Tampilkan postingan dengan label moMent. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label moMent. Tampilkan semua postingan

Jumat, Mei 16, 2014

Postingan yang Agak Menye-Menye

Mei 16, 2014

Sebelum gue memulai lebih jauh untuk bercerita dalam tulisan ini. Ada beberapa hal yang mesti gue sampaikan pada kalian. Yang pertama, gue sebenernya masih bingung buat nentuin judul postingan ini. Yang kedua, tulisan ini mungkin akan terkesan menye-menye. Yang ketiga, tulisan ini mungkin akan terkesan lebih panjang dari biasanya. Yang keempat, mungkin kalian tidak akan terlalu paham dengan nama-nama temen yang gue sebutkan. Yang kelima, dzikir malam perpanjanglah.

Hari Sabtu, 10 Mei yang lalu gue sengaja main ke Semarang setelah sekian lama gue gak berkunjung kesana, ya... padahal sih baru seminggu yang lalu juga gue main. Jadi, tujuan gue ke Semarang selain karena ada urusan yang harus diselesein, gue emang ada janji sama seseorang juga. 

Rutinitas gue ke Semarang emang enggak semudah ngajak balikan mantan pakai iming-iming dengan janji beliin pembalut tiap bulan, gue harus mengalami fase lobi-lobi tingkat tinggi yang bikin hati lelah karena gue harus membujuk temen-temen penyiar radio yang berhati lemah lembut untuk rela menggantikan jadwal siaran gue di hari Sabtu. Dan sepertinya di hari Sabtu itu gue yakin kalau pendengar setia radio di kota gue bakalan berpesta pora karena ditinggalin gue, yah... setidaknya telinga mereka bakalan aman, dan mendadak berhenti mengeluarkan nanah dari telinga karena libur ngedengerin suara gue yang cempreng-cempreng hina.

Gue sendiri dateng ke Semarang gak perlu kuatir harus tidur di mana--karena temen-temen seangkatan gue udah ada yang ngajar jadi guru SD di kota Semarang, mereka telah mengontrak sebuah rumah. Hingga akhirnya, takdir menuliskan rumah itu akan sering dimanfaatkan sebagai tempat menginap bagi temen-temen yang kebetulan main ke Semarang. Hal ini berlaku juga untuk temen yang udah enggak ngekos lagi karena hanya tinggal nyelesein skripsinya yang (masih aja) belum kelar.

Temen-temen gue ini temen yang biasa-biasa aja, bernafasnya aja masih pakai hidung, bukan insang. Namanya Adhy (ini cowok yang benci tahu gimbal yang gue ceritain di buku cancut marut), Nova dan Slamet. Mereka bertiga secara brilian telah mengontrak sebuah rumah yang cukup lumayan buat dijadikan tempat persinggahan kalau ada temen yang main ke Semarang.

Kehadiran gue di Semarang kali ini agak berbeda, karena ternyata banyak perubahan yang telah terjadi diantara temen-temen gue. Hari itu banyak cerita yang gue dengar dari mereka. 

Saat gue main kemarin, kebetulan juga waktu itu di kontrakan ada temen gue lainnya yang ikutan numpang, Pandik dan Anjang. Sementara itu, Firdaus, telah nikmat hidup di kosnya sendiri dan Ganggo gak bisa hadir, karena pulang kampung setelah ngurusin pemberkasan wisudanya. 

Gue dan mereka semua dulunya adalah aktivis mahasiswa. Kami mengawali langkah di dunia aktivis dengan mantap di himpunan mahasiswa jurusan PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) dengan Nova sebagai ketua hima, dan mengakhiri karir organisasi kampus bersama-sama di BEM INSTITUT, ini sama kayak BEM UNIVERSITAS levelnya, dengan Nova sebagai presiden BEM.

 
Yap.. kami dulu adalah aktivis yang tangguh. Walaupun mungkin, mereka-mereka aja yang tangguh, guenya enggak.

Hari Sabtu kemarin adalah pertemuan kami yang kesekian kalinya dengan keadaan yang berbeda setelah bukan lagi bergelar mahasiswa. Setelah sebelumnya kami sempat mengadakan kemah gaje di daerah Nglimut, Kendal. 


Waktu itu memang kebetulan ada libur yang cukup panjang, jadi kami bisa berkumpul di Semarang untuk bernostalgia dan membahas isu politik yang terjadi saat pencoblosan kemarin, “Dulu kita pernah satu partai, tapi sekarang kita telah berbeda partai dengan keyakinan dan pemikiran masing-masing”, itu adalah kalimat yang pernah diucapkan Adhy disela-sela acara kemah waktu itu. Kalau dulu saat jadi mahasiswa kami bangga dengan Partai Semesta Demokrasi yang merupakan singkatan dari PSD, di mana PSD telah menjadi partai besar di kampus yang juga mengantarkan Nova menjadi presiden BEM, sekarang kami tidak lagi sama. Pada pemilu 2014 kali ini kami jadi sering berdiskusi dan berdebat dengan mempertahankan ‘kehebatan’ partai masing-masing. Ada yang pro dengan Gerindra, pro dengan PDI P dan juga ada yang pro dengan golputnya. Gue sendiri malah pro sama Farhat Abbas yang enggak punya partai. 

Gaya berdiskusi kami memang santai tapi kadang juga jadi memanas. Gak jarang kami beradu argumen, hingga berdebat cukup sengit. Tapi walau bagaimanapun, pada akhirnya kami pun akan kembali cepat akrab lagi ketika semuanya sudah berakhir.


          ***
Ketidaksengajaan gue bertemu Anjang yang berasal dari Tegal di Semarang kemarin ternyata telah memberikan cerita tersendiri bagi gue dan mungkin temen-temen lain. 

Awalnya pagi itu, dihari Sabtu. Pandik yang juga menumpang tidur di kontrakan Nova dkk., udah berpenampilan rapi dengan mengenakan kemeja putih, celana kain hitam dan sepatu pantovel yang mengkilap. Eits.. Pandik bukan mau praktek ngajar di sekolah yang biasa disebut PPL, Pandik juga bukan mau bimbingan skripsi karena memang Pandik bukan lagi mahasiswa. Hari itu, Pandik mendapat kesempatan untuk tes micro teaching di SD swasta kota Semarang. 

Setelah berulang kali gagal dalam melamar pekerjaan dimanapun, Pandik akhirnya mendapat kesempatan emas untuk benar-benar mendapatkan pekerjaan yang diharapkannya, jadi guru yang manusiawi. Sebelumnya Pandik memang telah berkali-kali gagal, Pandik dua kali menghadiri bursa  kerja dan memasukkan puluhan lamaran pekerjaan ke berbagai perusahaan. Mulai dari tes wawancara sampai penolakan kerja semuanya pernah Pandik rasakan. Itulah sebabnya sampai bulan Mei berlalu Pandik masih terus sibuk mencari pekerjaan. 

