Memang, Jangan Sok Jagoan Nolongin Orang di Jalan
Edot Herjunot
September 07, 2019
Malam itu, saya lagi tenang naik
motor kecepatan rendah dengan tangan kiri megangin HP sambil sesekali ngeliatin
layar HP. Itu saya lakukan bukan karena lagi kesasar di jalan lalu ngeliatin
Google Maps sebagai penunjuk jalan, bukan. Malam itu, saya sesekali ngeliatin
HP di tangan kiri karena saya lagi asyik main game Pokemon Go.
Sambil jalan pelan, siapa tahu
malam itu saya bisa nemu Pokemon yang bisa saya tangkap buat saya transfer
dijadiin candy biar pokemon saya bisa
segera di-evolve. Ya, syukur-syukur
malam itu saya bisa nemu pokemon yang belum pernah saya dapetin.
Pas lagi fokus ngeliatin HP,
tiba-tiba beberapa meter di depan saya ada suara kenceng banget. BRAK! SRAAAAK!
Reflek, saya langsung ngeliat ke depan, saya ngeliat ada polisi naik motor
goyang-goyang ngeluarin percikan api terus gas kenceng banget.
Saya yang penasaran, lalu segera
naruh HP di kolong motor depan lalu melaju sedikit lebih kencang. Dugaan saya
ternyata benar, setelah melewati mobil yang terparkir di pinggir jalan, saya
melihat ada anak cowok dan cewek terkapar di pinggir jalan.
Otomatis, saya langsung berhenti,
bantuin berdiriin motor karena Si Cowok udah gercep bangun sendri terus saya nanya, “Kenapa, Mas?”
Cowok itu panik banget, sambil
mencoba bangunin ceweknya, dia bilang, “Nggak tahu ini Mas, tahu-tahu saya tadi
ditendang motornya sama polisi tadi. Polisinya langsung kabur. Mas, Mas
tolongin pacar saya, Mas...”
Cowok cewek ini kelihatan seperti
pasangan alay yang kalau mau jalan minjem motor bapaknya terus minta uang saku
sama orangtuanya buat pacaran. Malam itu, saya mengira dua anak ini masih SMP
karena penampilannya yang keliatan masih alay banget.
Mereka berdua nggak pakai helm, yang cowok kaos kedodoran, naik
motor malem-malem di jalan raya tanpa takut disetop sama polisi, pemberani
banget.
“Masnya keadaaannya gimana?
Serius ini tadi ditendang sama polisi tadi?”
“Tangan saya luka, Mas. Tolongin
pacar saya ini, Mas! Yaaank... yaaannk, sadar yaaank.”
Cowok tadi semakin panik ngeliat
ceweknya mulai limbung seperti hampir pingsan sambil megangin kepalanya. Beberapa
orang mulai mendekat dan mulai kepo sama cowok cewek ini, ga ada niat buat
nolongin. Cuma bisa ngeliatin sambil tanya-tanya. Ya, memang cuma di Indonesia
kalau ada kecelakaan di jalan malah jadi seperti tempat wisata yang menarik
buat dikunjungi.
Untung ada Mbak-Mbak yang lagi
nongkrong di lesehan kopi pinggir jalan nawarin buat nganterin cewek yang jatuh
ke rumah sakit terdekat naik mobilnya. Sementara si cowok masih saja meracau
‘yank, yank..’ mulu karena panik ngeliat si cewek udah bener-bener butuh
pertolongan banget.
Saya ngeliat kondisi motornya
memang cukup parah. Body depan pecah, kepala motor atas juga pecah. Saya yang
mendengar cerita ada polisi nendang pengendara terus kabur jadi mulai tersulut
emosi.
Berbekal pemahaman akan kejadian
di lokasi, saya pun memberanikan diri buat memposting kejadian ini di grup
Facebook kota saya. Sebelumnya saya sempat mikir-mikir khawatir bakal jadi pencemaran
nama baik terhadap aparat. Tapi karena saya ngeliat dengan mata kepala sendiri,
akhirnya saya beranikan diri memposting kejadian ini.
Seperti yang saya duga, postingan
saya langsung viral dan banyak banget dikomentarin sama netizen. Dari viralnya
postingan itu, saya berharap kalau oknum polisi yang nabrak lari semalem bisa
jadi perhatian dan akhirnya diproses sama propam. Polisi yang ngurusin polisi
bermasalah.
Paginya, waktu saya lagi
siap-siap berangkat ngajar, tiba-tiba ada panggilan WA baru dari nomor tidak
dikenal. Saya sudah curiga jangan-jangan ini telfon dari anggota polisi. Begitu
saya telfon balik, ternyata bener!
Dalam hati saya, “Nah kan! Kena
deh saya saya urusan sama polisi."
