Sekilas Grasindo Goes To Jogja
Edot Herjunot
Maret 26, 2014
Beberapa waktu yang lalu gue diajak sama editor gue, Anin, buat ikutan acara Meet & Greet bareng penulis Grasindo lainnya di Jogja. Awalnya gue sempat bingung dan dilema parah karena gue gak tau di mana tempat acaranya, kebodohan ini bisa terjadi karena memang gue adalah cowok yang lemah dalam hal menghafal peta atau bisa dikatakan buta terhadap peta, nyari alamat di perumahan kota gue sendiri aja gue tersesat apalagi ini, Jogja. Bisa-bisa gue malah hilang arah, terus nyasar sampai ke Azerbaijan.
Sebenernya gue tadinya mau ngajakin cewek gue buat nemenin ke Jogja, tapi akhirnya batal karena cewek gue tiba-tiba gak enak badan (cewek gue kayaknya tau kalo gue bakalan nyasar-nyasar). Karena gue gak mungkin ke Jogja sendirian. Maka, gue pun mengajak seonggok lelaki beruntung yang bernama @dadangpratama, sebagai teman dikala tersesat dan hilang arah di Jogja nanti.
Sebagai cowok yang lemah, gue enggak pengen terlalu banyak basa basi untuk menulis sebuah cerita yang terlalu panjang biar terlihat keren atau maskulin. Intinya, gue cuma pengen cerita tentang pengalaman kemarin saat gue ikutan acara Meet & Greet bareng penulis grasindo di Jogja.
Dari kiri: Tafrid, Heri Yudhi, Izza, Mbak Ari, Edotz, Violin
Acara yang diadakan di cafe semesta tanggal 22 Maret kemarin ternyata lumayan rame. Walaupun sesekali mesti bersabar karena hari itu dibarengi dengan acara konvoy partai PDI-P yang simpatisannya sepenuh hati menggeber motor di jalanan dan bikin kuping terasa pedih. Entah apa manfaat dari menggeber motor di jalanan, mungkin mereka berpikir itu keren? Atau mungkin mereka jomblo lalu merasa mendapat kesempatan untuk mengekspresikan takdirnya yang agak-agak nestapa. Yaudah... biarin aja. Toh, lima tahun sekali.
Poto-poto lainnya:
Grasindo sendiri juga gak kalah keren karena mau bagiin goodie bag secara cuma-cuma yang di dalamnya berisi paket dua buku, CD, serta voucher dari gramediana.com. Coba kalo di dalemnya juga ada voucher naik haji, gue pasti lebih milih jadi peserta, siapa tau aja nanti gue bisa satu pesawat sama Haji Sulam. Itu kan keren, gue mau ajakin foto bareng.
Sore itu ada sekitar enam penulis grasindo yang dateng di Cafe Semesta. Diantaranya, Tafrid, Violin, Mas Yudhi, Izza, gue dan Mbak Ari.
Keenam penulis ini bercerita tentang suka duka proses menerbitkan buku mereka, jadi... ijinkan gue menulis seadanya untuk berbagi inspirasi buat kalian yang enggak bisa dateng di acara Grasindo goes to Jogja kemarin. Dimulai dari....
Izza, dengan novelnya yang berjudul PHOBIA. Novel yang sekarang dilabeli best seller oleh Grasindo ternyata memiliki perjalanan yang panjang dan terjal sebelum berhasil dibukukan. Siapa yang menyangka kalo sebelumnya perjuangan untuk menerbitkan novel ini begitu berat. Izza, katanya sempat ditolak beberapa kali oleh penerbit, bahkan pernah salah satu penerbit yang entah apa namanya mengatakan bahwa novel Izza itu novel gaje, ceritanya gak jelas banget. Bahkan yang nerima naskahnya waktu itu mengatakan kalo dia bahkan gak pernah berniat membaca naskahnya sampai akhir. Bisa dibayangkan gimana nyeseknya dibilang begitu? Untungnya... semangat Izza enggak gampang padam kayak PLN. Izza membaca ulang lagi naskahnya, mengeditnya, berkali-kali sampai akhirnya dengan mantap mengikutkan novelnya untuk PSA (Publisher Search Author) dan sekarang novelnya justru best seller.
Kemudian ada Tafrid, Penulis Dear Gita. Siapa yang menyangka kalo novelnya yang berjudul agak-agak so sweet itu ternyata merupakan kisah pribadinya? Tentang betapa sakitnya Tafrid kepada seorang wanita yang membuatnya merasakan kesedihan yang dalam dan rasa perih itulah yang dia tuliskan dalam sebuah tulisan, kenapa harus dalam bentuk tulisan? Karena konon katanya Tafrid tidak pandai menyanyi, tidak pandai menabung serta tidak pandai menyusui.. maka dari itu Tafrid memilih untuk menuangkan segala kegalauannya ke dalam sebuah tulisan.
