang peradabannya sangat maju. Namun Nayla tidak pernah percaya akan informasi ini. Baginya ada kota yang letaknya gaib itu bullshit banget.

Selanjutnya… apakah Nayla pada akhirnya bisa bertemu Rio? Atau Nayla malah jadi nyasar ke kota gaib Wentira? Cerita selengkapnya bisa kalian baca sendiri bukunya kalau penasaran.

☺☺

Jujur saya cukup excited ketika tahu ini adalah karya terbaru dari Randu Alamsyah penulis novel Air Mandi Mayat karena saya suka dengan buku pertamanya. Gaya penulisannya dalam buku ini juga terasa mengalir apa adanya, benar-benar seperti membaca sebuah buku catatan yang ditulis oleh Rio dan Nayla.

Ada banyak kata yang dicetak miring dalam penulisannya, yang saya bingung buat apa maksudnya? Tapi menurut saya sendiri, setiap kata yang dicetak miring, seperti sedang menegaskan sesuatu yang sedang ditulisnya. 

Salah satu kelebihan Randu Alamsyah di buku ini adalah dia bisa menutup setiap bab dengan kalimat yang bikin merinding. Bisa dibilang mirip seperti R.L Stine di edisi Goosebumps-nya.

Tadinya sih saya berharap bisa membaca petualangan Rio atau Nayla yang tersesat di kota Wentira. tapi ternyata Wentira ini sampai bukunya selesai dibaca ternyata masih tetap menjadi misteri.

Btw, untuk yang suka bacaan dengan genre horror novel ini bisa jadi bacaan yang pas banget buat dipilih. Atau.. buat yang udah beli buku Mencari Saranjana dan ternyata penasaran sama cerita tentang kota gaib lainnya, Wentira Kota Gaib ini jadi rekomendasi paling depan.

Senin, Oktober 16, 2023

Review Buku - Mencari Saranjana

Oktober 16, 2023

Belakanganan ini saya sering mendengar cerita tentang Saranjana yang penuh misteri. Katanya sih, Saranjana ini adalah sebuah kota tak kasat mata yang peradabannya begitu maju dan berkembang pesat. Salah satu cerita yang saya dengar adalah kejadian di mana ada pengiriman alat berat yang udah dibayar lunas dengan alamat penerimanya di Saranjana. Berita ini bikin saya jadi penasaran, ini beneran nggak sih?

Salah satu cerita terbaru tentang Saranjana yang lagi viral belakangan ini adalah cerita tentang seorang wanita yang lagi foto di sebuah tempat yang di belakangnya hanya ada bukit, tapi pas dilihat di fotonya, kelihatan ada yang aneh. Di belakangnya kelihatan ada banyak lampu seperti di sebuah kota besar. Begitu viral, orang-orang langsung banyak yang berasumsi kalau itu adalah kota Saranjana.

Rasa penasaran saya tentang cerita Saranjana yang banyak berseliweran ini yang membuat saya jadi penasaran waktu lihat IG-nya Gagas Media ada cover buku yang judulnya Mencari Saranjana.

Waktu saya baca blurb-nya pun sepertinya buku ini terlihat menarik. begini isi blurb-nya:

Keberadaanya diyakini ada, jelas terlihat bagi mereka yang katanya' beruntung.

Tempat ini masih diselimuti oleh seribu misteri dan tanda tanya. Rumor yang semakin liar justru semakin menambah penikmatnya yang kian penasaran. Dan, ini adalah perjalanan untuk kali pertamanya mencari jawaban tentang sebuah kota gaib di kampung halamanku di tanah Kalimantan, kota tak kasat mata itu bernama Saranjana. Perjalanan ini dimulai pada 2015, saat aku masih menjabat sebagai duta wisata tingkat kota. Kala itu setiap tahunnya, semua kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan akan menghadiri kegiatan festival budaya di kabupaten Kotabaru, sebuah pulau terpisah dari pulau besar Kalimantan.

Hari itu, perjalanan penuh dengan rasa antusias rombongan wisata dari Banjarbaru, dan di sanalah kali pertama aku mendengar tentang Saranjana. Layaknya dongeng, kisah sebuah kota dengan peradaban maju dari dunia saat ini ternyata ada di tempat yang kami tuju. Konon katanya, ada banyak orang yang sudah melihat hingga pindah, atau sekadar berkunjung ke Saranjana.