Dan hari itu, akhirnya selangkah lagi Pandik akan menjadi guru di SD swasta yang gajinya jauh lebih manusiawi dibandingkan dengan jadi guru SD negeri.

Kemudian, hari itu juga gue mendapat kabar yang lebih membahagiakan lagi. Shasya, cewek gue, juga akhirnya diterima kerja di SD John Wesley Semarang. Iya, nama sekolahnya emang keren banget. Beda kalau namanya jadi SD Johni Iskandar, itu mungkin SD-nya singkatan dari sekolah dangdut. Shasya pun sekarang udah diterima jadi guru dengan gaji yang sangat-sangat lumayan. Gue aja sempet ngiler dengernya.

Siangnya, Anjang membahas persiapan untuk malam minggu, karena rencananya Anjang mau mentraktir makan-makan! Dan tempatnya juga diserahkan kepada kami, gue sendiri jadi penasaran sebenernya ada momen apa kok tiba-tiba Anjang mau nraktir anak-anak dengan tempat yang tidak ditentukan oleh Anjang. Asli, ini bener-bener cara mentraktir yang elegan. Gue salut...

Anjang hanya menjelaskan, “Setiap orang punya jatah keajaiban masing-masing dalam hidupnya, dan kali ini giliran gue. Jadi gue pengin nraktir kalian, semacam acara syukuran gitu.”

“Emang keajaiban lo gimana Njang? Bisnis lo sukses ya? Apa lo habis menang tender sesuatu? Atau jangan-jangan elo baru aja dapet kapal pesiar sehabis ikut MLM lima bulan terakhir?”

Anjang hanya tersenyum, tidak tampak unyu, “Keajaiban ini sama kayak lo dulu, waktu lo hanya butuh satu kali bimbingan skripsi untuk dapet acc dari Prof., sampai-sampai semuanya berteriak gak percaya, dan kali ini giliran gue yang ngerasain kejaiban itu.”

Gue bener-bener penasaran, karena Anjang menyetarakan keajaibannya dengan keajaiban yang gue rasakan waktu masih skripsi dulu.

Dan keajaiban yang Anjang simpan itu akhirnya terungkap saat malamnya, gue, Nova, Adhy dan Anjang makan-makan di daerah Pleburan Undip Semarang.

Diawali dari pembukaan yang disampaikan oleh Adhy mewakili Anjang, “Jadi begini teman-teman.. tujuan Anjang mentraktir kita malam ini, niatnya untuk mengadakan syukuran karena akhirnya teman kita Amaluzon Anjang Taufan telah diterima... jadi... PNS di kota Surabaya.”

DEG! Gue pun terperangah...

Memang masih susah buat percaya. Karena memang euforia CPNS telah berlalu jauh-jauh hari. Dan memang kabar terakhirnya Anjang enggak lolos tes CPNS waktu itu. 

Setelah Adhy menjelaskan lebih jauh lagi masalah diterimanya Anjang jadi CPNS, Anjang melanjutkan, “Iya... jadi gini, gue diterima CPNS karena ada 20 orang yang ternyata mengundurkan diri, kemarin gue sempet ditelfon dari BKD, lalu...” Anjang menceritakan bagaimana low responnya dia waktu pertama kali ditelfon karena masih mengira itu adalah tindak penipuan, sampai akhirnya Anjang melihat sendiri namanya tertera di website resmi BKD Surabaya (itu kalau gak salah) kemudian beberapa hari kemudian Anjang segera berangkat ke Surabaya untuk pemberkasan dan mampir ke Semarang untuk malam ini, mentraktir teman-teman makan.

 Adhy, Anjang, Edotz, Ganggo, Nova, Pandik, Slamet
 Lihatlah dengan seksama, mereka enggak ada yang ganteng, itulah satu-satunya alasan kenapa gue mau berteman sama mereka.

Mungkin hal yang patut disayangkan adalah karena temen-temen lain banyak yang gak bisa hadir karena faktor malam minggu, dan juga ada yang gak di Semarang. Lia Oplow, temen cewek yang biasanya setia ikutan nongkrong juga kebetulan lagi di Purwodadi pulang ke rumahnya.

Malam itu, kami ngomongin banyak hal, tentang jalan hidup yang ajaib dari Anjang. Tentang keyakinannya untuk menikah setelah lebaran nanti disaat pekerjaan saja waktu itu belum jelas. Dan dari kemantapannya itu, Anjang mendapatkan jawaban dari keyakinan hatinya melalui jalannya yang ajaib itu. Udah divonis enggak lolos CPNS, tiba-tiba saja Anjang dapet kabar yang mengejutkan. Keren.. baru satu kali tes CPNS langsung masuk, itu artinya Anjang gak perlu ngerasain pedihnya jadi ‘guru bantu’ yang perbulan gajinya kalah jauh sama karyawan toko, bahkan penjual pulsa keliling sekalipun. 

Sambil berebutan ngemil french fries karena mental anak kos yang masih belum sepenuhnya padam. Kami bercerita tentang masa depan, kalau suatu saat nanti kami sudah hidup dengan jalannya masing-masing, sudah memiliki kesibukan sendiri-sendiri. Pastikan minimal setahun sekali ada waktu bagi kami untuk bisa kumpul bareng sekedar bernostalgia dengan ‘kesombongan’ di masa kuliah yang indah. 

Ya... beberapa tahun ke depan, gue berharap semuanya akan menjadi seperti yang gue harapkan. Semuanya, gue, pacar dan temen-temen bisa sukses. Walaupun tantangan yang ada di depan sepertinya akan menjadi begitu sulit. Tapi kami harus yakin bisa melewati itu semua, seperti yang telah dicontohkan Anjang. 

Setiap orang punya jalan suksesnya masing-masing. Dan tugas kita adalah menemukan jalan sukses itu. Nova, mantan presiden BEM, yang masih setengah-setengah tertarik dengan CPNS, dan mempunyai target 2019 bakalan maju jadi caleg. Adhy, guru SD yang nyasar jadi guru olahraga di SD swasta, berkat skill lain yang dimiliki. Pandik dan Firdaus, yang sepertinya akan menjadi guru SD di sekolah yang sama dengan gaji yang manusiawi. Slamet yang jago bikin PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dengan upah yang wow dan bentar lagi mau lanjut S2. Ganggo yang lebih milih fokus buat bermusik, Lia Oplow yang punya rencana ngelanjutin S2 dan selalu semangat kerja dengan job ngelesinnya yang kadang sampe malem. Mereka udah punya kesibukan masing-masing sambil tetap mencoba peruntungan di CPNS nantinya. Iya, mereka semua adalah temen-temen gue yang keren meskipun tidak terlihat gaul.

