Sabtu, Juni 09, 2018

Sudah Saatnya

Juni 09, 2018

Ada banyak sekali hal yang udah gue rasakan setelah memutuskan untuk menjadi seorang blogger. Dulu, sekitar lima tahun yang lalu. Gue memutuskan untuk membuat blog setelah ‘ikut kena virus Raditya Dika’. Nggak cuma virus bikin blog saja, tapi juga virus ikutan nulis komedi berharap sama lucunya seperti Raditya Dika. Pada waktu itu, Radit memang bisa dibilang sebagai Blogger Sejuta Umat.

Gue merasakan sekali betapa alaynya gue waktu itu. Bagaimana gue ikut memutuskan menggunakan ‘gue’ biar tampak gaul seperti Radit, juga ‘mendandani’ blog setiap hari dengan widget-widget alay dan gonta-ganti tampilan agar blog tampak menarik yang sebenernya hampir nggak ada yang ngunjungin kecuali gue sendiri.

Kalau membaca tulisan-tulisan gue di awal ngeblog, rasanya memang menyedihkan bahkan bisa bikin ingin muntah. Tanda baca berantakan, penulisan huruf kapital nggak jelas, dan yang paling sedih adalah garingnya nggak terselamatkan. Ya, itu dulu dan entah kenapa gue pede banget waktu itu.

Walaupun tulisan gue garing dan memalukan. Gue sadar kalau itu adalah proses yang harus gue jalani untuk bisa menjadi blogger seperti yang sekarang ini. Setiap hari tanpa sadar gue belajar dengan mengamati tulisan teman-teman blogger, mengamati tampilan blog teman-teman blogger dan mengamati komentar di blog dari teman-teman yang terus bikin semangat ngeblog.

Awal gue ngeblog kalau nggak salah di awal semester empat kuliah. Waktu kalimat ‘ini ceritaku, mana ceritamu?’ dan ‘catatan bla bla bla’ masih laris banget dijadiin tagline di blog. Gue juga salah satu yang ikutan dengan bikin tagline, ‘Catatan Gak Mutu’ karena waktu itu gue mikirnya, ya... emang tulisan gue nggak mutu. Gue mencoba menulis kelucuan-kelucuan yang terjadi di sekitar gue sebagai seorang mahasiswa guru SD. Gue pun membranding diri sebagai ‘Mahasiswa Gagal Gaul’.

Dulu, gue bisa berjam-jam di depan laptop untuk sekedar menulis postingan di blog. Sampai-sampai gue juga pernah berjam-jam masuk ruang dosen gara-gara tulisan gue di blog yang ngomongin salah satu dosen dan dosen tersebut membacanya. Semua itu harus berakhir dengan gue tandatangan di atas materai dan mesti publikasin tulisan permintaan maaf di blog.

Berkat ngeblog, gue jadi kenal banyak teman blogger dari berbagai daerah. Bahkan beberapa kali gue pernah ikutan kopdar sampai ke Jakarta. Jujur ini prestasi buat gue yang sebelumya hampir nggak pernah ikut komunitas sama sekali. Berkat ngeblog, gue juga punya komunitas yang dulu begitu solid dan berenergi. Berkat ngeblog, gue bisa mewujudkan cita-cita gue untuk jadi seorang penulis. Itu adalah alasan kenapa gue harus tetap ngeblog sampai sekarang dan seterusnya. Blog sudah membuat gue mengenal banyak hal baru dan teman baru.

Blog juga sudah membuat banyak hal yang sudah berlalu bisa gue ingat kapan saja karena pernah gue tulis disini.

Dulu gue begitu santai menuliskan apa saja yang gue pikirkan dan tanpa pikir panjang langsung publikasikan. Sekarang, untuk mempublikasikan satu postingan saja, gue perlu banyak pertimbangan. Bahkan mesti beberapa kali baca ulang untuk meminimalkan typo.

Gue akui, dulu gue serampangan banget kalau nulis, merasa bisa ngelucu. Bahkan kalau sekarang baca ulang buku Cancut Marut. Rasanya geli sendiri. Alay banget tulisan gue waktu itu! Dan ternyata, garing. Meskipun alay, gue tetap bersyukur bahwa gue pernah menerbitkan buku berjudul Cancut Marut karena itu adalah cita-cita gue yang jadi kenyataan.