Belum lagi cerita seringnya kegiatan manusia alias penduduk nyata di Kotabaru yang sering bersinggungan dengan mereka, orang Saranjana. Mereka suka keramaian, suka berinteraksi, dan suka berbelanja di dunia manusia. Cerita yang disampaikan oleh salah satu temanku di dalam mobil saat itu membuat gelak tawa di antara kami. Bagiku sendiri cerita definisi Saranjana terdengar begitu fantasi, apalagi saat itu aku sedang berusaha untuk merasionalkan diri dari hal-hal gaib yang sempat membuatku nyaris gila. Denial, tentu saja.

Buku ini udah masuk wishlist saya, tapi waktu itu saya masih belum terlalu ngebet kepengen beli karena masih ada buku horror terbitan Gagas Media lainnya yang lebih pengen saya beli. Sampai akhirnya, Gusti Gina, penulis buku ini hadir di Youtube-nya Raditya Dika. Dari obrolan yang cukup panjang ini. Saya jadi memantapkan diri buat checkout buku ini.

Butuh waktu beberapa hari buat saya untuk menyelesaikan buku ini meskipun sebenarnya buku ini nggak tebal-tebal amat.

Buku ini diawali dengan bab berjudul ‘Benarkah Ini Potret Saranjana?’. Nggak disangka, bab ini nyeritain tentang mbak-mbak yang kemarin fotonya viral karena ada foto penampakan seperti lampu-lampu perkotaan. Mbak ini ternyata bernama Devi dan seorang dokter. Gusti Gina berhasil mendapatkan kontaknya dan mereka ngobrol ngomongin masalah foto ini yang tentu saja hasilnya diserahkan kembali ke pembaca masing-masing, percaya ini penampakan Saranjana atau sebenarnya cuma efek cahaya aja.

Cerita berlanjut ke bab berjudul ‘Juru Kunci Pertama’. Oh iya, sebelum saya ngomongin sedikit isi babnya. Saya salut aja sih sama Gusti Gina. Jadi, demi mengumpulkan cerita tentang Saranjana ini. Gusti Gina rela berangkat ke Kalimantan dengan waktu perjalanan yang baru denger aja udah bikin putus asa.

Gusti Gina mesti naik pesawat sama beberapa timnya selama 2 jam 30 menit dari Jakarta ke Banjar Baru, Kalimantan. Dari situ dilanjut perjalanan darat selama 7 jam. Lalu, 1 jam nyebrang laut pakai kapal feri, terus 1 jam lagi menuju kabupaten. Lalu, apakah udah sampai tujuannya? Tentu saja belum. Dari kabupaten, Gusti Gina sama timnya masih harus melanjutkan perjalanan lagi selama 4 jam. Dan perjalanan ini menjadi lebih bermakna karena tentu saja karena jalan di Kalimantan kondisinya pasti sangat memprihatinkan.

Singkat cerita, Gusti Gina sampai di desa Oka-Oka ditemani oleh Burhan, orang asli desa Oka-oka yang bakal jadi semacam tour guide. Mereka bertemu dengan juru kunci pertama bernama Pua Bela. Setelah melalui beberapa percakapan, mulai dari seperti apa kehidupan di Saranjana, bentuk pemerintahannya, sampai adakah syarat tertentu buat bisa masuk Saranjana. Tiba-tiba Gina nyeletuk, bisa nggak kalau Gina dianter pergi ke Saranjana?

Sebuah pertanyaan yang kelihatannya, ‘Ya nggak bisa, lah!”, tapi ternyata dijawab ‘bisa’ sama Pua Bela. Mereka pun pergi Gunung Saranjana, uniknya lagi begitu sampai di sana, Pua Bela nelepon orang dari Saranjana, orang tersebut ngakunya seorang putri dari Saranjana.

Lebih kagetnya lagi, Putri ternyata mau ngobrol sama Gina yang intinya, ya… Gina belum bisa buat datang ke Saranjana. Saking penasarannya Gina sama Putri dari Saranjana tadi, Gina sampai nyatet nomernya yang isinya kebanyakan angka 1 semua. Bahkan Gina sampai niat banget ngecek di Getcontact. Dan dari hasil Getcontact, banyak yang nyimpen nomer ini dengan nama Saranjana.