Ya.. jujur aaja saya paling males
kalau harus urusan sama polisi. Entah sebagai saksi atau amit-amit jadi
buronan. Berhubung malam itu saya yang liat kejadiannya, maka saya
ditanya-tanya sama polisi tersebut kronologinya. Saya jawab sesuai apa yang saya
lihat, dan polisi itu ngucapin makasih untuk informasinya.
Setelah saya menutup telepon, saya
nggak yakin kalau persoalan ini akan selesai semudah saya menutup telepon tadi.
Saya juga sempet takjub sama polisi yang tahu-tahu udah ngehubungin saya, tahu
dari mana coba nomor HP saya?
Siangnya, saya dapat WA lagi,
dari polisi lain. Seorang propam yang menanyakan kesediaan saya untuk bisa
ketemu ngobrolin kejadian semalem. Polisi ini nawarin saya untuk ketemu di luar
atau di ruangannya. Karena polisi ini bahasanya baik dan saya juga merasa nggak
bersalah. Akhirnya saya memilih untuk ketemu di ruangannya saja.
Selesai sholat Jum’at, saya
langsung tancap motor ke Polres, sendirian buat nemuin bapak polisi dari propam
ini. Kali ini nggak sambil main Pokemon Go.
Saya sudah sampai di ruangan
ukuran sekitar 2x3 meter. Nggak tahu sih, tepatnya berapa. Setelah berbasa-basi,
saya mulai ditanya kronologi kejadiannya. Polisi ini mencatat apa yang saya
sampaikan, ada sekitar sepuluh pertanyaan yang diajukan terkait kejadian
semalam.
Saya nggak merasa terintimidasi
karena polisinya santai, bahkan polisi di sebelahnya justru mendukung apa yang
sudah saya lakukan dengan memposting kejadian semalam, ya.. anggap aja itu juga
sebagai kontrol dari masyarakat terhadap aparat, yang tentu saja tindakannya
tidak bisa dibenarkan, menabrak orang terus kabur dengan menggunakan seragam
dinas dan motor dinas pula.
Saya juga dikasih tahu kalau
oknum polisi yang semalam menabrak itu sudah ketemu. Pihak Propam setelah
mengetahui postingan saya di Facebook, langsung ngecek jadwal piket polisi dan
lokasinya. Pak Propamnya juga menyampaikan kalau yang bersangkutan tadi pagi
sudah disemprot sama komandannya karena perbuatannya itu. Lalu, Pak Propam itu
berniat mempertemukan saya dengan polisi semalem sekaligus korbannya.
Singkat cerita, polisi yang
diduga nabrak lari itu datang ke ruangan dengan seragam dinasnya. Kami
bersalaman, lalu berbasa-basi sebentar sambil tunggu korban buat dateng. Jadi,
nanti kami akan dipertemukan dengan korban biar ceritanya jelas. Berhubung saya nggak bisa
tunggu sampai jam 3 karena harus ngelesin di rumah, akhirnya saya pulang ke
rumah sambil disuruh bikin postingan klarifikasi kejadian semalem bahwa
polisinya yang nabrak sudah bertanggungjawab dengan meminta temannya yang
sesama rekan kepolisian buat menyusul dan membayar biaya pengobatan dua remaja
alay tadi.
Ternyata, menjelang maghrib saya
dapat telepon lagi kalau korban sudah datang dan saya diminta buat datang lagi.
Biar persoalan lebih jelas, katanya.
Saya dateng ke ruangan tadi
sekitar pukul enam lebih setelah sholat maghrib di rumah. Saya dipertemukan
sama korban, oknum polisinya dan dua polisi lain yang sepertinya sengaja untuk
menyimak percakapan ini.
Begitu korban dikasih kesempatan
buat ngomong, korban langsung nyerocos, “Anda itu salah, Mas.. kenapa harus
posting-posting di Facebook segala. Saya nggak mau bikin rame. Harusnya nggak
usah sampe posting segala. Udahlah, yang jelek-jelek ditutup saja. Saya kan
nggak minta diposting di Facebook segala.”
Saya begitu denger hal barusan
langsung jadi ngegas, “Loh... kok malah jadi saya yang disalahin. Malah
kesannya saya yang bikin rusuh. Masnya nggak ingat semalem gimana? Masnya
jatuh, polisinya kabur. Masnya sendiri yang bilang ditabrak polisi terus
polisinya kabur! Kenapa malah jadi pasrah? Lagian ya, apa yang tak posting itu
saya bawa nama Masnya? Saya foto wajah masnya? Enggak kan? Saya cuma menyoroti
tindakan oknum polisi yang habis nabrak orang malah kabur bukannya nolongin?!
Paham nggak?!”