Dulu, menulis sebuah kelucuan adalah hal yang menyenangkan. Sekarang, rasanya gue sudah nggak bisa menulis selucu dulu. Mungkin karena masa-masa konyol seperti itu sudah berlalu dalam hidup gue atau mungkin hidup gue yang berubah jadi terlalu serius.

Kalau dipikir-pikir, mungkin sama juga sih dengan apa yang dialami Raditya Dika. Melihat gaya tulisannya dari buku ke buku. Radit juga mengalami perubahan dalam gaya menulisnya. Dari buku Kambing Jantan yang slenge’an nulisnya kemudian berubah ke Koala Kumal yang jadi tidak benar-benar lucu meskipun tetap asyik dinikmati.

Ngomongin masalah ngeblog, ada banyak hal yang berubah dari dulu sampai sekarang. Sebagian besar teman seperjuangan waktu ngeblog udah pada menghilang. Grup blogger kebanggaan juga semakin sepi. Tapi setidaknya gue salut sama mereka yang masih tetap konsisten ngeblog dan sudah menemukan brandingnya sendiri.

Gue sendiri sekarang udah jadi guru SD yang alakadarnya. Masa-masa alay gue sudah jauh berlalu. Sekarang, gue merasa sudah nggak pantes lagi pakai ‘gue-gue’ buat bahasa ngeblog. Kesannya nggak pas aja kalau jadi guru, terus sok-sokan gue-gue-an segala. Masa iya gue ketemu orangtua siswa, beliau tanya keadaan anaknya, gue bilangnya, “Maaf ini bu, gue belum balik ke kelas, nanti gue tanyakan ke guru mapel dulu bagaimana keadaan anak ibu, ya?”

Belum lagi kalau ada orangtua siswa atau teman sehari-hari yang baca blog ini dan ngeliat ada banyak ‘gue’ disini. Nggak pas banget.

Jadi ini adalah postingan terakhir gue pakai kata ‘gue’. Selanjutnya, gue lebih merasa nyaman untuk menjadi diri sendiri dengan menyebut ‘saya’, seperti beberapa teman blogger yang sudah duluan hijrah dari ‘gue’ ke ‘saya’. Sudah saatnya untuk menjadi diri sendiri. Bukan berarti gue akan berhenti menulis hal-hal lucu. Gue masih akan berusaha menulis komedi yang tentu saja beda dengan tulisan komedi gue yang dulu. Bedanya,  kalau dulu dengan 'gue',  sekarang dengan 'saya'. 

Mungkin awalnya akan menjadi sangat tidak pas karena kebiasaan ‘gue’ yang sebelumnya. Tapi yang namanya hidup selalu ada yang berubah. Perubahan dari gue ke saya adalah salah satunya.

Sabtu, Juni 02, 2018

Ketika Teman Lama Nawarin Bisnis Pulsa

Juni 02, 2018
Dikabarin teman lama yang jadi TNI AL dan sedang dinas di Nunukan. Kisah bisnis pulsa penuh iming-iming pun dimulai.

Jadi, ceritanya gue dapat sms dari nomor baru yang tanya kabar bagaimana keadaan kota Pemalang dan bilang gue sombong banget. Waktu itu gue memang nggak sempat balas dan sms itu gue abaikan begitu saja. Beberapa hari kemudian, gue baru ingat kalau teman gue sms dan gue balesin sms-nya biar nggak dikira sombong beneran.

Gue sendiri nggak tahu itu nomor siapa, tapi gue menduga ini nomor teman gue waktu SMA yang namanya Setiawan. Setelah tanya-tanya kabar, gue jadi tahu kalau dia sekarang lagi dinas di Nunukan, Kalimantan Utara. Sebagai seorang anggota TNI Angkatan Laut, gue santai saja denger dia lagi kerja jaga wilayah perbatasan.

Nggak berapa lama sms-an, dia telfon gue. Cerita kalau dia sekarang jadi penanggungjawab jatah pulsa buat komandan-komandannya di pangkalan sana. Cuma masalahnya, harga pulsa di sana mahal banget. Untuk pulsa seratus ribu, harganya sampai seratus tujuh puluh lima ribu rupiah. Gue sempet shock! Gila! Mahal banget harga pulsa di luar Jawa sana. Lalu, gue pun terlibat obrolan panjang.

“Itu beneran Set, harga pulsa di sana sampai segitu?”