Dan gue sendiri semakin yakin bahwa jalan hidup gue ada di menulis. Gue harus membuktikan hal itu agar suatu saat nanti, saat waktunya untuk berkumpul bareng setelah bertahun-tahun kemudian.  Gue juga bisa sukses dengan jalan yang gue pilih. Jadi penulis. Entah itu penulis buku atau penulis papan tulis.

Selain usaha yang maksimal, keyakinan juga perlu. Karena kita tidak akan pernah tahu, kapan kita akan menemukan sentuhan keajaiban yang mengubah hidup kita.

Rabu, Maret 26, 2014

Sekilas Grasindo Goes To Jogja

Maret 26, 2014
Beberapa waktu yang lalu gue diajak sama editor gue, Anin, buat ikutan acara Meet & Greet bareng penulis Grasindo lainnya di Jogja. Awalnya gue sempat bingung dan dilema parah karena gue gak tau di mana tempat acaranya, kebodohan ini bisa terjadi karena memang gue adalah cowok yang lemah dalam hal menghafal peta atau bisa dikatakan buta terhadap peta, nyari alamat di perumahan kota gue sendiri aja gue tersesat apalagi ini, Jogja. Bisa-bisa gue malah hilang arah, terus nyasar sampai ke Azerbaijan.


Sebenernya gue tadinya mau ngajakin cewek gue buat nemenin ke Jogja, tapi akhirnya batal karena cewek gue tiba-tiba gak enak badan (cewek gue kayaknya tau kalo gue bakalan nyasar-nyasar). Karena gue gak mungkin ke Jogja sendirian. Maka, gue pun mengajak seonggok lelaki beruntung yang bernama @dadangpratama, sebagai teman dikala tersesat dan hilang arah di Jogja nanti. 

Sebagai cowok yang lemah, gue enggak pengen terlalu banyak basa basi untuk menulis sebuah cerita yang terlalu panjang biar terlihat keren atau maskulin. Intinya, gue cuma pengen cerita tentang pengalaman kemarin saat gue ikutan acara Meet & Greet bareng penulis grasindo di Jogja.

Dari kiri: Tafrid, Heri Yudhi, Izza, Mbak Ari, Edotz, Violin

Acara yang diadakan di cafe semesta tanggal 22 Maret kemarin ternyata lumayan rame. Walaupun sesekali mesti bersabar karena hari itu dibarengi dengan acara konvoy partai PDI-P yang simpatisannya sepenuh hati menggeber motor di jalanan dan bikin kuping terasa pedih. Entah apa manfaat dari menggeber motor di jalanan, mungkin mereka berpikir itu keren? Atau mungkin mereka jomblo lalu merasa mendapat kesempatan untuk mengekspresikan takdirnya yang agak-agak nestapa. Yaudah... biarin aja. Toh, lima tahun sekali.

Poto-poto lainnya:











Sore itu, cukup banyak yang dateng dan antusias peserta keren-keren, semuanya datang dengan mengenakan pakaian lengkap, walaupun enggak ada yang berpeci.

Grasindo sendiri juga gak kalah keren karena mau bagiin goodie bag secara cuma-cuma yang di dalamnya berisi paket dua buku, CD, serta voucher dari gramediana.com. Coba kalo di dalemnya juga ada voucher naik haji, gue pasti lebih milih jadi peserta, siapa tau aja nanti gue bisa satu pesawat sama Haji Sulam. Itu kan keren, gue mau ajakin foto bareng.

Sore itu ada sekitar enam penulis grasindo yang dateng di Cafe Semesta. Diantaranya, Tafrid, Violin, Mas Yudhi, Izza, gue dan Mbak Ari.

Keenam penulis ini bercerita tentang suka duka proses menerbitkan buku mereka, jadi... ijinkan gue menulis seadanya untuk berbagi inspirasi buat kalian yang enggak bisa dateng di acara Grasindo goes to Jogja kemarin. Dimulai dari....

Izza, dengan novelnya yang berjudul PHOBIA. Novel yang sekarang dilabeli best seller oleh Grasindo ternyata memiliki perjalanan yang panjang dan terjal sebelum berhasil dibukukan. Siapa yang menyangka kalo sebelumnya perjuangan untuk menerbitkan novel ini begitu berat. Izza, katanya sempat ditolak beberapa kali oleh penerbit, bahkan pernah salah satu penerbit yang entah apa namanya mengatakan bahwa novel Izza itu novel gaje, ceritanya gak jelas banget. Bahkan yang nerima naskahnya waktu itu mengatakan kalo dia bahkan gak pernah berniat membaca naskahnya sampai akhir. Bisa dibayangkan gimana nyeseknya dibilang begitu? Untungnya... semangat Izza enggak gampang padam kayak PLN. Izza membaca ulang lagi naskahnya, mengeditnya, berkali-kali sampai akhirnya dengan mantap mengikutkan novelnya untuk PSA (Publisher Search Author) dan sekarang novelnya justru best seller.

Kemudian ada Tafrid, Penulis Dear Gita. Siapa yang menyangka kalo novelnya yang berjudul agak-agak so sweet itu ternyata merupakan kisah pribadinya? Tentang betapa sakitnya Tafrid kepada seorang wanita yang membuatnya merasakan kesedihan yang dalam dan rasa perih itulah yang dia tuliskan dalam sebuah tulisan, kenapa harus dalam bentuk tulisan? Karena konon katanya Tafrid tidak pandai menyanyi, tidak pandai menabung serta tidak pandai menyusui.. maka dari itu Tafrid memilih untuk menuangkan segala kegalauannya ke dalam sebuah tulisan.

Sampai akhirnya dari kegalauannya akan seorang wanita, Tafrid bisa menuangkan semuanya ke dalam sebuah buku. Dan sekarang dia tidak peduli (walaupun mungkin dalam hati Tafrid menangis) sosok ‘Gita’ yang ada dalam novelnya, akan membaca bukunya atau tidak. Karena bagi dia, balas dendamnya telah usai. Berangkat dari kegalauan, Tafrid bisa menghasilkan sebuah karya yang unyu. Katanya ini yang dinamakan galau bermartabat. Ya... mungkin bisa juga disebut galau elegan.

