Senin, Oktober 18, 2021

Cerpen Saya di Majalah Putra Cendekia Edisi Oktober 2021

Oktober 18, 2021

Waktu kepala sekolah saya yang baru, tahu kalau saya hobi nulis, beliau mengenalkan saya pada sebuah majalah anak yang wajib jadi langganan di setiap sekolah dasar di kota Pemalang. Namanya majalah Putra Cendekia. Beliau bilang, “Pak Edot, njenengan kenapa nggak coba ngirim tulisan ke majalah ini aja? Kan lumayan tulisannya udah ada yang nyetak.”Beliau pikir, tulisan yang terbit di majalah prosesnya sama seperti tulisan yang jadi buku. 


Saya yang penasaran, nyamperin meja kepala sekolah dan meminjam majalah tersebut. Lalu membuka halaman demi halaman. Kesan pertama saya adalah majalahnya bagus, full color dan banyak cerita pendek serta dongeng buat anak-anak. Ya, mirip-mirip sama Majalah Bobo lah.


Tapi berhubung saya belum pernah nulis cerpen buat anak dan selama ini yang saya tulis tentang anak-anak justru aib-aibnya, tentu saja saya sama sekali nggak kepikiran buat nulis cerpen anak yang mengandung pesan moral dan secara sadar ngirim tulisan saya ke redaksi majalah yang sedang saya pegang ini.


Karena nggak mungkin saya menolak kepala sekolah secara terang-terangan dengan jawaban, “Hahaha... nggak mungkin lah bu, saya nulis cerpen anak. Saya aja moralnya mengkhawatirkan. Masa sok-sokan ngasih pesan moral buat anak-anak. Bisa-bisa nanti saya malah kena somasi.”


Dengan penuh kesantunan, saya hanya menjawab, “Oh nggih bu, nanti saya coba lihat-lihat dulu majalahnya.”


Beberapa minggu kemudian, isi dari majalah tersebut ternyata sanggup mengusik hari-hari saya. Kalau dipikir-pikir, kayaknya saya perlu coba keluar dari zona nyaman deh, coba nulis cerpen anak nggak ada salahnya juga, kan. Saya jadi merasa tertantang untuk membuat tulisan yang bisa tembus di majalah ini. Kalaupun ditolak, ya nggak papa juga. Kan selama ini saya juga sudah biasa ditolak waktu ngirim naskah ke berbagai penerbit.


Nggak butuh waktu lama, cerpen pertama saya pun selesai. Saya ambil cerita yang intinya seorang guru tua sepedanya rusak, terus diservis di sebuah toko sepeda. Pak Guru tua ini nggak punya biaya buat membayar biaya servis sepedanya. Setelah beberapa hari datang lagi ke toko sepeda tadi, secara mengejutkan biaya servisnya justru gratis, karena ternyata pemilik toko sepeda ini adalah mantan muridnya dulu.


Setelah saya kirim ke redaksi majalah tersebut, beberapa minggu kemudian saya dapat balasan yang mengatakan kalau cerpen saya... ditolak. Hahaha... alasannya terlalu mengeksploitasi kemiskinan, nggak logis banget, masa guru bayar servis sepeda saja nggak mampu.


Padahal sih menurut saya, guru yang ekonominya memprihatinkan itu beneran masih ada loh, nanti kapan-kapan saya ceritain, deh. Balasan dari redaksi tersebut saya terima dengan legowo. Ya, berarti memang tulisan saya belum sesuai standar.


Beberapa bulan kemudian, waktu lagi ngeliatin rak buku sendiri. Saya jadi kepikiran mau nulis cerpen anak lagi tentang anak yang suka baca buku tapi nggak enak mau minta dibelikan buku sama orangtua karena orangtuanya terdampak aturan PPKM akibat Covid-19. 


Tulisan itu saya buat nggak ada waktu satu jam. Setelah selesai, saya diamkan semalaman, besoknya di sekolah saya baca dan beberapa saya revisi kemudian saya coba kirim lagi ke redaksi tersebut. Anehnya, cerpen saya kali ini justru nggak ada balasan sama sekali dari redaksi majalah. Saya sampai kepikiran, ini cerpen saya sampai nggak, ya? Saya bahkan sampai membuka email lagi dan memastikan kiriman cerpen saya alamat email tujuannya sudah bener apa belum.


Dan di minggu kedua bulan Oktober ini, waktu lagi asyik nonton Netflix di ruang kelas, secara mengejutkan saya dikabarin salah satu rekan guru kalau saya dapat kiriman amplop coklat dari Majalah Putra Cendekia.