“Iya bener, disini aja transaksi pembayarannya sudah pakai ringgit, mata uang Malaysia. Makanya serba mahal. Jadi gini, aku mau minta tolong sama kamu.”

“Minta tolong apaan memang, Set?”

“Di tempat kamu ada konter yang bisa deposit pulsa nggak? Kalau ada, aku mau minta tolong depositin pulsa yang harganya terjangkau. Aku berani deh per seratus ribu harganya seratus empat puluh ribu. Sukur-sukur kalau aku bisa transaksi lewat kamu, jadi keuntungan kita bagi dua. Sehari disini transaksi bisa empat puluh sampai enam puluh kali lho, lumayan.”

Gue tergiur juga ngeliat peluang bisnis di depan mata yang menggiurkan banget. Kalau satu kali transaksi keuntungannya empat puluh ribu kalikan empat puluh saja, per hari sudah dapet satu juta enam ratus ribu rupiah. Itu satu hari lho.

Gue semakin tertarik sama apa yang dibicarakan Setiawan. Lalu dia menambahkan, jadi gini.. buat ngecek harga aku coba kirimin dua nomor dulu, nanti kamu isiin seratus ribuan dulu sekalian buat cek harga, itu buat laporan aku ke komandan, kalau cocok langsung aku transfer tujuh ratus ribu buat beli saldo lagi, paham kan maksudku?”

“Oke, oke ... paham deh Set. Nanti kabarin aja nomornya ya. Oh iya, kenapa nggak pakai WA saja biar praktis ngobrolnya?”

“Ya tahu sendirilah, di daerah perbatasan gini, sinyal susah, kuota juga mahal. Habis ini aku kirimin nomor komandanku, nanti diisin dulu ya, kalau udah masuk kabarin saja. Nanti tak buat laporan ke komandan sekalian jalan terus transfer ke rekeningmu.”

Setelah itu, Setiawan sms mengirimkan dua nomor komandannya. Gue coba ngecek nomor itu di aplikasi Bukalapak dan ternyata harganya sama. Wah... kesempatan ini buat bisnis. Tapi dipikir-pikir, kalau gue kirimin pulsa duluan terus nantinya Setiawan nggak transfer uang bagaimana?

Gue pun cerita sama istri masalah temen yang ngajak bisnis pulsa ini. Istri langsung bilang “Jangan mau Pah, itu penipuan. Masku dulu juga pernah kayak begitu pas habis dinas dari Papua. Sudah dikirimin pulsa, nggak transfer balik.” Kebetulan kakaknya istri juga anggota TNI Angkatan Darat. Hal seperti ini pernah dialamin juga.

Beberapa menit kemudian, Setiawan telepon lagi untuk memastikan apakah gue sudah beliin pulsanya dulu apa belum. Nggak mau kecolongan, gue bilang ke Setiawan, “Transfer aja dulu deh.. nanti langsung tak isiin pulsa. Nggak usah khawatir.”

“Loh, gini loh... kamu paham nggak? Itu kirim dulu, buat laporan ke komandanku kalau pulsanya sudah masuk. Nanti aku sekalian jalan ke ATM transfer ke rekeningmu tujuh juta. Lumayan loh ini.”

“Oh gitu ya, bentar ya...” Gue yang mulai curiga, nutup telepon dulu buat berpikir jernih dan browsing di google untuk kasus seperti ini.

Ada beberapa kecurigaan gue, yang pertama.. kalau bisnis ini begitu menggiurkan, logikanya dia mending menyerahkan bisnis ini ke keluarganya aja. Kedua, suara Setiawan kayaknya beda sama yang dulu, ini nggak ada ngapak ala Pemalang-Pemalangnya. Ketiga, kalau memang ngajakin bisnis pulsa kenapa dia minta dikirimin pulsa duluan? Kan harusnya kalau serius transfer, dibeliin, sudah. Keempat, untuk membuat gue tergiur, dia menjanjikan akan mentransfer tujuh juta ke rekening. Disini gue sudah mulai tidak percaya.

Setiawan sms lagi, lagi dan lagi mencoba meyakinkan ke gue kalau ini bisnis yang amanah karena jabatannya adalah taruhannya. Karena males juga nanggepin hal begituan akhirnya gue abaikan saja udah sms-sms selanjutnya dari (orang yang ngakunya) Setiawan.

