Postingan yang Agak Menye-Menye
Edot Herjunot
Mei 16, 2014
Sebelum gue memulai lebih jauh untuk bercerita dalam tulisan ini. Ada beberapa hal yang mesti gue sampaikan pada kalian. Yang pertama, gue sebenernya masih bingung buat nentuin judul postingan ini. Yang kedua, tulisan ini mungkin akan terkesan menye-menye. Yang ketiga, tulisan ini mungkin akan terkesan lebih panjang dari biasanya. Yang keempat, mungkin kalian tidak akan terlalu paham dengan nama-nama temen yang gue sebutkan. Yang kelima, dzikir malam perpanjanglah.
Hari Sabtu, 10 Mei yang lalu gue sengaja main ke Semarang setelah sekian lama gue gak berkunjung kesana, ya... padahal sih baru seminggu yang lalu juga gue main. Jadi, tujuan gue ke Semarang selain karena ada urusan yang harus diselesein, gue emang ada janji sama seseorang juga.
Rutinitas gue ke Semarang emang enggak semudah ngajak balikan mantan pakai iming-iming dengan janji beliin pembalut tiap bulan, gue harus mengalami fase lobi-lobi tingkat tinggi yang bikin hati lelah karena gue harus membujuk temen-temen penyiar radio yang berhati lemah lembut untuk rela menggantikan jadwal siaran gue di hari Sabtu. Dan sepertinya di hari Sabtu itu gue yakin kalau pendengar setia radio di kota gue bakalan berpesta pora karena ditinggalin gue, yah... setidaknya telinga mereka bakalan aman, dan mendadak berhenti mengeluarkan nanah dari telinga karena libur ngedengerin suara gue yang cempreng-cempreng hina.
Gue sendiri dateng ke Semarang gak perlu kuatir harus tidur di mana--karena temen-temen seangkatan gue udah ada yang ngajar jadi guru SD di kota Semarang, mereka telah mengontrak sebuah rumah. Hingga akhirnya, takdir menuliskan rumah itu akan sering dimanfaatkan sebagai tempat menginap bagi temen-temen yang kebetulan main ke Semarang. Hal ini berlaku juga untuk temen yang udah enggak ngekos lagi karena hanya tinggal nyelesein skripsinya yang (masih aja) belum kelar.
Temen-temen gue ini temen yang biasa-biasa aja, bernafasnya aja masih pakai hidung, bukan insang. Namanya Adhy (ini cowok yang benci tahu gimbal yang gue ceritain di buku cancut marut), Nova dan Slamet. Mereka bertiga secara brilian telah mengontrak sebuah rumah yang cukup lumayan buat dijadikan tempat persinggahan kalau ada temen yang main ke Semarang.
Kehadiran gue di Semarang kali ini agak berbeda, karena ternyata banyak perubahan yang telah terjadi diantara temen-temen gue. Hari itu banyak cerita yang gue dengar dari mereka.
Saat gue main kemarin, kebetulan juga waktu itu di kontrakan ada temen gue lainnya yang ikutan numpang, Pandik dan Anjang. Sementara itu, Firdaus, telah nikmat hidup di kosnya sendiri dan Ganggo gak bisa hadir, karena pulang kampung setelah ngurusin pemberkasan wisudanya.
Gue dan mereka semua dulunya adalah aktivis mahasiswa. Kami mengawali langkah di dunia aktivis dengan mantap di himpunan mahasiswa jurusan PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) dengan Nova sebagai ketua hima, dan mengakhiri karir organisasi kampus bersama-sama di BEM INSTITUT, ini sama kayak BEM UNIVERSITAS levelnya, dengan Nova sebagai presiden BEM.
Yap.. kami dulu adalah aktivis yang tangguh. Walaupun mungkin, mereka-mereka aja yang tangguh, guenya enggak.
Hari Sabtu kemarin adalah pertemuan kami yang kesekian kalinya dengan keadaan yang berbeda setelah bukan lagi bergelar mahasiswa. Setelah sebelumnya kami sempat mengadakan kemah gaje di daerah Nglimut, Kendal.
Waktu itu memang kebetulan ada libur yang cukup panjang, jadi kami bisa berkumpul di Semarang untuk bernostalgia dan membahas isu politik yang terjadi saat pencoblosan kemarin, “Dulu kita pernah satu partai, tapi sekarang kita telah berbeda partai dengan keyakinan dan pemikiran masing-masing”, itu adalah kalimat yang pernah diucapkan Adhy disela-sela acara kemah waktu itu. Kalau dulu saat jadi mahasiswa kami bangga dengan Partai Semesta Demokrasi yang merupakan singkatan dari PSD, di mana PSD telah menjadi partai besar di kampus yang juga mengantarkan Nova menjadi presiden BEM, sekarang kami tidak lagi sama. Pada pemilu 2014 kali ini kami jadi sering berdiskusi dan berdebat dengan mempertahankan ‘kehebatan’ partai masing-masing. Ada yang pro dengan Gerindra, pro dengan PDI P dan juga ada yang pro dengan golputnya. Gue sendiri malah pro sama Farhat Abbas yang enggak punya partai.