Selanjutnya ada Violin, penulis novel fantasi berjudul Eldar. Bukunya tebel bro! Dan dia bisa menulis setebal ini hanya karena dia dulu memang suka menulis, tanpa tau konsep dasar menulis. Terbukti dari hobi menulisnya dia bisa membuat buku yang bener-bener tajam dan imajinatif. Dia menulis buku ini karena memang dia ‘katanya’ hobi berfantasi. Pada kesempatan kali ini, buat yang pikirannya sensitif, jangan beranggapan bahwa ‘berfantasi’ adalah kata yang cabul. Oke? Gue juga akan melakukan hal yang sama untuk kesempatan kali ini.

Katanya sih, Violin ini pernah merasakan puluhan kali naskahnya ditolak (kalo gak salah) dan dia enggak nyerah. Sampai akhirnya cita-cita menerbitkan sebuah novel fantasi berhasil diwujudkannya melalui grasindo. Dan sedikit catatan, Violin ini cowok.

Selanjutnya ada Mbak Ari, penulis novel pokoknya aku suka kamu, titik. Perjalanan Mbak Ari menulis novel ini katanya teramat sangat panjang. Mbak Ari butuh waktu satu setengah tahun untuk mendapatkan konfirmasi naskahnya diterima atau enggak. Karena ada begitu banyak naskah yang masuk, Mbak Ari harus rela menghubungi Grasindo beberapa bulan sekali untuk memastikan naskahnya diterima atau tidak. Sampai akhirnya novel yang terbit di tahun 2004 ini pun mengalami beberapa kali cetak ulang.

Sampai sejauh ini, udah banyak buku yang ditulisnya. Mbak Ari sendiri ngakunya lupa sama jumlah bukunya sendiri, hadeh banget kan..  -__-“

Oh iya, yang lebih kerennya lagi, Mbak Ari sendiri kayaknya lagi ngelanjutin kuliah S3-nya. Serem amat gue dengernya. Gue S1 aja bikin skripsi udah mau OD.. ini malah udah sampai S3. Tapi kayaknya gue juga setelah S1 mau ngelanjutin sekolah gue ke D2, iya.. kalo S2 gue makin stres soalnya, jadi D2 dulu. Jadi ya, yang penting kan gue masih ada niat ngelanjutin sekolah. Oh iya, Mbak Ari ini ramah banget, pertama dateng setiap pesertanya disalamin semua! Coba kalo dosen di kampus gue seramah ini, begitu masuk kelas mahasiswanya disalamin semua. Kan enak.. yang lagi S3 aja ramah, yang baru kemarin S2 aja udah pada belagu.

Terakhir ada Mas Yudhi, penulis novel Enigma. Entah gue harus bilang apa, yang jelas gue takjub saat tau Mas Yudhi ini udah bikin 30 novel!!! Serem banget ya... kayaknya sih seluruh hidupnya hanya digunakan untuk nulis, sampai-sampai Mas Yudhi ini jadi lupa makan, lupa pacaran dan semoga gak sampai lupa jenis kelamin juga. Mas Yudhi ini nulis novel dengan berbagai genre, kadang serius, kadang komedi, kadang nge-pop. Dan gue baru tau!!! Kalo mas Yudhi ini penulis buku ‘Asoi Geboi Bohai’. Padahal gue punya bukunya di rumah, temen gue juga sampai ngakak parah baca bukunya, dan gue kemarin ketemu penulisnya enggak tau dia orangnya  -_-“

Kalo gue sendiri gimana? Gak usah dijelasin deh... percuma, paling-paling kalian gak bisa ngambil hikmah apa-apa dari perjalanan gue untuk menerbitkan cancut marut.


Dari pengalaman temen-temen penulis di atas, Semoga kalian yang masih punya mimpi buat jadi penulis bisa makin tercerahkan. Jadi, jangan hanya mengguman dan memvonis, “Enak ya, kamu udah nerbitin buku...”, atau “Ah.. kamu sih enak, dapet penerbit yang keren.”

STOP!

Kadang dari sesuatu yang terlihat keren di mata kalian, terselip sebuah perjuangan panjang yang tak kenal menyerah. Perjuangan dari penulisnya untuk menjadikan impiannya benar-benar menjadi kenyataan yaitu melihat tulisannya dibukukan.

Setidaknya, gue harap kalian tau apa yang harus dilakukan saat kalian mengirim naskah ke penerbit dan ternyata hasilnya ditolak.....

Kamis, Januari 09, 2014

Hal-Hal yang Bikin Gue Berat Ninggalin Semarang

Januari 09, 2014
Setelah kuliah gue selesai, itu artinya masa-masa hidup gue di Semarang juga udah selesai. Mungkin kedengarannya klise banget, tapi gue emang harus bilang kalo ternyata waktu 4,5 tahun yang gue habiskan buat kuliah itu rasanya cepet banget. Rasanya baru kemarin gue mau ospek, eh.. tau-tau begitu gue bangun tidur malah udah di wisuda. Ah, dasar waktu...

Karir gue sebagai anak kuliah udah berakhir. Otomatis gue harus balik ke kampung halaman gue di kota Pemalang untuk ninggalin kota Semarang. Kalo aja ini yang namanya hubungan, mungkin bisa dikatakan gue terpaksa ‘putus’ sama kota Semarang karena keadaan.

Dulu, awal-awal gue kuliah di Semarang, tiap dua minggu sekali gue pasti pulang ke Pemalang untuk menjalani proses perbaikan gizi. Tapi menjelang masa-masa terakhir gue kuliah, gue udah bener-bener ngerasa betah banget di Semarang, bahkan berbulan-bulan gue enggak pulang Pemalang. Rasanya, Semarang udah jadi kota yang sangat nyaman buat gue tinggalin. Sekalipun gue memang kadang sengsara kalo di akhir bulan.

Sekarang, saat gue tiba-tiba harus pulang ke Pemalang, mungkin untuk seterusnya, gue ngerasa berat dan agak-agak gak rela. Sebenernya ada beberapa hal yang bikin gue berat buat ninggalin Semarang, diantaranya ini:


1. Gramedia
Sejak kecil gue suka banget baca buku. Mulai dari baca komik sampai baca buku saku pramuka. Udah dari jaman SD, gue suka koleksi yang namanya buku. Sayang... di kota kelahiran gue, Pemalang. Gak ada yang namanya Gramedia. Bahkan toko buku pun enggak ada. Kalopun ada, yang dijual adanya semacam buku Juz Amma, Kumpulan do'a sehari-hari dan 30 hari menguasai Jurus Rajawali Terbang.

Masa kecil gue adalah masa yang haus akan buku bacaan, itu sebabnya tiap ada yang namanya pameran buku di kota Pemalang. Gue bisa jadi cowok khilaf. Gue jadi liar ngeborong buku sana sini. Gak peduli habis duit ratusan ribu.