Setiawan bisa begitu sok akrab sama gue, mungkin karena dari awal gue sudah membantu dia menemukan ‘profesinya’. Gue tanpa basa-basi langsung tanya kalau dia sekarang dinas di mana?

Mungkin kalau gue nggak tanya begitu, dia akan mencoba menjadi teman gue dengan profesi lainnya yang masuk akal buat dipakai.

Setelah gue browisng-browsing dengan kata kunci : penipuan pulsa mengaku teman lama, ternyata modus penipuan seperti ini udah lama, dan sudah ada korbannya juga pas gue ngecek di https://www.crimecyber.net/4308/penipuan-pulsa-minta-diisi-ke-nomor-telpon.

Salah satu curhatan di web cybercrime



Lebih hebatnya lagi, ada orang yang melaporkan nomor telepon penipunya dan ternyata sama kayak nomor yang sms ke gue, mengaku sebagai Setiawan.

Ini nomor hp yang dipakai penipu: 0813-8279-7774

Untung aja gue kemarin gue nggak terburu-buru tergiur dengan keuntungan yang ajaib itu. Intinya nih ya, kalau ada sesuatu yang datang dengan nomor baru menawarkan keuntungan menggiurkan dalam bentuk apapun itu, gunakan logika aja, dan tentu saja mencari pencerahan ke Google agar tidak menyesal sesaat kemudian.

Selasa, Mei 29, 2018

#NGOMIK : Montage

Mei 29, 2018

Mengingat hobi baca komik gue yang nggak pernah ada ujungnya. Mulai sekarang niatnya gue mau buat rubrik baru di blog. Namanya #NGOMIK, yang artinya Ngomongin Komik. Iya, nggak kreatif banget emang ngasih namanya, tapi ya biar praktis aja sih. Toh ngasih nama unik dan keren juga nggak bikin langsug diangkat jadi PNS.

Rubrik Ngomik ini nantinya nggak melulu nge-review komik dalam arti yang sebenarnya, tapi sekedar ngomongin komik-komik yang udah gue baca. Tujuannya buat apa? Buat sekedar ringkasan cerita aja biar gue nggak bener-bener lupa sama jalan ceritanya suatu saat nanti dan siapa tau tulisan gue bisa jadi referensi buat para pecinta komik yang butuh pencerahan kalau lagi bingung milih komik.

Sebenernya udah banyak banget komik yang gue baca dan memang nggak pernah kepikiran mau dibahas di blog. Mungkin mulai sekarang, satu per satu bakalan gue ungkit lagi biar bisa dibahas di blog ini. Dengan catatan, kalau gue masih semangat buat nulisnya.

Komik pertama yang akan gue tulis di rubrik #NGOMIK ini adalah komik berjudul MONTAGE karya Jun Watanabe yang diterbitkan oleh Level Comics. Nah, karena ini yang nerbitin Level Comics, jadi udah jelas sasaran pembacanya adalah usia remaja sampai dewasa, ya. Pertama, karena di dalam komik ini ada beberapa adegan yang syur. Kedua, jalan ceritanya memang cukup kompleks dan rumit.

Sebelumnya, gue memang sudah beberapa kali melihat judul komik ini bersliweran dalam hidup gue, sempat baca sinopsisnya dan gue cukup tertarik. Tapi mengingat waktu itu komik ini masih belum tamat, gue males buat ngikutin ceritanya. Khawatir kalau nggak tamat-tamat sampai bertahun-tahun lamanya seperti Detektif Conan, One Piece, Fight Ippo! Dan lain-lain.

Pertimbangan selanjutnya adalah karena ini komik baru terbit, sudah pasti harganya tidak akan ramah di kantong. Harga komik baru waktu itu sudah menyentuh angka 22.000 rupiah dan sekarang sudah sekitar 25.000, bahkan lebih mahal. Bayangin kalau jumlah volumenya bisa sampai dua puluh ke atas.

Lalu kenapa gue akhirnya bisa dapat komik Montage ini? Semuanya serba nggak sengaja. Awalnya gue biasa ‘search’ di OLX liat-liat komik sapa tahu ada yang murah dan menggugah selera. Walaupun ya, harus hati-hati kalau liat komik murah di OLX karena biasanya itu penipuan.

Nah.. nggak sengaja gue liat iklan ada yang jual komik Montage ini. Harganya Rp 250.000, begitu gue bandingkan di Bukalapak dan Tokopedia. Ternyata, komik ini harganya masih di angka empat ratus ribuan untuk yang masih segel. Gue juga baru tahu kalau ternyata komik ini udah tamat.