Saya pun buru-buru nerima amplop tersebut dan melihat isinya. Ada satu eksemplar majalah Putra Cendekia, surat pemberitahuan cerpen saya diterbitkan, dan juga honor tulisan saya dalam amplop putih berlogo Majalah Putra Cendekia.


Waaah... rasanya surprise banget! Padahal itu udah pertengahan minggu, dan harusnya saya udah ngecek duluan Majalah Putra Cendekia yang dibagikan di sekolah di awal bulan. Tapi berhubung nggak ada balasan email sama sekali saya jadi mikir kalau cerpen saya mungkin ditolak (lagi).


Yah.. mungkin bagi sebagian orang ini biasa aja. Tapi bagi saya, melihat nama sendiri muncul di sebuah majalah ternyata bisa bikin sumringah banget. 😁 setidaknya ini jadi pencapaian tersendiri bagi saya, kalau saya... ya, bisa nulis cerpen anak juga. Walaupun mungkin masih banyak kekurangan dan masih belum bisa dibilang sebagai tulisan yang bagus. Tapi dengan ini, saya jadi bisa lebih berani lagi untuk mencoba nulis cerpen anak lainnya.


Nah, buat yang mau baca cerpen saya yang dimuat di Majalah Putra Cendekia edisi Oktober tahun 2021, kalian bisa baca langsung di bawah ini:



Buku untuk Vio


Hari Minggu ini Vio hanya tiduran di kamar setelah selesai membantu ibu membereskan rumah. Mencuci piring dan menyapu halaman sudah diselesaikannya sejak setengah jam yang lalu. Sekarang, Vio tidak tahu harus mengerjakan apa lagi.


Saat memandang rak buku di kamarnya, Vio segera bangkit dan mendekat ke rak bukunya untuk melihat deretan judul buku bacaan di kamarnya. Sayangnya, dari sekian banyak buku bacaan yang berjejer, semuanya sudah selesai Vio baca. Bahkan ada beberapa buku yang sudah beberapa kali Vio baca.


Sebenarnya sudah lama Vio ingin membeli buku bacaan baru, tapi Vio nggak enak ngomong sama ayah. Vio sadar keadaan ekonomi oangtuanya akhir-akhir masih pas-pasan. Jualan ayam bakar ayah kadang masih sering sisa, dampak dari diberlakukannya PPKM yang membuat para pedagang harus menutup dagangannya lebih cepat karena di kota Vio diberlakukan jam malam. Itu artinya, baru sekitar pukul delapan malam ayah dan pedagang lainnya harus segera berhenti jualan.


Awalnya Vio sempat marah, gara-gara PPKM dagangan ayah sering masih banyak sisanya. Vio jadi teringat perkataan ayah pada suatu malam ketika Vio bertanya, “kenapa sih orang mau jualan saja dibuat susah?” Tapi dengan tersenyum ayahnya menjawab, “Mungkin ini yang terbaik, Vio. Biar orang-orang tidak banyak berkerumun di waktu malam hari. Jadi risiko penyebaran virus covid-19 tidak terlalu tinggi.”


“Tapi kan, jualan ayah jadi nggak laku kaya dulu, sering masih banyak yang sisa?!” Vio masih belum puas dengan jawaban ayah.


“Rejeki kan tidak hanya dari jualan di pinggir jalan saja, anak ayah dan ibu masih diberi kesehatan saja itu sudah termasuk rejeki yang luar biasa buat ayah.” Kata ayah sambil mengelus kepala Vio.


Vio pun tersenyum mendengar jawaban ayah, “Semoga ayah juga sehat terus, ya.” Kata Vio sambil berbalik dan mencium pipi ayah.


***


Saat sedang bingung menatap buku bacaan di kamarnya, tiba-tiba Vio mendengar suara Citra memanggil-manggil nama Vio dari depan rumah. Vio pun bergegas keluar kamar dan menemui Citra di teras rumah.


“Eh Vio, hari ini aku mau pinjam buku bacaan kamu dong, bingung nih mau ngapain? Daripada main HP terus, kata mamahku mending baca buku aja. Tapi buku bacaan di rumahku udah ludes tak baca semua.” 


“Yaaah.. kok sama sih, Cit. Aku juga tadi lagi bingung ngeliatin rak buku aku. Niatnya pengen baca buku yang bagus tapi ternyata udah aku baca semua.”


“Jadi, belum ada yang baru lagi, ya Vi? Kirain kamu ada buku bacaan baru jadi aku bisa pinjem bukumu.” Kata Citra.