Bab-bab selanjutnya, berisi pengakuan dari orang-orang yang pernah bersinggungan dengan Saranjana. Entah itu mereka nyasar di Saranjana atau ketika mereka nggak sengaja bersinggungan dengan orang Saranjana.

Contohnya ketika ada kapal yang terdampar karena ada kerusakan mesin ditemukan oleh penduduk setempat bernama Pak Jahar. Awak kapal ini pada kebingungan karena mereka awalnya melihat ada daratan yang terlihat ramai.

Singkat cerita, setelah mesin selesai dibetulkan, kapal ini mencoba untuk berlayar lagi. Anehnya, meski dengan berbagai cara, kapal ini tetep nggak mau gerak. AKhirnya, kapten kapal mencoba menghubungi juru kunci Saranjana kedua, bernama Bu Suinah. Setelah diberi beberapa syarat, ajaibnya kapal ini bisa berlayar lagi. Syaratnya apa aja? Kalian bisa baca langsung di bukunya.

Cerita-cerita lainnya ada tentang tiga orang yang sempat ditahan di Saranjana karena dikira mencuri ikan, ada juga cerita tentang orang yang dapat batu ajaib dari Saranjana, juga ada cerita tentang orang yang mau ngambil emas di sebuah sumur yang terkenal angker dekat wilayah Saranjana namun prosesnya tidak mudah karena ada syarat berat yang harus dipenuhi.

Masih ada cerita-cerita lainnya yang diceritakan langsung dari orang yang mengalami langsung, yang kalau dipikir pakai logika memang bikin saya mikir, “Ini beneran nggak, sih?”

Beberapa bab terakhir ada cerita Gina bertemu dengan sejarawan yang tertarik dengan kata ‘Saranjana’. Kalau bab sebelumnya ceritanya tentang pengalaman orang-orang yang, ya… nggak tahu bener apa nggaknya. Pada bab kali ini, ceritanya Gina mencoba melihat Saranjana dari sisi ilmiah dan dari bukti-bukti yang ada. Mulai dari peta jaman dulu yang sempet dibikin oleh Solomon Muller dari Jerman, juga peneliti-peneliti jaman dulu lainnya yang di peta bikinannya ada daerah Saranjana yang tertulis disitu yang membuktikan pada masa lalu, Saranjana ini memang pernah ada.

Begitu sampai bab ‘Legenda Saranjana yang Jarang Terdengar’. Saya seperti diajak membaca buku cerita rakyat / dongeng jaman dulu. Bab ini terlalu banyak nama tokoh jaman dulu yang sulit saya hafalkan langsung. Nggak tahu kenapa, untuk bab ini rasanya saya buru-buru pengen segera menyelesaikan karena nggak begitu tertarik. Bahkan beberapa kali saya sampai menguap bacanya.

Setelah menyelesaikan membaca buku ini, jujur saya sebenernya berharap bisa membaca sebuah buku yang menegangkan seperti buku horror Gagas Media lainnya. Tapi ternyata buku ini isinya lebih ke catatan perjalanan Gusti Gina menelusuri Saranjana hingga rela datang ke Kalimantan dan mewawancarai orang-orang yang punya pengalaman dengan hal-hal berbau Saranjana.

Kalau melihat bagaimana Gusti Gina bisa seniat itu datang ke Kalimantan demi bisa ‘menemukan’ Saranjana dengan perjalanan yang tidak mudah dan tentu saja biaya yang udah pasti lumayan juga. Buku ini akan saya kasih nilai maksimal.

Tapi ekspektasi saya sepertinya ketinggian, karena buku ini isinya hanya pengalaman-pengalaman orang-orang yang nyasar atau bersinggungan dengan Saranjana, yang saya juga nggak tahu, ya… ini bener apa enggak.

Tadinya sih saya berharap kalau pengalaman mereka bisa lebih menegangkan, tapi itu nggak saya rasakan. Mungkin karena ini buku ini konsepnya hanya seperti catatan perjalanan, kalau gaya berceritanya lebih diolah lagi dengan bumbu-bumbu dramatisnya mungkin cerita-cerita mereka sebenernya bisa bikin lebih terasa menyeramkan.