Akhirnya, gue pun memantapkan untuk beli komik ini karena memang gue orang yang tidak pandai menahan diri kalau udah urusan sama komik. Walaupun komik ini second, tapi kondisinya masih bagus banget, jadi kalau ada yang bekas dan harganya terjangkau nggak perlu sampai harus beli yang baru, kan ya?

Pas gue sudah chat pembelinya di OLX, ternyata komik ini uudah mau dibeli sama orang. Tapi yang namanya rejeki emang nggak kemana. Penjualnya ngabarin lagi, kalau orang yang mau beli minta dipending karena mau keluar kota. Komiknya ditawarin ke gue.

Udah gitu, penjual nawarin belanjanya pakai Tokopedia aja kalau mau. Fix, gue yakin ini bukan penipuan. Akhirnya, komik ini pun sampai dengan tenang di hadapan gue.

Sebelum gue bahas sedikit komik Montage ini. Gue kasih sinopsisnya dulu komik ini bercerita tentang apa..

Kasus perampokan terbesar senilai 300 juta Yen yang terjadi pada 10 Desember 1968 yang belum terpecahkan mencapai masa kadaluarsa. Lalu pada tahun 2004, seorang anak laki-laki menemukan seorang polisi tua dalam keadaan sekarat, yang memberitahunya bahwa ayahnya adalah sang pelaku perampokan! Anak tersebut pun tumbuh dewasa dan terlibat dalam pusaran misteri bernilai 300 juta Yen tersebut...
Sesuai sinopsisnya, cerita ini berawal dari seorang anak bernama Yamato dan Miku yang memilih pulang sekolah lewat lorong-lorong sempit di daerah pertokoan, kemudian tanpa sengaja mereka melihat ada orang sekarat dengan keadaan perutnya berdarah.

Karena kaget, mereka berdua pun hendak lari, namun mendadak orang tersebut memanggil mereka yang kebetulan mengenali Yamato. Lalu, dia menyampaikan kalau sebenarnya ayah Yamato adalah pelaku perampokan 300 juta yen! Pesan terakhir yang disampaikan orang itu sebelum meninggal adalah ‘Jangan percaya pada siapa pun!’

Tidak lama kemudian, Ayah Yamato ditemukan tewas di sebuah pantai yang diduga karena kecelakaan saat memancing. Padahal Yamato tahu kalau ayahnya tidak suka memancing. Yamato pun menjadi yatim piatu dan akhirnya dibesarkan oleh orangtua Miku.

Begitu Yamato dan Miku dewasa, suatu hari secara tiba-tiba orangtua Miku menghilang tanpa sebab. Orangtua Miku tak kunjung ditemukan meski sudah dicari kemana-mana. Yamato pun mulai curiga kalau ini ada hubungannya dengan kasus perampokan 300 juta yen, juga dengan kasus meninggalnya Ayah Yamato waktu kecil dulu.

Yamato sepakat bersama Miku untuk mencari orangtua Miku ke Pulau Gunkanjima di tengah laut yang sudah tidak lagi berpenghuni. Mereka pergi dengan menyewa perahu setelah menemukan petunjuk di rumahnya.

Begitu sampai di pulau itu, dan mengikuti petunjuk di kertas yang ditinggalkan Ayah Miku. Tanpa diduga mereka berhasil menemukan uang hasil perampokan kasus 300 juta yen itu. Mereka berniat membawa pulang uang itu untuk diselidiki.

Namun begitu sampai di daratan, mereka bertemu dengan seorang polisi bernama Sekiguchi yang juga mengincar tas itu. Sekiguchi juga dengan sengaja membunuh pemilik perahu dan melimpahkan kesalahannya pada Yamato dan Miku yang membuat mereka menjadi buronan tersangka kasus pembunuhan.

Sejak hari itu Yamato dan Miku hidup sebagai buronan sambil terus berusaha mencari dimana keberadaan orangtua Miku dan mencari kebenaran dari kasus 300 juta yen yang belum terpecahkan.


###

Untuk gue sendiri, komik ini mempunyai jalan cerita yang sangat menarik. Dengan memadukan kisah nyata tentang perampokan 300 juta yen yang memang pernah terjadi di Jepang dilanjut menjadi cerita fiksi. Komik ini mampu membuat gue ingin terus membuka halaman selanjutnya dan selanjutnya.