“Belum ada, Cit. Aku nggak enak sama ayah mau minta buku baru. Soalnya dagangan ayah nggak terlalu rame. Seringnya kalau pulang belum habis ayamnya.”


“Siapa yang tadi pengen buku baru tapi nggak enak sama ayah?” tiba-tiba ayah sudah berdiri di depan teras tersenyum melihat ekspesi Vio yang kaget.


“Eh, enggak kok Yah, nggak apa-apa.” Kata Vio menahan malu karena ayah mendengar percakapannya dengan Citra.


“Mumpung hari Minggu, gimana kalau Vio ikut ayah jalan-jalan? Sama Citra juga, jalan-jalannya juga nggak jauh-jauh kok, kan masih PPKM. Hehe...” Kata ayah sambil tersenyum tenang.


“Serius, Yah? Mau kemana sih emangnya?” Vio langsung antusias mendengar ajakan ayah karena Vio juga bosan di rumah nggak tahu mau apa. Pertanyaan Vio hanya dijawab senyuman penuh rahasia oleh ayah.


Bersama Citra, Vio membonceng ayah keliling kota. Sampai akhirnya, ayah menghentikan motornya di sebuah kios yang membuat Vio takjub.


Ayah menghentikan motornya di kios-kios yang berisi banyak tumpukan buku. Hampir semua toko penuh dengan aneka tumpukan buku. 


Vio langsung takjub melihat deretan toko yang baru pertama kali ini didatanginya. “Ayah ini di mana, kok banyak tumpukan buku?”


“Kita lagi ada di kios-kios buku bekas. Di sini ada banyaaak sekali buku bacaan yang menyenangkan buat Vio sama Citra.”


“Jadi, ayah mau belikan buku buat Vio?” Kata Vio dengan mata berbinar.


“Iya, buat Vio dan juga buat Citra. Karena ini kios buku bekas, jadi buku yang dijual bukan buku baru seperti yang biasa ayah belikan buat Vio. Nah, karena namanya buku-buku bekas, jadi harganya sangat terjangkau. Jauh lebih murah dibanding buku baru. Tapi untuk isi ceritanya, sama saja. Sama-sama seru! Bagaimana? Walaupun buku bekas Vio sama Citra mau?”


Vio sama Citra mengangguk dengan penuh semangat bersamaan. “Nggak apa-apa, Yah... yang penting kan isi ceritanya. Vio udah boleh lihat-lihat belum, Yah?” 


“Yaudah sana, jangan buru-buru ya... tetap jaga jarak dan jangan dilepas maskernya.” Kata ayah mengingatkan.


“Horeeee.... makasih Ayah.” Vio menjawab dengan penuh semangat


“Makasiiih ya, Om.” Citra juga penuh semangat.


Vio dan Citra pun segera menghampiri kios buku bekas terdekatnya. Memilih buku bacaan yang kelihatannya seru. Terbayang hari-harinya tidak lagi membosankan karena ada buku bacaan baru. 


Vio jadi kepikiran buat menyisihkan uang jajannya dan kalau sudah terkumpul lumayan, Vio pengen beli buku bacaan dengan uangnya sendiri biar tidak terlalu memberatkan ayahnya.


Dalam hati Vio berdo’a, “Ya Allah.. semoga ayah selalu diberikan rejeki yang cukup setiap hari dan juga selalu diberi kesehatan.”

Jumat, Oktober 15, 2021

Semangat, Tante Sasa! - Buku yang Ringan dan Menghangatkan~

Oktober 15, 2021

Kalau nggak salah ingat, saya kenal sama Mbak Thessa awal tahun 2021 kemarin. Berawal dari saya yang pindah sekolah dalam suasana covid-19 di mana anak sekolah masih belajar dari rumah. Saya dudukan di kantor yang suasananya terasa asing, sementara mulut juga masih kaku buat ngajakin guru-guru di sini bergibah karena belum pada akrab.


Maka, pelarian saya waktu itu adalah sok menyibukkan diri dengan kembali ke dunia blog. Dengan circle yang sudah usang karena sekian lamanya nggak aktif ngeblog, saya mulai mencoba blogwalking lagi dari nol dan berjuang mencari blogger yang masih aktif dari sisa-sisa circle yang saya miliki.


Waktu itu, praktis hanya Rahul yang blognya masih rajin update dan kolom komentarnya rame, berbekal dari blognya Rahul saya jelajahi satu per satu orang-orang yang ninggalin komen di blognya Rahul. Kesan saya waktu itu adalah.... GILAAAA!!! TERNYATA DUNIA BLOGGING MASIH RAME BANGET!!”