Gusti Gina, seperti hanya menuliskan cerita dari para narasumber. Mungkin buku ini akan jadi lebih dramatis, kalau Gina beneran bisa masuk Saranjana. haha

Untuk masalah typo, juga ada beberapa yang masih bertebaran. walaupun nggak banyak, tapi lumayan sih. Saya rasa harusnya editor bisa lebih jeli dan sabar lagi pas ngedit naskah ini buat meminimalisir typo yang ada.

Oh iya, buat yang mau test ombak dulu gambaran cerita buku ini lebih detail seperti apa, kalian bisa tonton obrolan tentang Saranjana ini di Youtube-nya Raditya Dika.


Lalu, apakah pada akhirnya Gusti Gina bisa menemukan Saranjana seperti rencananya? Kalian bisa baca bukunya dan simpulka sendiri.

Selasa, Oktober 10, 2023

Tentang Mie Instan dan Hujan di Sebuah Teras Sekolah

Oktober 10, 2023

Suatu siang, setelah jam pelajaran sekolah selesai. Beberapa siswa yang memang sengaja belum ingin pulang ke rumah, duduk santai di depan teras sekolah. Entah karena suasana di rumah membosankan atau karena mereka masih ingin bermain di sekolah.


Cuaca siang itu mendung diiiringi angin yang bertiup cukup kencang, pohon-pohon di sekitar sekolah ‘terpaksa’ menjatuhkan daun-daunnya yang menyerah tertiup angin. Daun-daun itu banyak jatuh di sekitar halaman seolah sengaja ingin menambah beban kerja penjaga sekolah.


Berhubung saya sudah nggak ada kerjaan dan menunggu jam kerja selesai masih sekitar dua jam lagi. Saya iseng-iseng ikut duduk lesehan di teras bersama empat anak kelas enam yang masih sibuk bermain stik es krim. 


Permainan ini belakangan cukup populer di kalangan anak sekolah. Banyak anak yang berangkat ke sekolah sengaja membawa puluhan stik di tasnya, tapi lupa membawa tugas pekerjaan rumahnya. Mereka memang lebih mudah mengingat cara bermain stik dibanding mengingat membawa tugas rumah ke sekolah.


Cara bermain stik ini cukup sederhana, dua anak saling berhadapan masing-masing dengan stik andalannya. Biasanya sih, stik andalannya ini ditempelin stiker atau digambarin macam-macam. Entah untuk menambah kekuatan agar lebih mudah menang, atau sekedar biar terlihat keren. Sementara mudah menang atau nggaknya urusan belakangan.


Kemudian, masing-masing stik diletakkan di lantai, kedua anak tersebut suit dulu buat menentukan urutan permainannya. Setelah itu, stik yang di lantai ditepuk dengan menggunakan kedua tangan biar terdorong maju karena angin yang dihasilkan dari tangan yang ditepuk ke lantai. Nantinya, yang berhasil menindih stik lawan berarti dia yang menang. Lawan harus memberi stik untuk bayarannya.


Melihat keempat anak yang masih pada betah di sekolah ini membuat saya jadi kepikiran, “Padahal suasananya sudah pas banget buat pulang ke rumah, lalu rebahan. Tapi anak-anak ini malah dengan senang hati justru pada mainan di sekolah”, Pemikiran orang yang sudah dewasa dan anak-anak memang berbeda sekali.


“Eh, kalian kok belum pada pulang? Bentar lagi hujan loh...” Saya menegur mereka yang masih asyik bermain.


“Nggak apa-apa, Pak! Kalau hujan tinggal hujan-hujanan pulangnya.” Kata Bayu, anak berbadan cukup tambun dengan rambut belah pinggir, menjawab sambil tetap fokus pada permainan stiknya.


“Iya, Pak! Nanggung ini, lagi seru!” Rian, yang sedang berhadapan dengan Bayu ikut menambahkan.


“Lah emangnya kalian jam segini nggak pada laper?”


“Gampang Pak, nanti pulang tinggal bikin mie instant!” Sambil menepuk stiknya, Bayu menjawab sekenanya.