Hidup sebagai buronan dan terus lari dari kejaran polisi sambil terus berusahan memecahkan misteri yang ada. Komik ini memang benar-benar penuh kejutan dan mengaduk-aduk emosi pembaca. Bahkan bikin gue ikutan jengkel dan geregetan sama tokoh-tokoh di dalamnya. Untuk art dalam komik ini juga bagus dan halus banget.

Komik Montage ini, tentu saja semakin lama ceritanya akan semakin panjang dan meluas. Jadi harus bener-bener cermat bacanya biar paham sama inti ceritanya. Yang jadi masalah buat gue adalah karena gue bacanya secara maraton, langsung beberapa komik dalam sehari, gue malah jadi susah buat menghafal nama-nama tokohnya, hahaha....

Nah.. sekian dulu pembahasan komik Montage di edisi perdana #NGOMIK kali ini. Semoga rubrik ini nggak cuma panas di awal saja dan akhirnya melempem jadi nggak pernah dipeduliin lagi.

Rabu, Mei 23, 2018

Kekuatan Iklan Thailand

Mei 23, 2018
Tahun ini, gue kebagian ngajar anak kelas tiga SD. Udah pasti, cara ngajar gue juga harus menyesuaikan dengan usia mereka. Nggak boleh terlalu galak, nggak boleh terlalu ngondek, juga nggak boleh terlalu sering ngajak berantem kalau anak pada nggak mau diem. Soalnya ini anak kelas tiga SD, bukan anak kelas tiga STM.

Kalau ada anak yang salah jawab pertanyaan nggak usah sampai digigit, kalau ada anak yang nangis gara-gara salah jawab pertanyaan, nggak usah sampai dibaiat masuk ISIS. 

Sebagai guru kelas yang kekinian, gue suka muterin video di kelas untuk menunjang pembelajaran. Walaupun, ya... alasan sebenarnya biar gue nggak terlalu ribet ngejelasin materi dan anak nggak pendarahan otak berusaha memahami apa yang sedang gue sampaikan. 

Pernah waktu itu, gue menjelaskan materi tentang Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbarui tentang minyak bumi. Gue cerita ke anak-anak... 

“Anak-anak, perlu kalian ketahui ya, di dalam tanah itu tersimpan minyak bumi yang bisa diambil manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Minyak bumi itu letaknya jauuuuh sekali di bawah tanah. Tapi....”

“Pak, jauhnya seberapa? Cara ngambilnya gimana, Pak?”

“Pak kalau misal Pak Petani lagi mencangkul terus tahu-tahu keluar minyak bumi bagaimana Pak, sawahnya penuh sama minyak dong, Pak?”

Belum selesai ngejelasin, anak-anak sudah bertanya yang sepertinya mengganggu pikiran mereka. Gue hanya menatap mereka satu per satu dengan senyum yang tulus. Tapi mereka sudah mengkerut menyembunyikan wajahnya dalam semak-semak.

Tadinya gue mau jelasin, “Bisa nggak, kalian nggak usah kepo cuma sama urusan yang namanya minyak bumi? Masih banyak hal penting yang harus kalian lakukan selain ngurusin minyak bumi. Lebih baik kalian ngurusin akhlak kalian, sholat kalian, perbanyak sedekah biar bisa selamat dunia akhirat!”

Gue segera istighfar dan mengurungkan niat dengan apa yang mau gue sampaikan barusan.

Nikmatnya jadi guru kelas tiga itu memang harus sabar menghadapi pertanyaan-pertanyaan unik dari mereka. Baru saja gue mau jelasin, “Tapi.. nggak semua tempat di bwah tanah ada minyak buminya.”

Anak-anak sudah pada motong penjelasan duluan.

Akhirnya, biar enggak bingung. Gue memutuskan untuk memperlihatkan video tentang apa itu minyak bumi, bagaimana cara mengambilnya, hasil pengolahannya dan pemanfaatannya.

Sebenernya cara ngajar gue di kelas nggak cuma ngasih liat video tentang minyak bumi abis itu udah, enggak... 

Biasanya setelah materi yang gue sampaikan beres dan gue sudah melaksanakan ulangan harian. Gue mencoba mengajak anak untuk santai dengan muterin video-video yang nggak berhubungan sama pembelajaran.