Saya juga setuju sama salah satu kutipannya Rahul yang nohok abis pada salah satu postingannya, kalau nggak salah seperti ini, “Sebenarnya bukan blog yang mati, tapi circle kita yang mati.”


Dari hasil menjelajahi orang-orang yang komen di blognya Rahul, Mbak Thessa adalah salah satu blogger yang sukses membuat saya menjelajah cukup lama di blognya. Postingannya yang sering ngebahas buku tapi nggak kaku-kaku banget, bikin saya betah buat terus baca postingan-postingan lainnya.


Bahkan setiap hari, di kantor saya pasti selalu menyempatkan untuk membuka blognya Mbak Thessa, buat sekedar baca postingan lainnya atau sekedar ngecek komentar saya sudah dibales apa belum. 😄


Untungnya, Mbak Thessa ini orangnya ramah banget. Seiring berjalannya waktu, saya dan Mbak Thessa sudah terbiasa saling mengunjungi blog masing-masing. Dan nggak nyangka juga kalau pada akhirnya Mbak Thessa mau melibatkan diri buat ngebahas dan ikut ngeramein promo buku saya Diary Teacher Keder.


Maka dari itu, ketika saya pertama kali tahu kalau Mbak Thessa ini mau bikin buku yang bakalan diterbitkan sama Gramedia. Saya langsung reflek tepuk tangan di depan laptop. waaah... Keren bangeeetttt!


Walaupun setelah saya tahu bocoran judulnya, yang waktu itu dikasih judul “40 Hari Menjadi Ibu”, dengan lugunya saya tanya, “Btw, ini bukunya novel atau parenting ya Mbak?” 😄


Jujur aja sih, menurut saya judul ‘40 Hari Menjadi Ibu’ memang cocoknya dijadiin judul buku yang berbau parenting gitu. Benar-benar semacam panduan buat menjadi ibu yang melahirkan anaknya pertama kali dan cara merawat anak di 40 hari pertama. 😁


Setelah buku ini udah kelihatan hilalnya, Mbak Thessa bilang kalau buku ini bakalan muncul duluan di Gramedia Digital. Saya langsung download aplikasinya di Playstore. Padahal selama ini, saya hampir nggak pernah baca buku digital. Bukan karena apa-apa sih, karena saya dari dulu hobi beli buku dan ditumpuk terus, sementara bacanya kapan-kapan. Jadinya stok buku di rumah saya masih banyak, selain itu saya lebih suka beli buku fisik juga karena sekalian buat dikoleksi.


Karena memang udah penasaran dari dulu sama bukunya Mbak Thessa yang akhirnya diberi judul Semangat, Tante Sasa!, untuk pertama kalinya saya pun jadi langganan Gramedia Digital.



Nah, sekarang saya mau ngomongin bukunya Mbak Thessa ini, sebelum itu saya kasih bocoran dulu begini BLURB-nya:

 

 

Demi apa Sasita yang seorang wanita karier tiba-tiba diminta menjaga anak kecil? Sudah cukup hidupnya disibukkan dengan pekerjaan, sekarang harus memikirkan anak kecil pula. Sasita terpaksa mengorbankan kebiasaannya bersenang-senang sampai larut malam, kadang sampai mabuk, dengan teman-teman kantornya. Belum lagi Mama yang tidak memercayai Sasita sanggup mengurus Velisa, keponakannya, anak almarhum Kak Vania.

Mama tahu kebiasaan Sasita pulang malam, hura-hura, apalagi Sasita malah dekat dengan laki-laki beristri! Sasita sama sekali bukan contoh yang baik bagi Velisa. Kalau sudah begini, apakah tugas yang terpaksa Sasita emban justru akan semakin meretakkan hubungannya dengan Mama? Apakah Sasita sanggup memenuhi janjinya kepada Kak Vania?


***


Semangat Tante Sasa ini nyeritain tentang cewek yang bernama Sasita yang diminta ibunya buat jagain anak kakaknya bernama Velisa. Sasita yang selama ini hidupnya dipenuhi dengan kesibukan kerja, biasanya bisa pulang sampai larut malam karena mesti ngelembur terus di kantor gara-gara sering ngerasa nggak enakan dan nggak bisa nolak kerjaan dari bosnya, ngerasa nggak yakin kalau bisa merawat Velisa selama neneknya pergi haji.


Permasalahannya adalah nggak ada orang lain lagi yang bisa dimintain tolong buat jagain Velisa. Akhirnya mau nggak mau Sasita pun mengiyakan permintaan ibunya buat jagain Velisa.