Sampai akhirnya dari kegalauannya akan seorang wanita, Tafrid bisa menuangkan semuanya ke dalam sebuah buku. Dan sekarang dia tidak peduli (walaupun mungkin dalam hati Tafrid menangis) sosok ‘Gita’ yang ada dalam novelnya, akan membaca bukunya atau tidak. Karena bagi dia, balas dendamnya telah usai. Berangkat dari kegalauan, Tafrid bisa menghasilkan sebuah karya yang unyu. Katanya ini yang dinamakan galau bermartabat. Ya... mungkin bisa juga disebut galau elegan.
Selanjutnya ada Violin, penulis novel fantasi berjudul Eldar. Bukunya tebel bro! Dan dia bisa menulis setebal ini hanya karena dia dulu memang suka menulis, tanpa tau konsep dasar menulis. Terbukti dari hobi menulisnya dia bisa membuat buku yang bener-bener tajam dan imajinatif. Dia menulis buku ini karena memang dia ‘katanya’ hobi berfantasi. Pada kesempatan kali ini, buat yang pikirannya sensitif, jangan beranggapan bahwa ‘berfantasi’ adalah kata yang cabul. Oke? Gue juga akan melakukan hal yang sama untuk kesempatan kali ini.
Katanya sih, Violin ini pernah merasakan puluhan kali naskahnya ditolak (kalo gak salah) dan dia enggak nyerah. Sampai akhirnya cita-cita menerbitkan sebuah novel fantasi berhasil diwujudkannya melalui grasindo. Dan sedikit catatan, Violin ini cowok.
Selanjutnya ada Mbak Ari, penulis novel pokoknya aku suka kamu, titik. Perjalanan Mbak Ari menulis novel ini katanya teramat sangat panjang. Mbak Ari butuh waktu satu setengah tahun untuk mendapatkan konfirmasi naskahnya diterima atau enggak. Karena ada begitu banyak naskah yang masuk, Mbak Ari harus rela menghubungi Grasindo beberapa bulan sekali untuk memastikan naskahnya diterima atau tidak. Sampai akhirnya novel yang terbit di tahun 2004 ini pun mengalami beberapa kali cetak ulang.
Sampai sejauh ini, udah banyak buku yang ditulisnya. Mbak Ari sendiri ngakunya lupa sama jumlah bukunya sendiri, hadeh banget kan.. -__-“
Oh iya, yang lebih kerennya lagi, Mbak Ari sendiri kayaknya lagi ngelanjutin kuliah S3-nya. Serem amat gue dengernya. Gue S1 aja bikin skripsi udah mau OD.. ini malah udah sampai S3. Tapi kayaknya gue juga setelah S1 mau ngelanjutin sekolah gue ke D2, iya.. kalo S2 gue makin stres soalnya, jadi D2 dulu. Jadi ya, yang penting kan gue masih ada niat ngelanjutin sekolah. Oh iya, Mbak Ari ini ramah banget, pertama dateng setiap pesertanya disalamin semua! Coba kalo dosen di kampus gue seramah ini, begitu masuk kelas mahasiswanya disalamin semua. Kan enak.. yang lagi S3 aja ramah, yang baru kemarin S2 aja udah pada belagu.
Terakhir ada Mas Yudhi, penulis novel Enigma. Entah gue harus bilang apa, yang jelas gue takjub saat tau Mas Yudhi ini udah bikin 30 novel!!! Serem banget ya... kayaknya sih seluruh hidupnya hanya digunakan untuk nulis, sampai-sampai Mas Yudhi ini jadi lupa makan, lupa pacaran dan semoga gak sampai lupa jenis kelamin juga. Mas Yudhi ini nulis novel dengan berbagai genre, kadang serius, kadang komedi, kadang nge-pop. Dan gue baru tau!!! Kalo mas Yudhi ini penulis buku ‘Asoi Geboi Bohai’. Padahal gue punya bukunya di rumah, temen gue juga sampai ngakak parah baca bukunya, dan gue kemarin ketemu penulisnya enggak tau dia orangnya -_-“
Kalo gue sendiri gimana? Gak usah dijelasin deh... percuma, paling-paling kalian gak bisa ngambil hikmah apa-apa dari perjalanan gue untuk menerbitkan cancut marut.
Dari pengalaman temen-temen penulis di atas, Semoga kalian yang masih punya mimpi buat jadi penulis bisa makin tercerahkan. Jadi, jangan hanya mengguman dan memvonis, “Enak ya, kamu udah nerbitin buku...”, atau “Ah.. kamu sih enak, dapet penerbit yang keren.”
STOP!
Kadang dari sesuatu yang terlihat keren di mata kalian, terselip sebuah perjuangan panjang yang tak kenal menyerah. Perjuangan dari penulisnya untuk menjadikan impiannya benar-benar menjadi kenyataan yaitu melihat tulisannya dibukukan.
Setidaknya, gue harap kalian tau apa yang harus dilakukan saat kalian mengirim naskah ke penerbit dan ternyata hasilnya ditolak.....