Sejak kuliah di Semarang, gue mengenal gramedia. Gue seolah telah menemukan kepingan dalam diri gue yang telah lama hilang. Sejak saat itu, gue jadi cowok bermuka sangar yang sebulan bisa bolak balik ke Gramedia sampe delapan kali. Bahkan bisa lebih.

Yang bawah itu koleksi novel gue, dan sekarang gue galau kalo beli novel keluaran terbaru

Kegilaan gue ngapelin gramedia bukan tanpa alasan. Semuanya berjalan lancar karena cewek gue juga kebetulan juga hobi sama baca buku. Bedanya, kalo cewek gue, Shasa bacaannya Novel-novel yang tebelnya kayak kulit badak, kalo gue ya buku-buku yang tebelnya biasa aja dan bergenre komedi.

2. Kios Buku Bekas
Kios buku bekas bisa dikatakan sebagai penebus dosa masa lalu gue. Ya, jaman gue sekolah dulu. Nyari komik atau novel naudzubillah min dzalik susahnya. Gue cuma bisa menikmati komik-komik yang ada di persewaan buku dengan sistem hari ini minjem besoknya kudu dibalikin.

Kios buku bekas di Semarang yang gue tau ada dua. Pertama di lantai dua Pasar Johar, Kedua di deket stadion Diponegoro. Walopun cuma dua yang gue tau, tapi dalam satu lokasi itu ada sekitar sepuluh lebih kios buku. 

Beberapa koleksi buku gue
Gue sering menebus dosa masa lalu gue di tempat ini. Novel lupus, komik Pedang Tujuh Bintang, Doraemon, Detective Conan kebanyakan gue dapetin disini. Bukannya gue gak mau beli yang asli di Gramedia. Ini karena kebanyakan komik sama novelnya udah enggak cetak ulang lagi.

Gara-gara kios buku bekas ini juga perburuan gue terhadap novel-novel karya R.L. Stine seperti: Fear Street, Nightmare Hour dan Goosebumps bisa gue lengkapi dan sekarang hanya beberapa seri saja yang masih belum gue lengkapi.


3. Jalanannya
Mungkin gue pengangguran banget kali yak, jalanan aja dikangenin. Tapi beneran... Gue kangen sama suasana kota Semarang. Jalanan yang kadang macet kadang lancar kayak orang buang air besar. Jalanan yang kadang terasa kampret banget karena Semarang kalo siang panasnya udah kayak neraka tingkat 18. Ternyata, gue bisa juga kangen dengan hal-hal yang sering bikin gue mengeluh.



Gue juga kangen...  Kadang kalo musim hujan, gue suka naik motor sambil hujan-hujanan, apalagi kalo lagi gak bawa jas hujan. Daerah simpang lima, Pasar Johar, Taman KB, daerah Pahlawan dan juga daerah kos-kosan gue.. entah kenapa bikin gue kepikiran mulu. Jalanan kota Semarang, gak tau gimana gue ngungkapinnya. Yang jelas, gue betah banget kalo lagi di jalan nikmatin suasana kota Semarang.


4. Mall & Tempat Makan
Semarang telah mendidik gue menjadi anak gaul! Walaupun sampe sekarang gue masih gagal jadi lelaki gaul. Tapi karena hidup di Semaranglah gue jadi kenal tempat-tempat makan semacam Martabak House, KFC, sampai Pizza Hut.

Di kota gue, Pemalang. Tempat makan kayak gitu belum pernah ada. Sekalinya ada tempat makan berbau ayam-ayam kayak KFC. Namanya warung Mie Ayam. Klimaks banget gaulnya...

 Sori kalo gue alay, makan aja di poto.. Ya maklumin aja, gue jarang makan enak, ini buat kenang-kenangan aja kok :/

Gara-gara di Semarang, gue jadi tau kalo makan steak itu jangan pegang piringnya, soalnya panas. Dulu debut gue makan steak, gue pernah megang dan refleks teriak 'aw!', hampir satu ruangan semuanya tertuju pada gue. Tiba-tiba cewek gue ngeluarin jurus menghilangnya dan tau-tau udah pindah meja. Kemudian pura-pura gak kenal sama gue.

Selama berkarir di Semarang gue juga akhirnya jadi tau kalo makan steak, pegang garpunya di tangan kiri, pegang pisaunya di tangan kanan. Gue dulu pernah kebalik megangnya. Untung diingetin sama cewek gue.

5

6. Kenangan
Gue enggak pernah nyesel kuliah di Semarang. Sekalipun gue enggak kuliah di kampus negeri atau di luar Jawa Tengah. Tapi cukup banyak hal hebat yang gue alami selama 4,5 gue kuliah.

Di Semarang, gue pernah jadi korban bisnis MLM. Dan kalo gue ngingetnya, gue gak nyesel sama sekali.. Gue juga pernah touring bareng anak-anak kelas gue, ke Guci di Tegal, ke Jogja dua kali, dan juga ke Jepara. Dulu, kelas gue memang kelas yang kompaknya sampai bikin jaringan teroris Al Qaeda pada ngiri.


Di Semarang... gue dapet banyak temen dan gue juga dapet banyak musuh. Musuh kadang juga perlu dikenang, dan buat gue hal itu bukanlah sesuatu yang pahit walaupun juga enggak manis. Gue punya banyak temen, dan mereka begitu baik. Walaupun sedikit yang bener-bener bisa jadi sahabat buat gue, tapi jadi 'temen' aja mereka udah baik banget. Kenangan nongkrong bareng, begadang bareng, bikin acara bareng, futsal bareng... gak akan pernah bisa gue lupain.

Gue yakin, setelah kuliah selesai. Hal-hal itu menjadi sesuatu yang sangat istimewa sekali yang bisa dikatakan hampir mustahil untuk bisa diulang kembali.

Mungkin saat ini gue masih nyaman menikmati momen kebebasan setelah wisuda di Pemalang. Tapi, gue punya keyakinan dalam diri gue sendiri, bahwa suatu saat nanti gue bakalan balik ke Semarang lagi. Menikmati hidup di sana dan melepas rindu gue akan banyak hal yang ada di sana.

Jogja Gelisah

Januari 09, 2014

Hidup memang kadang tak semudah nyeduh mie instant pake air panas dari dispenser.

Gue ngerti banget makna kalimat di atas setelah gue melakukan perjalanan penuh keluhan pada hari Minggu, 29 Desember 2013 kemarin.

Hari itu gue dan temen-temen BEM ngadain perpisahan secara mandiri. Awalnya sih kami merencanakan mau pergi Turki gara-gara pengen nyobain makanan yang namanya ‘kebab’. Tapi mengingat letak geografis yang enggak jelas dan kami yang baru sadar kalo makanan ‘kebab’ di depan alfamart juga ada, akhirnya kami pun mengurungkan niat dan merubah rencana dengan memilih untuk pergi ke Jogja. Biar kesannya agak ngirit, kami cuma nyewa bus aja tanpa biro wisata yang biasanya satu paket dengan tour guide. Tapi tetep ada fasilitas supir dan kernet bus yang siap mengantarkan kami kemana pun yang kami mau.