Gaya berdiskusi kami memang santai tapi kadang juga jadi memanas. Gak jarang kami beradu argumen, hingga berdebat cukup sengit. Tapi walau bagaimanapun, pada akhirnya kami pun akan kembali cepat akrab lagi ketika semuanya sudah berakhir.
***
Ketidaksengajaan gue bertemu Anjang yang berasal dari Tegal di Semarang kemarin ternyata telah memberikan cerita tersendiri bagi gue dan mungkin temen-temen lain.
Awalnya pagi itu, dihari Sabtu. Pandik yang juga menumpang tidur di kontrakan Nova dkk., udah berpenampilan rapi dengan mengenakan kemeja putih, celana kain hitam dan sepatu pantovel yang mengkilap. Eits.. Pandik bukan mau praktek ngajar di sekolah yang biasa disebut PPL, Pandik juga bukan mau bimbingan skripsi karena memang Pandik bukan lagi mahasiswa. Hari itu, Pandik mendapat kesempatan untuk tes micro teaching di SD swasta kota Semarang.
Setelah berulang kali gagal dalam melamar pekerjaan dimanapun, Pandik akhirnya mendapat kesempatan emas untuk benar-benar mendapatkan pekerjaan yang diharapkannya, jadi guru yang manusiawi. Sebelumnya Pandik memang telah berkali-kali gagal, Pandik dua kali menghadiri bursa kerja dan memasukkan puluhan lamaran pekerjaan ke berbagai perusahaan. Mulai dari tes wawancara sampai penolakan kerja semuanya pernah Pandik rasakan. Itulah sebabnya sampai bulan Mei berlalu Pandik masih terus sibuk mencari pekerjaan.
Dan hari itu, akhirnya selangkah lagi Pandik akan menjadi guru di SD swasta yang gajinya jauh lebih manusiawi dibandingkan dengan jadi guru SD negeri.
Kemudian, hari itu juga gue mendapat kabar yang lebih membahagiakan lagi. Shasya, cewek gue, juga akhirnya diterima kerja di SD John Wesley Semarang. Iya, nama sekolahnya emang keren banget. Beda kalau namanya jadi SD Johni Iskandar, itu mungkin SD-nya singkatan dari sekolah dangdut. Shasya pun sekarang udah diterima jadi guru dengan gaji yang sangat-sangat lumayan. Gue aja sempet ngiler dengernya.
Siangnya, Anjang membahas persiapan untuk malam minggu, karena rencananya Anjang mau mentraktir makan-makan! Dan tempatnya juga diserahkan kepada kami, gue sendiri jadi penasaran sebenernya ada momen apa kok tiba-tiba Anjang mau nraktir anak-anak dengan tempat yang tidak ditentukan oleh Anjang. Asli, ini bener-bener cara mentraktir yang elegan. Gue salut...
Anjang hanya menjelaskan, “Setiap orang punya jatah keajaiban masing-masing dalam hidupnya, dan kali ini giliran gue. Jadi gue pengin nraktir kalian, semacam acara syukuran gitu.”
“Emang keajaiban lo gimana Njang? Bisnis lo sukses ya? Apa lo habis menang tender sesuatu? Atau jangan-jangan elo baru aja dapet kapal pesiar sehabis ikut MLM lima bulan terakhir?”
Anjang hanya tersenyum, tidak tampak unyu, “Keajaiban ini sama kayak lo dulu, waktu lo hanya butuh satu kali bimbingan skripsi untuk dapet acc dari Prof., sampai-sampai semuanya berteriak gak percaya, dan kali ini giliran gue yang ngerasain kejaiban itu.”
Gue bener-bener penasaran, karena Anjang menyetarakan keajaibannya dengan keajaiban yang gue rasakan waktu masih skripsi dulu.
Dan keajaiban yang Anjang simpan itu akhirnya terungkap saat malamnya, gue, Nova, Adhy dan Anjang makan-makan di daerah Pleburan Undip Semarang.
Diawali dari pembukaan yang disampaikan oleh Adhy mewakili Anjang, “Jadi begini teman-teman.. tujuan Anjang mentraktir kita malam ini, niatnya untuk mengadakan syukuran karena akhirnya teman kita Amaluzon Anjang Taufan telah diterima... jadi... PNS di kota Surabaya.”