Dimulai dari muterin video lagu wajib nasional dan nyanyi bareng lalu ngajak anak-anak buat senam dulu di dalam kelas. Dengan ukuran kelas yang tidak terlalu besar, senam yang gue tampilkan palingan Senam Ponsel, Baby Shark dan Senam Jantung. Senam khawatir kalau kepala sekolah melihat anak-anak lagi pada lompat-lompat di kelas dan menganggap gue sedang berbuat dzalim pada anak-anak. 

Selesai senam, gue lanjut nunjukkin video iklan-iklan dari Thailand yang sedih-sedih gitu. Gue penasaran bagaimana reaksi mereka setelah nonton video itu. Kenapa gue iseng muterin video iklan Thailand? Ya, karena iklan Thailand ini kebanyakan bikin baper sekaligus menyimpan pesan yang bagus juga buat anak-anak.

Yang pertama gue puterin adalah video tentang ayah yang sering bohong sama anaknya kalau ayahnya ini orang yang sukses dan hebat. Ayah ini jadi kebanggaan anaknya, tapi ternyata Ayah ini sebenernya berbohong, dia berusaha bekerja mati-matian untuk kebahagiaan anaknya. 


Video selanjutnya, gue puterin video tentang Ayah yang tunawicara. Bagaimana seorang anak yang terus dibully di sekolah karena kekurangan Ayahnya ini. Akibatnya, dia jadi stres dan membenci ayahnya sampai berniat bunuh diri. Tapi, pada akhirnya dia sadar kalau Ayah yang seorang tunawicara ini adalah orang yang paling menyayangi dirinya lebih dari siapapun.


Selanjutnya, video tentang seorang pengemis yang suka tidur di depan toko dan membuat pemilik toko merasa kesal dan terus mengusirnya. Sampai akhirnya, pemilik toko merasa kehilangan karena pengemis ini jadi tidak pernah kelihatan lagi di depan tokonya. Penasaran, akhirnya pemilik toko mengecek CCTV yang ada di depan tokonya dan akhirnya sadar dengan kebaikan si pengemis ini. Sayangnya, itu semua sudah terlambat.


Sebenarnya banyak video iklan Thailand yang gue puterin buat anak-anak, tapi tiga tadi aja yang gue tulis di sini. Selesai muterin satu video, gue tanya videonya bercerita tentang apa? Lalu mengaitkan video itu di kehidupan sebenarnya. Bagaimana kita harus bersikap kepada orang tua, bagaimana menghargai orang lain tanpa melihat dari penampilan dan lain-lain.

Namun sebelum gue selesai jelasin itu semua, gue butuh waktu beberapa saat untuk menormalkan suasana karena ternyata anak-anak di kelas pada nangis. Iya, nangis!!!

Ada yang matanya basah, ada yang ngumpetin mukanya di meja, ada juga yang sampai sesenggukan nangisnya sambil dipuk-pukin teman sebangkunya. Padahal, yang puk-pukin juga ikut nangis. 

Luar biasa sekali kekuatan iklan Thailand ini.

Oleh beberapa anak yang tegar dan nggak nangis sama sekali, gue justru disalah-salahin sama mereka sudah bikin temennya pada nangis. Mereka nggak tahu aja, gue juga udah pengin nangis.

Intinya pesan yang ingin gue sampaikan pada mereka adalah bahwa kita mesti bersyukur masih punya orangtua yang sayang dan sudah baik sama kita. Gue minta ke anak-anak, “Nanti begitu pulang sekolah dan sampai rumah, peluk orang tua kalian dan bisikkan “Aku sayang sama Ayah”, “Aku sayang sama ibu”.

Mereka masih pada diam, mecerna setiap kalimat demi kalimat yang gue sampaikan. Masih sambil menyeka air mata yang belum tuntas.

Lalu...

Beberapa diantara mereka protes.

Karena di rumah, mereka manggilnya bukan Ayah atau Ibu. Ada yang Papah Mamah, ada yang Abi Umi, juga ada yang Ayah Bunda. Ya... terserah kalian saja deh ya ~

About Us

DiaryTeacher Keder

Blog personal Edot Herjunot yang menceritakan keresahannya sebagai guru SD. Mulai dari cerita ajaib, absurd sampai yang biasa-biasa saja. Sesekali juga suka nulis hal yang nggak penting.




Random

randomposts