“Eh, jangan keseringan makan mie instant loh, nggak baik. Anaknya temennya Pak Edot keseringan makan mie tuh, jadi masuk rumah sakit!” Saya mengingatkan mereka.


“Ah! Masa sih, Pak! Padahal kan mie instant enak, Pak.”


“Dih, nggak percaya. Nih, tak ceritain, ya.” Saya membalikkan badan menghadap mereka.


Anak-anak mulai tertarik dengan pembahasan mie instant yang tidak sehat. Sementara langit semakin gelap, gerimis mulai turun, hawa semakin dingin dan saya menelan ludah. Ngomongin mie instant membuat saya membayangkan nikmatnya mie instant rebus dengan paket lengkap di atasnya. Apalagi kalau dinikmati pas cuaca gerimis seperti ini.


“Nih, ya... dulu temennya Pak Edot punya anak, umur tiga tahun. Anaknya ini nggak mau makan kalau bukan mie. Dikasih nasi nggak mau, dikasih bubur nggak mau, dikasih uang seratus ribu buat beli mie juga nggak mau! Pokoknya mie!”


“Lah, masa dikasih uang nggak mau!”


“Ah, kalau aku sih langsung mau, uangnya buat beli kuota internet! Bisa main FF sepuasnya!” Bayu antusias menyebutkan game smartphone favoritnya.


“Ya namanya saja anak umur tiga tahun, kan. Belum ngerti uang, berhitung saja masih suka ngasal!” Rian membela saya.


“Jadi karena makannya mie terus, suatu hari anak ini nangis seharian. Orangtuanya kan khawatir, akhirnya dibawa ke rumah sakit. Setelah dicek ternyata lambungnya bermasalah karena keseringan makan mie. Dua hari kemudian, akhirnya anaknya meninggal.”


“Lah kok ngeri, Pak!”


“Ah, Pak Edot sengaja nakut-nakutin!”


“Ini benerah, loh ya.. Tahu nggak, Pak Edot dulu juga suka makan mie instant pas kuliah, akhirnya malah jadi sakit tipes, mesti dirawat di rumah sakit semingguan.”


Tiba-tiba anak kurus bernama Ilham yang seragamnya sudah mulai kekecilan ini nyeletuk, “Lah, kok Pak Edot nggak mati? Kan sering makan mie!”


Saya sempet kesel tapi ketawa juga, kesel karena anak ini bilangnya ‘mati’, bukan ‘meninggal’. Kata yang lebih sopan buat diucapkan ke orang yang lebih tua. Walaupun ya tetap saja nggak sopan tanya kenapa saya nggak meninggal juga pas sakit tipes? 


“Tapi tetap aja, sakit. Nggak enak pokoknya!” Saya menegaskan.


Gerimis mulai berubah menjadi hujan deras, anak-anak yang duduk di bawah mulai berbinar-binar menatap air yang berbondong-bondong jatuh dari atas langit.


“Eh, hujannya deras nih, pulang yuk!” Bayu ngajakin teman-temannya.


“Ayok, ah... gassss” Rian tidak sabar memasukkan stik ke dalam tasnya.


Tanpa memedulikan saya yang pengen jitak anak bernama Ilham. Mereka buru-buru memasukkan mainan stiknya lalu segera minta salaman ke saya. Mereka berlari ke derasnya hujan. Sepertinya mereka lupa, di dalam tasnya ada buku pelajaran yang bisa saja kebasahan.  


Melihat langkah mereka yang semakin jauh, saya jadi berpikir, semakin dewasa hidup memang semakin mudah merasa takut dengan hal-hal yang sebenarnya nggak perlu ditakutkan. Seperti saya, atau orang dewasa lainnya ketika melihat hujan. Kami lebih memilih untuk berteduh, daripada bersenang-senang menerobos hujan seperti anak-anak tadi. 


Saya membayangkan, setelah sampai rumah, mereka pasti segera merebus mie instant tanpa peduli dengan cerita saya. Tanpa sadar, saya menelan ludah.


Tulisan ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dan dimuat di website www.thisissoutheastasia.com dengan judul:


The Wisdom of Youth: or, Playing in Rain and Eating Instant Noodles

Senin, Oktober 02, 2023

Serasa Uji Nyali Belanja di Shopee

Oktober 02, 2023

Setelah berdebat lama dengan diri sendiri, saya mengambil keputusan yang bisa dibilang terlalu berani dalam perjalanan hidup saya..