DEG! Gue pun terperangah...
Memang masih susah buat percaya. Karena memang euforia CPNS telah berlalu jauh-jauh hari. Dan memang kabar terakhirnya Anjang enggak lolos tes CPNS waktu itu.
Setelah Adhy menjelaskan lebih jauh lagi masalah diterimanya Anjang jadi CPNS, Anjang melanjutkan, “Iya... jadi gini, gue diterima CPNS karena ada 20 orang yang ternyata mengundurkan diri, kemarin gue sempet ditelfon dari BKD, lalu...” Anjang menceritakan bagaimana low responnya dia waktu pertama kali ditelfon karena masih mengira itu adalah tindak penipuan, sampai akhirnya Anjang melihat sendiri namanya tertera di website resmi BKD Surabaya (itu kalau gak salah) kemudian beberapa hari kemudian Anjang segera berangkat ke Surabaya untuk pemberkasan dan mampir ke Semarang untuk malam ini, mentraktir teman-teman makan.
Adhy, Anjang, Edotz, Ganggo, Nova, Pandik, Slamet
Lihatlah dengan seksama, mereka enggak ada yang ganteng, itulah satu-satunya alasan kenapa gue mau berteman sama mereka.
Mungkin hal yang patut disayangkan adalah karena temen-temen lain banyak yang gak bisa hadir karena faktor malam minggu, dan juga ada yang gak di Semarang. Lia Oplow, temen cewek yang biasanya setia ikutan nongkrong juga kebetulan lagi di Purwodadi pulang ke rumahnya.
Malam itu, kami ngomongin banyak hal, tentang jalan hidup yang ajaib dari Anjang. Tentang keyakinannya untuk menikah setelah lebaran nanti disaat pekerjaan saja waktu itu belum jelas. Dan dari kemantapannya itu, Anjang mendapatkan jawaban dari keyakinan hatinya melalui jalannya yang ajaib itu. Udah divonis enggak lolos CPNS, tiba-tiba saja Anjang dapet kabar yang mengejutkan. Keren.. baru satu kali tes CPNS langsung masuk, itu artinya Anjang gak perlu ngerasain pedihnya jadi ‘guru bantu’ yang perbulan gajinya kalah jauh sama karyawan toko, bahkan penjual pulsa keliling sekalipun.
Sambil berebutan ngemil french fries karena mental anak kos yang masih belum sepenuhnya padam. Kami bercerita tentang masa depan, kalau suatu saat nanti kami sudah hidup dengan jalannya masing-masing, sudah memiliki kesibukan sendiri-sendiri. Pastikan minimal setahun sekali ada waktu bagi kami untuk bisa kumpul bareng sekedar bernostalgia dengan ‘kesombongan’ di masa kuliah yang indah.
Ya... beberapa tahun ke depan, gue berharap semuanya akan menjadi seperti yang gue harapkan. Semuanya, gue, pacar dan temen-temen bisa sukses. Walaupun tantangan yang ada di depan sepertinya akan menjadi begitu sulit. Tapi kami harus yakin bisa melewati itu semua, seperti yang telah dicontohkan Anjang.
Setiap orang punya jalan suksesnya masing-masing. Dan tugas kita adalah menemukan jalan sukses itu. Nova, mantan presiden BEM, yang masih setengah-setengah tertarik dengan CPNS, dan mempunyai target 2019 bakalan maju jadi caleg. Adhy, guru SD yang nyasar jadi guru olahraga di SD swasta, berkat skill lain yang dimiliki. Pandik dan Firdaus, yang sepertinya akan menjadi guru SD di sekolah yang sama dengan gaji yang manusiawi. Slamet yang jago bikin PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dengan upah yang wow dan bentar lagi mau lanjut S2. Ganggo yang lebih milih fokus buat bermusik, Lia Oplow yang punya rencana ngelanjutin S2 dan selalu semangat kerja dengan job ngelesinnya yang kadang sampe malem. Mereka udah punya kesibukan masing-masing sambil tetap mencoba peruntungan di CPNS nantinya. Iya, mereka semua adalah temen-temen gue yang keren meskipun tidak terlihat gaul.
Dan gue sendiri semakin yakin bahwa jalan hidup gue ada di menulis. Gue harus membuktikan hal itu agar suatu saat nanti, saat waktunya untuk berkumpul bareng setelah bertahun-tahun kemudian. Gue juga bisa sukses dengan jalan yang gue pilih. Jadi penulis. Entah itu penulis buku atau penulis papan tulis.
Selain usaha yang maksimal, keyakinan juga perlu. Karena kita tidak akan pernah tahu, kapan kita akan menemukan sentuhan keajaiban yang mengubah hidup kita.