“Iya, Mas, paham.. tapi saya kan itu nggak mau bikin rame,
masalahnya sudah selesai. Polisinya sudah tanggung jawab ke rumah sakit.”
“Mas.. yang bilang semalem lagi
naik motor terus tahu-tahu ditendang sama polisi siapa? Masnya sendiri kan?
Saya kan cuma ngomong sesuai apa yang diomongin korban.”
“Semalem saya kan habis jatuh
Mas, saya nggak fokus. Jadi asal njawab saja. Saya takut pacar saya
kenapa-kenapa.”
Perdebatan itu lalu ditengahi
oleh Pak Propam yang memanggil saya.
Saya debat sama korban karena
ternyata kronologi kejadiannya berubah. Sebelumnya korban bilang ditendang sama
polisi. Setelah semalam polisi datang membiayai pengobatan korban, kronologinya jadi berubah seperti ini...
Jadi, Si Cowok lagi naik motor sama pacarnya
nggak pakai helm. Si Cowok ini telepon-teleponan sambil nyetir motor. Lalu,
datang polisi yang baru pulang dari jaga pos jejerin motor korban sambil tanya,
“Helm kamu mana?!”
Si Cowok yang kaget langsung ngegas
motornya ke pinggiran jalan dan jatuh. Polisi tadi buru-buru pergi karena
kakinya malah ketabrak motor Si Cowok. Polisi ini pergi karena kakinya sakit banget,
jadi Polisi ini berhenti di pos satpam pinggir jalan telfon teman sesama polisi buat mengurusi korban yang jatuh tadi.
Lalu, temennya polisi ini katanya
pas sampai di TKP sudah sepi, lalu dia berkeliling ke beberapa RS buat cari korban. Begitu ketemu, segala biaya pengobatan ditanggung sama polisi ini.
Salah satu dari dua polisi yang
datang di ruangan sore itu, sebut saja Pak A mengatakan kalau kesaksian saya
yang melihat oknum polisi pakai motor dinas dibantah, karena oknum yang
menabrak itu nggak punya motor dinas. Justru Pak A jadi disudutkan dan harus
menanggung sanksi sosial karena dikiranya Pak A ini yang semalem nabrak lari
orang.
Saya yang merasa yakin semalam
melihat polisi pakai motor dinas jadi ragu dengan kesaksian Pak A barusan.
Intinya, untuk memulihkan kesalahmpahaman ini saya diminta bikin postingan
klarifikasi lagi di grup Facebook tempat saya membuat postingan kecelakaan
semalam.
Dengan kronologi yang berubah
seperti ini, akhirnya jadi saya yang justru disudutkan. Pertama, kejadiannya
bukan ditendang polisi tapi korban jatuh sendiri karena kelalaian sendiri.
Kedua, kesaksian saya salah karena motor yang dipakai polisi bukan motor dinas
tapi motor pribadi.
Dua hal ini, sukses membuat saya
jadi diserang sama netizen. Karena masih geregetan, saya tetap balesin semua
komen netizen sebagai pembelaan karena tetap saja saya ngerasa nggak salah. Untungnya
beberapa masih ada yang bisa berpikir rasional yaitu apapun yang terjadi, kenapa
polisi semalem yang bersenggolan itu harus kabur? Kalau anaknya itu jatuh
sendiri, kenapa malah polisinya yang bayarin biaya rumah sakit?
Lagian masa iya sih, gara-gara
kaki sakit polisi ini justru ninggalin korban kecelakaan di pinggir jalan. Ada
juga yang bilang, kalau begitu misal pas kejadian korbannya ditinggalin
kondisinya kritis bagaimana?
Ya... pada akhirnya netizen bebas
berargumen semaunya. Hanya saja yang saya sayangkan adalah, okelah... kejadian kecelakaan
itu bisa saya klarifikasi lewat Facebook dengan versinya mereka sendiri. Tapi
bagaimana dengan orang-orang yang pada saat kejadian berhenti di TKP, mendengar
cerita kalau korban ditendang polisi dan polisinya kabur? Orang-orang ini tentu
saja akan pulang ke rumah dengan membawa versi yang mereka tahu di TKP dan mereka
akan cerita ke orang sekitar dengan versi yang mereka lihat sendiri.
Saya lebih ke ‘terserah sih’ di
kantor polisi sore itu karena oknum polisi sama korban tersebut udah nggak ada
masalah. Walaupun rasanya masih mengganjal karena justru saya yang jadi
tersudut, tapi yaudah... Saya ngotot juga percuma karena korban sama polisinya udah baik-baik aja.
Satu pelajaran berharga paling penting yang saya dapatkan waktu itu adalah, “Nggak usah sok-pahlawan nolongin korban
kecelakaan di jalan. Karena bisa jadi orang yang kita nolongin justru malah
nyalahin kita sendiri.”