Perjalanan dimulai pukul 06.10 pagi, semuanya berjalan dengan apa adanya. Bus melaju perlahan melewati pertokoan dan rumah-rumah penduduk. Bus masuk jalan tol dengan penuh gairah. Sampai beberapa jam kemudian gue mulai sadar, ada yang aneh dengan suasana pinggir jalan yang bus kami lewati, gue merasa sangat asing dengan jalanan yang gue lihat. Gue sendiri pernah setidaknya tiga kali pergi ke Jogja dan gue paham-paham dikit jalannya. Tapi ini... aneh.

Rasa asing gue terjawab setelah gue melihat salah satu SD dengan tulisan ‘Klaten’ menghiasi papan. Ini kenapa mau pergi ke Jogja mesti lewat Klaten? Kenapa enggak lewat arah Temanggung aja? Gue heran, entah supirnya yang cerdas atau sebenernya... terlalu cerdas. 

Gue tetep positive thinking aja sama supirnya. Mungkin supir bus ini sengaja lewat jalan alternatif, mungkin supir bus ini mau menunjukkan makna pepatah ‘banyak jalan menuju Jogja’, mungkin supir busnya ngelamun gara-gara semalem kelewatan nonton sinetron tukang bubur naik haji. Rasanya gue terlalu banyak membuat kemungkinan, padahal itu gak penting. Semoga aja supir busnya lewat daerah Klaten dengan niat buat menghindari macet gara-gara kami pergi masih dalam suasana liburan. Gue maklum. Temen-temen semua maklum. Mawar, melati semuanya indah...

Tiga jam  berlalu. 

Belum ada tanda-tanda bus bakalan nyampe Jogja. Normalnya sih, dari Semarang ke Jogja biasanya dua jam cukup. Tapi gue masih mencoba berpikir positif bahwa jalan alternatif biasanya emang agak lama dikit. Gue kembali melanjutkan tidur dengan diiringi lonjakan-lonjakan kecil di sepanjang perjalanan.

Lima jam berlalu.

Bus masih terus melaju, dan belum ada tanda-tanda mendekati tempat wisata yang pertama Goa Pindul. Gue bener-bener harus berburuk sangka. Waktu liburan kami banyak terbuang gara-gara perjalanan yang sampe lima jam lamanya. Tau gini mending tadi sekalian ke Turki aja.

Gue mencoba sabar... temen-temen mencoba sabar. Sampai akhirnya, kami menyadari bus kami muter-muter tiga kali di tempat yang sama.
FIX!!!

SUPIRNYA ENGGAK TAU JALAN!

Gue gak pernah berpikir bahwa supir bus sampai gak tau jalan. Ini sama aja kayak hidup tapi gak tau cara bernapas. 

Setelah setengah jam muter-muter gak jelas. Di jalan, bus kami di-stop sama cowok kekar dan sangar naik motor yang entah mereknya apaan. Gue kira dia mau ngerampok bus, gue udah siapin kabel charger power bank buat menjaga diri. Tapi gak taunya, dia justru menawarkan diri menunjukkan jalan menuju Goa Pindul.

Berangkat pukul 06.10 nyampe Goa Pindul Jogja pukul 11.35. Ini adalah perjalanan terlama Semarang-Jogja ‘enggak pake macet’ yang gue alamin.

Mengingat waktu yang udah banyak terbuang sia-sia gara-gara supir yang agak kekampret-kampretan. Kami buru-buru mengurus tiket ke loket dan pakai pelampung buat memulai penjelajahan ke Goa Pindul.

bem ikip pgri semarang

Kami mulai berjalan... bersama-sama, beriringan, menerjang jalan setapak penuh kerikil, pukul dua belas siang dan... tanpa pake alas kaki.

Ini adalah kebodohan nyata dari kami para calon S.Pd dan yang udah S.Pd, padahal sih sebenernya tempat wisata udah menyiapkan sepatu khusus buat kami. Tapi kami malah sok tahu, sok yes, sok cool. Sokorin deh gue kakinya kepanasan sepanjang perjalanan dan cenat cenut nginjek krikil. Tapi gue tetep mencoba tabah, karena gue tau perjuangan Tong Sam Chong mengambil kitab suci jauh lebih berat daripada sekedar nginjek kerikil kecil ini.

Melaju dengan mutu tanpa alas kaki,gak heran kalo kaki kami mendadak kekar dan berotot, Agung Hercules aja sampe kalah..

Perjuangan untuk masuk goa pindul enggak semudah menumbuhkan rambut di kulit kepala orang botak dengan serum Rudi Hadisuwarno. Perlahan-lahan kami masuk ke dalam air pake pelampung. Abis itu, udah.. iya, udah. Kami dibiarkan mengambang kayak jomblo yang putus asa. Karena antrian yang begitu penuh, kami harus nunggu giliran. Gak bisa banyak gerak, gak bisa kemana-mana, juga gak bisa pipis dalam air karena cuma bagian pantat yang nyemplung di air. Gue bener-bener sedih, siang itu gue sukses dijemur di bawah sinar matahari tanpa ada perlawanan. Ironis... selama belasan tahun gue berjuang untuk memutihkan kulit. Hanya dalam beberapa menit gue sukses menghitamkannya kembali.  


Kalo dijemur di atas pelampung ini, gak ada yang bisa dilakukan selain menerima kenyataan bahwa matahari bisa bikin kulit item jijay..

Ehm.. Akhirnya gue pernah juga masuk ke dalam sebuah goa untuk pertama kalinya dalam sejarah hidup gue sebagai manusia yang bisa bernafas lewat hidung. Di dalam goa, kami melihat keindahan batu-batu stalaktit dan stalagmit yang sebenernya (itu juga kalo gue nulisnya bener). Walaupun gue enggak bisa grepe-grepe bebatuannya karena hanya bisa duduk di atas pelampung dan ditarik berjamaah sama pemandunya.

Goa pindul jogja

Setelah keluar dari goa, kami menyempatkan diri buat foto-foto. Merasa tertantang untuk ikutan temen-temen cowok yang pada nyebur ke tengah. Gue pun menghampiri mereka walopun gue gak bisa berenang, setidaknya gue tau kalo gue gak bakal tenggelam karena pake pelampung. Gak taunya, begitu gue nyampe di tengah gue malah dicelupin sama salah satu temen gue kayak oreo, untung gue enggak dijilatin. 