Sasita yang awalnya ngerasa keberatan, lama kelamaan justru semakin ngerasa senang dengan kehadiran Velisa. Anak dari kakak Sasita yang bernama Vania, yang meninggal karena kecelakaan.


Vania sendiri di mata Sasita adalah kakak yang sempurna, kakak yang paling mengerti keadaan adiknya, kakak yang selalu ada waktu Sasita ngerasa kalau kehadiran Sasita di dunia nggak ada yang mengharapkan. Ya, nggak cuma di mata Sasita aja sih sebenarnya, bagi semua orang terutama Mama, Vania adalah orang yang pintar dan selalu bisa diandalkan. 


Berbeda dengan kakaknya, Sasita justru ngerasa seperti orang yang paling nggak pernah benar di mata mamanya. Apa yang Sasita lakukan selalu salah di mata mama, itu sebabnya setelah Sasita dapat kerja, Sasita lebih milih buat tinggal di apartemen pisah sama mamanya.


Hari demi hari berjalan, Sasita menghadapi kenyataan bagaimana persoalan yang muncul ketika mengurus anak kecil. Mulai dari Velisa yang makannya lama banget, sukanya nonton Youtube terus, pola makan yang juga harus diperhatikan biar nggak sembelit, persoalan di sekolah dan lain-lain.


Pelan-pelan Sasita terus berusaha untuk terus mengurus Velisa dengan baik. Sasita yang biasanya suka lembur di kantor, mulai merutinkan pulang sesuai jam kerja karena Sasita sekarang punya alasan untuk pulang ke apartemennnya. Ketemu Velisa.


Konflik lain yang muncul selain persoalan mengurus Velisa adalah hubungan antara Sasita dan Seno. Seorang laki-laki yang dulu pernah berjanji untuk menikahinya tapi kemudian hilang, dan tiba-tiba muncul lagi di hadapan Sasita setelah Seno sudah berkeluarga dan memiliki dua anak. 


Saya sebenernya kepikiran ini Mbak Thessa dapat inspirasi nama Seno dari mana, ya? Soalnya namanya agak jamet gitu 😄


Padahal bisa aja sih sebenernya kalau namanya dibikin lebih keren dikit, Sean misalnya. Kan keren tuh, agak kebarat-baratan. Cocok lah sama harta berlimpah yang dimiliki seorang Sean. Nah, kalau ditanya nama panjangnya baru deh tuh, dijawab... Seano 😄🙏


Lanjut ke Sasita dan Seno. Sasita yang sebenarnya masih berharap sama Seno, mendadak bucin dan akhirnya tetap menjalin hubungan bersama Seno, dengan pembelaannya kalau Seno ini hanya teman biasa, yang tentu saja Sasita juga tahu sebenarnya ini salah.


Lalu, apakah Sasita berhasil ngurus Velisa dengan baik? Bagaimana hubungannya dengan Seno yang sebenarnya sudah punya istri?  Selanjutnya bisa kalian baca sendiri di aplikasi Gramedia Digital ya ... 😄


***


Awalnya saya baca buku ini satu dua bab setiap harinya, tapi di hari ketiga akhirnya keterusan dan saya baca sampai tuntas di sela-sela ‘nggak ada kerjaan’ di sekolah. Sewaktu membaca buku ini, pikiran saya mencoba menebak bakalan seperti apa hubungan Velisa dengan Seno. Secara gitu ya, persoalannya Seno ini sudah jadi suami orang. Saya was-was apakah Mbak Thessa akan membawa konflik ini pada sesuatu yang ‘tidak melegakan’. Hasilnya? Buat yang penasaran, baca sendiri aja nanti, ya....


Menikmati hubungan Velisa dan Sasita di buku ini juga terasa menyenangkan. Mengalir begitu saja, dan hangatnya sampai menular. Sasita yang terus berusaha untuk menjadi ‘ibu’ yang baik, juga Velisa yang kadang bisa menjadi lebih ‘dewasa’ dari umurnya.


Beberapa keluguan Ve juga nggemesin banget sih, kayak yang pagi-pagi nyeletuk perlu dibawain sesuatu buat tugas sekolah bikin Sasita kelimpungan pagi-pagi muter nyari toko yang jual. Begitu misi berhasil walaupun harus datang telat ke kantor. Eh, nggak taunya tugasnya bukan buat hari ini. 😂


Oh iya, di buku ini juga ada pesan bagaimana untuk menjadi ibu yang baik ketika menghadapi anak-anak. Pesan yang kadang terlalu singkat, menurut saya justru terlihat seolah hanya dibuat buat pantes-pantes aja. Kalau dikemas dengan lebih panjang mungkin bisa lebih menyenangkan. Ini cuma pendapat saya saja sih. Hehe


Bab-bab yang pendek dalam buku ini menurut saya justru menjadi poin tersendiri. Karena saya sendiri memang suka membaca buku yang bab-nya pendek-pendek. Lebih nggak terasa aja bacanya, jadi tahu-tahu eh udah mau selesai saja.