Beli iphone lewat online di Shopee.


Bagi sebagian orang mungkin ini hal yang udah biasa, liat-liat produk yang dipengen, masukin keranjang terus bayar, tinggal beraktivitas lagi seperti biasa sambil nunggu barangnya dateng ke rumah.


Saya juga sebenernya udah biasa beli online, tapi nggak sampe transaksi yang nilainya lebih dari sepuluh juta. Saya suka ngerasa parno sendiri, beli barang mahal kalo ternyata pas sampe rumah ada kendala, duuuh... nangis nggak tuh, ngurus proses komplainnya, ngumpulin buktinya, pasti bakalan melelahkan dan makan waktu.


Pengalaman saya ‘berani’ belanja online termahal sebelumnya mentok di lima jutaan, waktu itu tiba-tiba sifat konsumtif saya bergelora pengen beli PC. Seolah kena genjutsu, tanpa sadar saya checkout, lalu deg-degan gelisah nunggu barangnya dateng.


Meskipun pada akhirnya PC-nya datang ke rumah dengan keadaan baik-baik saja, tapi tetep aja sih rasanya agak was-was saja tiap belanja barang mahal di online shop.


Membeli iphone secara online sebelumnya nggak pernah ada dalam pikiran saya. Selain harus bener-bener neliti dulu profil tokonya, saya juga harus bener-bener yakin milih ekspedisinya. Soalnya memang beberapa kali kejadian ada orang beli iphone datangnya sabun, ada juga orang beli iphone barangnya dibawa kabur sama kurir ojek online.


Ngeri banget nggak sih... ngurus hal beginian, permasalahannya ditentukan oleh pihak marketplace yang kita nggak tahu orang marketplace-nya ini memang berkompeten apa nggak ngurus hal beginian. Soalnya kalau ada keluhan-keluhan kayak gini biasanya kan jawaban dari pihak marketplace terlalu template banget, udah gitu yang balesin suka gonta-ganti orang. Misal sepuluh menit lalu, yang balesin chat namanya Yanti, tiba-tiba dapat balesan lagi yang balesin jadi Yanto.


Salah satu alasan saya semakin ragu beli iphone lewat online tuh, karena beberapa waktu yang lalu baru aja kejadian ada mbak-mbak bikin thread di X (twitter) yang beli iphone di Tokopedia pas sampe rumah datangnya batu. 

 


Mbaknya ini ngajuin komplen di Tokopedia dengan segala bukti yang jelas dan tersusun rapi, tapi ternyata, yang terjadi adalah Tokopedianya justru lebih belain sellernya. Proses investigasi ini bahkan memakan waktu hampir dua bulanan. Kebayang nggak kalau lagi butuh cepet barangnya, ternyata ada kendala, malah harus nunggu proses komplain yang alurnya ribet.


Serem banget nggak sih, kalau duit puluhan juta jadi ilang gara-gara entah ulah seller yang curang atau justru ada di oknum ekspedisinya. Yang jelas, hal kayak gini bakalan susah buat ditelusuri, susah buat nemuin di daerah mana paketan ini dibongkar dan dituker dengan batu karena memang setiap ekspedisi pasti berhenti di beberapa kota buat ngambil paket-paket lainnya.


Btw, setelah thread dari mbaknya viral, dan dibahas sana-sini sama akun-akun gede, hasil akhirnya adalah duit si mbaknya dibalikin sama pihak Tokopedia. Untung aja ini tweet-nya viral, bayangin kalau nggak, hasil akhirnya bisa aja nggak sesuai harapan.


Btw, sebenernya saya sama istri udah keliling di dua kota tetangga, Pekalongan sama Tegal, nyari iphone 13 garansi ibox yang warna pink. Tapi setelah diputerin satu per satu, stok warna pink ternyata memang selangka itu.


Karena memang istri ngebetnya warna pink, akhirnya saya coba scroll-scroll di Shopee nyari stok warna pink. Tentu saja saya memilih Shopee karena was-was juga kemarin Tokopedia baru ada kejadian beli iphone dapetnya batu. Beberapa toko di Shopee saya chat nanyain stok warna pink dan ternyata memang stoknya pada kosong.