Gue mulai panik.... Bukan karena gue takut tenggelam, tapi karena rambut gue akhirnya jadi  basah. Hal yang tidak diinginkan siang itu akhirnya terjadi juga. Gara-gara rambut gue basah, kini terlihatlah lekukan kening yang memperlihatkan tanda-tanda kebotakan sudah dekat.
***
Tujuan wisata selanjutnya adalah Pantai Indrayanti.

Tragedi memilukan yang sama harus terulang kembali. Supirnya lagi-lagi enggak tau jalan!!! Bus yang gue tumpangin harus melalui tiga kali putaran dulu buat nyari yang namanya Pantai indrayanti, keterlaluan!!! Tolong catet nama busnya, CIPAGANTI. Supirnya enggak berkompeten sama sekali. 

pantai indrayanti joga

Haaah.... berapa banyak waktu yang harus terbuang demi melayani kebodohan sang supir. Gue dan temen-temen cuma bisa geleng-geleng pasrah. Sesekali melenguh, kayak kebo.

Pukul 16.35 kami tiba di pantai, hari udah terlalu sore. Gue gak ada rencana mau nyebur. Udah cukup rambut gue basah di Goa Pindul. Akhirnya kami cuma jalan-jalan, foto-foto, makan siomay yang harganya tiga ribu perak, dan makan angin juga.

Gak ada satu jam, setelah selesai kami semua menuju ke tujuan terakhir. MALIOBORO.

Perjalanan dimulai...

Tiga jam berlalu, bus (kembali) menunjukkan tanda-tanda belum nyampe malioboro. Gue dan temen-temen mulai gelisah, karena katanya kalo lebih dari jam 10 malem kios-kios di Malioboro udah banyak yang tutup. Lagi-lagi kami, melenguh. Masih kayak kebo.

Bus berhenti di pinggir jalan, dari kursi belakang gue melihat kernetnya lagi ngobrol sama orang. FIX... gue negative thinking! Ini pasti mereka nyasar... gak tau jalan.

Bus berbelok arah kemudian kembali melaju dengan penuh kepedean. Di perempatan lampu merah lagi-lagi kernet bus turun dan tanya sama salah satu pengendara motor. Oke, ini artinya belum dapat dipastikan sampai tempat tujuan jam berapa. Pengen rasanya gue lari dan dari belakang gue gigit kuping sang supir saking geregetannya. Tapi malam itu gue lagi gak mood ngapa-ngapain, yah... gak jadi gigit kuping supir deh.

Bus terus melaju, di sebuah perempatan jalan dengan penuh percaya diri bus belok ke kanan, gak taunya malah nyampe di Taman Sari. Tempat wisata keren yang sayangnya ini udah malem, jadi pasti tutup. Bus belok arah lagi dan kembali melaju dengan mantap sampai akhirnya bus berhenti di depan pintu gerbang yang tertutup. 

Jalan Buntu.

Ya udahlah... supir busnya emang bego. Gue enggak bisa terus-terusan nyalahin orang bego. Tapi gue cuma heran aja. Kenapa orang bego kayak gitu bisa jadi supir? Kenapa orang bego kerjanya jadi supir tapi malah gak tau jalan? 

Pak supir... ini Jogja, gak jauh-jauh banget dari Semarang dan bapaknya udah kesasar aja. Gimana kalo beneran diajak wisata ke Turki? Bisa-bisa rombongannya malah kesasar sampe Zimbabwe. Okelah, Goa Pindul gak tau jalan gak masalah. Tapi masa iya, seorang supir bus arah Malioboro aja gak tau, tempat yang paling terkenal di kota Jogja. Sebagai supir, anda bener-bener gagal... dan gak ada kesempatan buat remidi!

Ini gue bukan nyalahin orang bego, ya.. cuma lagi ngeluh aja sama orang bego.

Entah bagaimana awalnya, akhirnya bus sampe di alun-alun kidul. Kernetnya bilang kalo mau ke Malioboro lebih baik jalan kaki aja dengan alasan susah cari tempat parkirnya.

Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 21.30, daripada menyerahkan nasib sama supir dan kernet yang gak jelas. Akhirnya kami memutuskan untuk jalan kaki bareng-bareng.

Setelah kami tanya sama penduduk sekitar, kami baru sadar kalo ternyata jarak dari alun-alun kidul ke Malioboro itu jauhnya bikin selangkangan sampe merinding, sekitar 1-2 kilometer... dan malam itu kami jalan kaki selama setengah jam lebih dengan hati ikhlas. Karena kami tahu, beban hidup biksu Tong Sam Chong jauh lebih berat daripada apa yang kami lakukan. Malam itu setidaknya kami bersyukur, tidak ada siluman yang menyerang sepanjang perjalanan.

Selasa, Desember 24, 2013

(Bukan) Wisuda Kita Bersama

Desember 24, 2013
Senin, 23 Desember 2013. Akhirnya gue wisuda dengan elegan...

Prosesi khidmat wisuda gue berjalan dengan meninggalkan kesan sebagai mahasiswa ajaib yang skripsinya bisa selesai pada detik-detik terakhir penutupan untuk pemberkasan wisuda. Banyak temen-temen gue yang enggak percaya dengan pencapaian gue. Bahkan gue sendiri masih sulit mempercayai keajaiban ini. Saat itu, gue memang udah pasrah kalo gue bakalan wisuda bulan April 2014 nanti. Tapi ternyata... Tuhan memberikan kejutan untuk gue di bulan Desember. Sayangnya, gue diwisuda dalam keadaan wajah masing enggak ganteng.



Gue sendiri sadar, gue enggak bakal bisa pake toga di bulan Desember ini tanpa dukungan dan semangat dari mereka yang ada di sekitar gue. Temen-temen seangkatan senasib sepenanggungan, dan temen sesama aktivis yang selalu support gue dengan sentilannya. Dan yang utama support dari pacar dan juga orang tua.



Beberapa paragaraf ini, gue dedikasikan buat mereka yang berjasa besar dalam proses penyelesaian skripsi sampai akhirnya gue bisa diberi keistimewaan wisuda di bulan Desember. Yang pertama, untuk keluarga gue karena doa’nya yang luar biasa. Keajaiban ini terjadi karena do’a dari mereka. Kedua, makasih buat @shasyalalala_ yang tiap hari selalu cerewet ngingetin skripsi. Tanpa kamu... skripsi ini gak pernah selesai. Bahkan mungkin belum jadi apa-apa. Nanti makan-makan ya, PIZZA HUT kalo perlu. Tapi kamu yang bayarin... :p

Untuk temen-temen gue yang luar biasa, @lia_oplow yang udah ngingetin gue biar enggak nelantarin skripsi. Sampai-sampai anak ini yang memfasilitasi segala bentuk daftar pustaka untuk skripsi gue. Bahkan dia yang minjemin gue toga gara-gara insiden topi toga gue yang lemah syahwat.