Secara keseluruhan, buku ini adalah buku yang menyenangkan dan bisa membawa perasaan hangat bagi pembacanya. Salut banget sama Mbak Thessa yang bisa menyusun plot cerita serapi ini. Satu per satu dibahas dengan santai dan semua bisa diterima dengan logika. Jadi pembaca bisa ikut larut dalam cerita ini.



Btw, denger-denger sih buku ini versi cetaknya bakalan terbit. Jadi buat kalian yang lebih suka baca buku cetak udah bisa siap-siap masukin wishlist dari sekarang. Saya juga sih, walaupun udah baca versi digitalnya. Tetep aja kalau nanti buku ini udah terbit saya bakalan tetep beli, selain buat mengapresiasi karya Mbak Thessa, ya karena saya emang hobi ngoleksi buku juga. Apalagi kalau udah kenal sama penulisnya 😁

Kamis, Oktober 07, 2021

Sebuah Langkah Praktis Mengubah Blog Sendiri jadi Aplikasi Smartphone

Oktober 07, 2021

Waktu saya ikut latsar kemarin, intinya saya dan peserta lain diminta buat bikin sebuah proyek kegiatan selama sebulan di sekolah atau tempat kerja masing-masing. Setelah itu, sebulan kemudian, kegiatan yang sudah dilaksanakan diseminarkan biar bisa lulus latsar buat syarat menghilangkan C di depan PNS.


Awalnya saya sempet kepikiran pengin bikin aplikasi pembelajaran di smartphone, tapi kemudian saya sadar diri ketika kemampuan saya yang berhubungan dengan coding hampir mendekati nol, rasanya mustahil bisa beneran bikin aplikasi pembelajaran. Setelah iseng berkeliling di Google, nggak sengaja.. atau lebih tepatnya nggak nyangka banget saya ketemu sama website yang benar-benar sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran saya.


Ya, website ini bisa membuat berbagai macam aplikasi dengan instan, salah satunya adalah mengubah blog jadi sebuah aplikasi. Ya, semacam website berita online, yang kalau di-klik ikonnya di smartphone kita langsung dibawa ke halaman utama dan bisa mengakses segala isi yang ada di dalam web tersebut.


Dengan konsep seperti tadi, saya pun membuat blog yang berisi rangkuman materi pembelajaran, soal evaluasi via Google Form, juga menyediakan tempat untuk buku paket kurtilas versi e-book dan juga ada presensi siswa yang terhubung dengan akun Microsoft Office.


Setelah berhasil menerapkan semua itu di blog yang saya bikin khusus buat pembelajaran anak-anak di sekolah. Saya pun mencoba menerapkan buat blog sendiri, dan seperti yang sudah diduga.... berhasil.


Blog saya sekarang bisa diakses di smartphone sendiri dengan sekali klik. Walaupun ya... sebenarnya bisa juga diakses langsung di browser yang biasa kita pakai di smartphone sih 😄😄. 


Tapi kalau blog sendiri dijadikan aplikasi di smartphone lumayan sih bisa buat gaya-gayaan dan terkesan lebih keren pastinya. 😂


Mungkin diantara kalian justru udah pada tau dari dulu, atau mungkin saya yang kurang update ternyata blog bisa jadi aplikasi semudah itu. Ya gapapa lah, barangkali ada yang belum tau aja sih.. jadi saya bikin tulisan ini.


Nah, jadi di postingan kali ini, saya akan mencoba memberikan tutorial untuk membuat blog kita jadi aplikasi di smartphone. Btw, ini bukan postingan berbayar ya... ini murni sekedar berbagi aja buat masyarakat yang kemampuan mainin kode HTML-nya cemen banget kayak saya.


Caranya gampang banget kok. Ikutin aja seperti di bawah ini:


1. Buka laman www.appsgeyser.com


Setelah masuk ke laman ini, kita bisa langsung klik create app tanpa perlu log in terlebih dahulu. 



2. Klik ikon 'Website'

Ada dua opsi di samping kiri yaitu business dan individual, nah.. kita klik yang individual, lalu akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini. Lalu, kita klik yang website.




3. Masukkan alamat blog yang mau kita jadikan aplikasi.

Setelah memasukkan alamat blog, jangan lupa klik 'save'. Setelah itu website ini akan memproses alamat blog yang kita masukkan untuk beberapa saat. 