Sampai akhirnya saya nemu satu toko yang warna pink-nya ready, statusnya Star Seller, tapi penjualannya belum banyak. Saya sempet suudzon jangan-jangan ini bikin fake review sendiri, tapi setelah saya cek lebih dalam, toko ini pengikutnya udah lumayan banyak--ada seribuan, produk lain yang terjual juga ulasannya bagus.


Dengan mengucap bismillah, setelah memastikan seller bisa kirim langsung di hari saya order, akhirnya saya nekat order di toko ini. Jadilah detik-detik berikutnya saya merasakan deg-degan yang nggak biasanya.


Bayangan-bayangan buruk tentang orang-orang yang apes beli iphone dapetnya zonk terus memenuhi isi kepala saya. Setiap beberapa jam sekali saya ngecek, barangnya udah dikirim belum, setelah dikirim saya cek lagi ada di mana, khawatir di tempat transit ada potensi barang dibuka sama oknum terus diisi dengan barang tidak berharga dan dilakban ulang.


Minggu pagi, saya ngecek lagi posisi barang udah sampai mana, ketika akhirnya barang sudah mendarat di kota Pemalang, selesai dari upacara hari kesaktian pancasila di sekolah. Pulangnya saya langsung mampir ke gudang Shopee Express.


Disitu banyak kurir-kurir yang lagi pada milihin paket yang mau dianterin. Saya bilang ke salah satu kurir buat dicariin paket saya, untung kurirnya juga kooperatif, nggak butuh lama paketan saya ketemu.


Bentuknya kardus coklat lumayan gede, agak was-was juga ketika paketan saya itu rasanya kok enteng banget. Duh... jangan-jangan ini nggak ada isinya sama sekali, jangan-jangan ini isinya cuma bubble wrap. Saya semakin deg-degan, ingatan tentang orang yang beli iphone hasilnya zonk muncul lagi dalam pikiran saya.


Segera, hal pertama yang saya lakukan adalah langsung ngecek kondisi fisik paketannya, ada bekas lakban yang dipotong atau nggak, bentuk fisik kardusnya terlihat rapi atau nggak. Saya juga ngerekam paketannya untuk jaga-jaga kalau hal apes menimpa saya hari itu.


Dalam perjalanan balik ke rumah, rasa deg-degan saya mengalahkan segalanya. Akhirnya saya berhenti di sebuah toko yang masih tutup, paketnya saya unboxing disitu juga. Saya nggak bisa lebih lama lagi nahan penasaran sama isi di dalamnya.  


Meskipun agak susah juga megangin hape sambil unboxing paket, saya tetep berusaha membuka paketnya dengan bantuan kunci motor. Setelah kardus berhasil dibuka, di dalamnya ada lapisan bubble wrap tebel banget.


Saya buka lagi lakban yang nempel di bubble wrap pakai kunci motor, lalu saya buka lilitan bubble wrap yang panjang banget itu. Sampai akhirnya, setelah lilitan bubble wrap itu habis, saya sedikit bernapas lega ketika melihat ternyata di dalamnya memang isinya iphone 13 warna pink.


Namun, kecemasan saya belum benar-benar berakhir, saya harus memastikan di dalam dusbook-nya kalau memang di dalamnya isinya bener-bener iphone. Saya segera pulang dan menyerahkan iphone ke istri.


Proses unboxing kedua kali berjalan dengan sedikit deg-degan, alhamdulillah di dalamnya beneran ada iphone. Rasanya bener-bener lega banget. Setelah dilihat-lihat lagi dengan pikiran yang lebih tenang. Ternyata dus paketan ini nggak ada keterangan iphone, jadi bisa meminimalisir orang ekspedisi baca dan muncul niat usil.


Btw, asli deh...beli iphone di Shopee ini beneran bikin deg-degan dan nggak tenang, walaupun endingnya sesuai harapan tapi kalau misal saya harus ngulang lagi kayaknya mental saya nggak siap.

About Us

DiaryTeacher Keder

Blog personal Edot Herjunot yang menceritakan keresahannya sebagai guru SD. Mulai dari cerita ajaib, absurd sampai yang biasa-biasa saja. Sesekali juga suka nulis hal yang nggak penting.




Random

randomposts