 @lia_oplow, cewek berisik yang gak bosen ngasih gue wejangan

Terimakasih juga @pandikedogawa yang selalu sabar udah gue repotin masalah itung-itungan data dan juga isi dari skripsi itu sendiri. @AndaraDio temen seperjuangan karena dosen pembimbing kita sama. Orang yang cuma bisa kasih support dan motivasi karena anak ini juga enggak terlalu paham isi skripsi apalagi urusan perhitungan data. @adhy_pitik yang juga enggak bisa apa-apa, dosen pembimbing kita sama tapi judul kita berbeda. Walaupun begitu, kadang dia juga sesekali ngingetin skripsi gue jangan sampe molor. @firdaus_SD dan @Dunovaaan yang sering mem-bully gue karena Desember gue yang gak mungkin saat itu. Tapi gue tau, sebenernya ada motivasi yang terselip dibalik kata-kata mereka yang agak-agak nyakitin.

Mungkin masih banyak temen-temen lain senasib sepenanggungan, seperti temen-temen yang bisa diajak nungguin bimbingan bareng, duduk tak menentu dari pagi sampai siang yang kadang hasilnya nihil. Tanpa kalian... proses bimbingan skripsi gue enggak akan terlalu berkesan.

Dan untuk temen-temen yang enggak bisa gue sebutin satu per satu. Kalian telah masuk dalam sejarah hidup gue...

 Foto atas: bareng temen-temen satu kos
 Foto bawah: bareng mantan presiden BEM (paling kiri)

Sebenernya kalo gue ditanya, gimana rasanya wisuda? Gue sendiri justru ngerasa aneh. Rasanya macem-macem. Di satu sisi gue bahagia karena akhirnya bisa terbebas dari jeratan skripsi dan bisa mendapatkan gelar sarjana pendidikan. Di satu sisi gue sedih karena harus melepaskan status gue sebagai mahasiswa. Ya, selama gue jadi mahasiswa emang lebih banyak memprihatinkannya. Tapi gue justru menikmati saat-saat ngerasain hidup ngenes. Saat-saat gue harus bertahan hidup dengan bungkusan mie instant. Saat-saat gue harus makan sehari sekali dan banyak-banyakin minum air putih.

Gue sadar, setelah hari ini gue akan kehilangan banyak hal indah dalam hidup gue. Gue bakalan kehilangan momen ngakak-ngakak sampe malem bareng temen-temen. Kehilangan momen frustasi saat proses skripsi bareng temen, kehilangan momen nongkrong di pinggir jalan, sampai momen menjadi aktivis mahasiswa. Semuanya terasa begitu keren dalam hidup gue dan itu nyesek.

Wisuda gue terasa spesial karena gue wisuda di angkatan ke-48. Dan mungkin beberapa wisudawan yang lolos verifikasi nantinya bisa direkrut untuk jadi girlband yang edukatif dengan nama IKIP48. Enggak kalah sama JKT48 tapi... bo’ong. Oh iya, jangan tanya sama gue apa maksud dari girlband edukatif. Gue juga cuma asal ngomong.

Wisuda gue juga bener-bener spesial. Angkatan ke-48 adalah wisudawan pertama yang berhak menggunakan gedung yang dinamakan “Balairung” untuk prosesi wisuda! Setelah berminggu-minggu dihantui kecemasan kalo gue dan temen-temen bakal diwisuda di dalam bangunan yang separuh jadi. Ternyata tepat sehari sebelumnya, pembangunan gedung udah terlihat memuaskan. Gue justru takjub saat ngeliat ruangan di dalemnya. Sumpah! Gede banget! Elegan! Sadis, Gan!



Gue juga menjadi angkatan terakhir yang diwisuda di kampus gue. Karena tahun 2014, kampus gue bakalan berganti nama dari IKIP PGRI Semarang menjadi Universitas Pendidikan PGRI. Lah... ini gimana kalo ntar gue mau legalisir ijazah? Stempelnya jadi beda. Ah, masa bodoh.. yang penting saat ini gue udah wisuda.

Perjuangan skripsi gue yang serba kepepet terbayar lunas dengan toga yang telah melekat di tubuh gue. Ada kebanggan ketika tali toga gue yang ada di kiri dipindahkan ke kanan oleh Rektor kampus gue. Gue sangat menikmati hari Senin kemarin. Bisa poto pake toga bareng keluarga, bisa poto pake toga bareng temen-temen, dan bisa poto pake toga bareng... ehm, pacar. Buat wisudawan yang jomblo, fasilitas yang terakhir sih kayaknya enggak bisa dinikmatin. 

Dibalik kebahagiaan yang gue rasakan. Ada hal yang bikin nyesek karena gue wisuda di atas penderitaan temen-temen mahasiswa tingkat akhir lainnya. Beberapa diantaranya adalah temen-temen gue. Gue sangat menyayangkan ketika gue enggak bisa pake toga bareng mereka. Enggak bisa ngerasain momen bahagia yang seharusnya bisa jadi acara perpisahan yang sempurna dengan toga yang sama dan dihari yang sama.

temen-temen yang udah wisuda duluan dan... yang belum wisuda

Yah.. bagaimanapun hidup adalah pilihan. Mereka lebih memilih bersantai ketika teman-teman lain sibuk berjuang melawan skripsi. Tapi, gue harap... mereka segera sadar dengan lawan terakhir mereka. SKRIPSI. Dan semoga mereka bisa menaklukannya secapatnya. Kalo gue enggak bisa pake toga bareng mereka hari Senin kemarin. Setidaknya gue bisa dateng disaat mereka nanti wisuda.




Inilah... wajah-wajah yang masih belum berhasil menaklukkan skripsi. Gue harap mereka segera nyusul gue. bareng-bareng berempat!!!




Gue kembali larut dalam kebahagiaan momen wisuda. Momen yang meresmikan gelar sarjana pendidikan untuk gue sekaligus momen yang meresmikan gelar mahasiswa gue udah berakhir. Perjuangan untuk hidup yang sesungguhnya udah menunggu gue. Biarlah... yang jelas gue akan sangat-sangat merindukan masa-masa mahasiswa gue.





                                                23 Desember 2013.



                                                Edotz, Bukan (lagi) mahasiswa gagal gaul

About Us

DiaryTeacher Keder

Blog personal Edot Herjunot yang menceritakan keresahannya sebagai guru SD. Mulai dari cerita ajaib, absurd sampai yang biasa-biasa saja. Sesekali juga suka nulis hal yang nggak penting.




Random

randomposts