4. Setting Sosial Media

Di sini kita akan ditunjukkan ikon-ikon sosial media yang familiar. Tapi berhubung di dalam blog saya udah ada link sosial media. Jadi, saya tidak perlu untuk menambahkan lagi. Saya pilih 'remove tab'. 


Untuk action bar, saya pilih No. Biar lebih praktis aja. Nggak ada tambahan apa-apa di dalam aplikasi nanti.


5. Tentukan nama aplikasi

Pada bagian ini, saya memilih 'EDOT' sebagai nama aplikasi yang nanti akan muncul di di bawah icon aplikasi di smartphone kita. Sengaja cuma pakai nama depan biar nggak terlalu panjang.



6. Pilih Ikon Aplikasi

Nah disini, buat kalian yang jago gambar atau jago desain. Bisa siapin dulu ikon aplikasinya mau bentuk kayak gimana. Kalau saya karena skill ngegambarnya sangat minim akhirnya cuma pakai wajah sendiri yang udah dibikin kartun. Sengaja nggak pakai foto asli, takutnya nanti malah bikin hari-hari saya jadi nggak mood tiap ngeliat wajah sendiri yang lebih mirip artefak kuno jadi icon aplikasi.



8. Klik Create

Setelah klik create, buat yang belum login. Kita bisa login di sini, nanti akan otomatis diarahkan di alamat email kita. Buat yang browser-nya udah terkoneksi sama alamat gmail, bisa langsung klik 'continue with google'.

9. Download App

Kalau udah sampai sini, itu artinya tinggal satu kali klik lagi blog kita udah sukses jadi sebuah aplikasi yang bisa di-install di smartphone sendiri. Tinggal klik 'download apk' maka aplikasi yang kita bikin udah jadi dan siap di-install selagi hangat.


Nah, gambar di bawah ini adalah tampilan icon blog saya yang udah diinstall di smartphone. Biasanya pas pertama buka aplikasi dan kalian mau balesin komentar akun Google-nya belum log in. Jadi nanti tinggal log in aja habis itu udah deh... aplikasinya bisa dibukan kapan aja. jadi lebih praktis ngecek komentar di postingan terbaru udah nambah apa belum. 😁



Cukup sekian postingan dari saya kali ini, meskipun mungkin tidak mencerahkan sama sekali, setidaknya tulisan ini bisa buat lemesin jari-jari yang sudah cukup lama nggak dipakai buat nulis. 😁

Selasa, Oktober 05, 2021

Beli Buku Cetakan Agromedia Ternyata Cacat? Mending Terima Nasib Aja.

Oktober 05, 2021

Gimana rasanya beli buku baru ori dan ternyata buku yang didapat ada halamannya yang hilang? Udah pasti kesel dong~ tapi bakalan lebih ngeselin kalau udah bela-belain balikin buku ke kantor percetakannya berharap dapat ganti buku baru yang normal, ternyata malah nggak dapat apa-apa.


Ya, saya baru aja ngalamin hal yang sangat ngeselin ini.


Jadi ceritanya, sekitar sebulan lalu saya memutuskan untuk beli bukunya Simpleman yang berjudul Ranjat Kembang. Buku ini sudah terbit beberapa bulan yang lalu, alasan saya baru beli buku ini karena ya... ngeliat kaver bukunya yang ‘sangat-sangat biasa’ aja. Bahkan menurut saya nggak matching banget antara warna background sama tulisannya. Ditambah buku ini bukan termasuk lanjutan dari novel Simpleman sebelumnya yaitu Sewu Dino dan Janur Ireng. Buku ini hanya semacam ngebahas karakter lain yang ada di dua buku sebelumnya. Saya jadi nggak ngerasa buru-buru buat beli buku ini.


Pada akhirnya, saya beli buku ini via online di Togamas lewat Tokopedia. Karena waktu itu emang mood membaca lagi mendukung. Saya pun menikmati lembar demi lembar buku Ranjat Kembang ini.


Sampai pada suatu halaman saya baca, begitu pindah ke halaman sebelahnya kok jadi nggak nyambung ceritanya? Begitu saya cek nomor halamannya ternyata halamannya langsung lompat. Rasanya asdghfjkl banget asli, justru pas lagi khusyu-khusyunya baca malah ada aja problemnya.


Halamannya lompat jauh banget.


Berhubung saya masih menikmati bacaannya, saya nggak mungkin maksain lompat halaman buat nerusin ceritanya.


Lagian saya juga tahu kalau Penerbit Bukune ini ngasih jaminan kalau misal kita beli buku dan ternyata ada kerusakan atau cetakannya bermasalah, bukunya bisa dikirim balik ke alamat percetakannya atau ke alamat Penerbit Bukune dengan melampirkan alamat pengiriman, nanti bukunya bakalan dikirim diganti dengan yang baru. Hal ini udah dideklarasikan sendiri oleh Bukune di setiap halaman terakhir buku terbitannya.



Nggak pakai lama, saya pun langsung ngetik alamat pengiriman, menjelaskan kronologi, menyelipkan invoice pembelian, juga menyertakan alamat saya biar segera dikirim balik karena saya sudah terlanjur larut ke dalam cerita Ranjat Kembang ini.


Saya pun segera kirim buku yang bermasalah tadi via ekspedisi Wahana karena ongkirnya yang paling murah. Setelah saya cek resinya beberapa hari kemudian dan dinyatakan paket telah diterima, saya pun lega dan tinggal nunggu kiriman buku penggantinya datang ke rumah.



Harusnya sih sesimpel itu.


Kenyatannya...


Hampir tiga minggu sejak barang diterima di kantor Agromedia, nggak ada paket berisi buku Ranjat Kembang datang ke rumah. Jangankan paketnya, dihubungi pihak Agromedia buat sekedar konfirmasi buku yang broken aja nggak ada.


Justru saya yang harus berjibaku buat memastikan nasib buku saya. Pertama saya DM penerbit Bukune di IG, berharap bisa bantu konfirmasi ke percetakan Agromedia. Hasilnya? Nggak dibaca sama sekali. 


Kedua, saya coba hubungi nomor kantor Agromedia yang tertera, hasilnya? Ngeselin banget pokoknya! Yang jawab sistem, kalau mau ngomong ke CS diminta tekan angka 1, terus muncul nada dering nungguin customer service-nya angkat telepon dan beberapa saat kemudian yang terdengar terdengar justru, “maaf customer service kami sedang sibuk. Silakan hubungi beberapa saat lagi."


Berkali-kali saya hubungi nomor Agromedia, balasannya selalu seperti itu dan ngeselinnya panggilan itu nggak kira-kira nyedot pulsanya! Khan kampret banget jadinya. Udah ngeluarin uang buat beli buku, ngirim ke percetakan Agromedia, ngabisin pulsa sampai puluhan ribu. Akhirnya saya memutuskan, udahlah bodo amat!


Saya nggak lagi berharap kalau buku saya bakalan dapat ganti. Walaupun rasanya masih kesel sih, udah bela-belain beli buku ori dengan harga yang lumayan mahal, tanpa tergoda buku bajakan meskipun banyak buku KW yang harganya cuma lima belas ribuan. Tapi yang buku ori dapetnya malah ampasss...


Padahal loh ya, Bukune sama Agromedia grup sendiri yang ngasih jaminan mau ganti buku kalau ada buku cetakannya yang bermasalah. Eh, ternyata cuma hoax.


Ngomongin hoax, Bukune sebelumnya juga pernah sih bikin hoax yang cukup ekstrem.. Gara-gara hal ngeselin ini saya jadi ingat kalau dulu Bukune pernah bikin lomba nulis novel komedi. Naskah yang terpilih bakalan diterbitin jadi buku sama Bukune. 


Jejak digitalnya ternyata masih ada di Google


Beberapa bulan setelah pengumuman naskah terpilih, ternyata... nggak ada naskah pemenang yang diterbitkan, mereka hanya dikasih hadiah tapi perjanjian kotntrak penerbitannya amsyong, kebetulan salah satu teman saya jadi salah satu pemenangnya dan memang naskahnya tidak pernah diterbitkan, hanya diberi hadiah uang tunai dan paket buku. Bayangin aja sih, gimana perjuangan mereka yang udah susah-susah nulis, bahagia udah menang, eh... akhirnya malah nggak jadi terbit.

 

***


Pada akhirnya buku yang saya beli dan kirim ke percetakan Agromedia ternyata nggak dapat ganti. Emang sih harganya mungkin bisa dibilang nggak seberapa. Tapi di buku yang saya beli itu mengandung semangat anti buku bajakan dan mendukung karya penulisnya loh, tapi ya gapapa sih... saya bakalan tetep beli buku ori buat ke depannya. 😄

About Us

DiaryTeacher Keder

Blog personal Edot Herjunot yang menceritakan keresahannya sebagai guru SD. Mulai dari cerita ajaib, absurd sampai yang biasa-biasa saja. Sesekali juga suka nulis hal yang nggak penting.




Random

randomposts