Baris Berbaris, Nice!

Waktu masih jadi guru di sebuah SDIT, saya dan beberapa bapak-bapak pernah diminta buat jadi pendamping pramuka buat ikutan kemah wilayah di kota Sragen selama lima hari. Iya, walaupun sekolah SD, jaringan sekolah ini memang luas. Makanya sampai bisa bikin acara kemah buat anak SD sampai tingkat Jawa Tengah, yang lebih berpotensi bikin pendampingnya masuk angin berjamaah.

Kami sampai di lokasi perkemahan sekitar pukul empat pagi, dengan mengendarai Jetbus. Bapak-bapak lainnya langsung sibuk memindahkan barang bawaan yang besarnya sudah ngalahin dosa Abu Jahal dan pengikutnya menuju lapangan perkemahan meskipun sambil gelap-gelapan.

Saya yang tergolong jenis bapak-bapak dan masih setengah ngantuk tentu saja ikut berkontribusi memanjatkan do’a agar bapak-bapak diberi kelancaran mindahin barangnya. Saya sengaja berdo’a di tempat yang agak sepi dan gelap, sengaja biar lebih khusyu’ dan nggak dipanggil suruh ikut bantu bawain barang.

Setelah tenda selesai dipasang, saya muncul dengan wajah bercahaya tanpa rasa berdosa. Sebelum anak-anak mengira saya ini seorang nabi, saya segera mematikan senter yang dari tadi saya sorotkan ke wajah.

Petualangan selama lima hari pun dimulai, mengingat tenda putra-putri dipisah dan kegiatan anak-anak sangat padat, bapak pembina harus mendampingi kesana kemari. Maka saya mengalah dan memilih tugas yang paling berat.

Jaga tenda.

Meskipun sempat terjadi protes, dan sebagian memicingkan mata seolah saya tidak banyak berguna. Tapi saya berhasil meyakinkan kalau jaga tenda adalah pekerjaan yang suci dan agung. Keamanan barang bawaan semuanya ada di pundak saya, meski tidak termasuk kebersihan tenda karena saya bisa minta anak-anak yang membersihkan.

Hari-hari tidak berarti saya lalui disini. Malam dingin banget, siang panas banget. Anak-anak tersebar dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang ikut lomba memanah, ada yang ikut lomba menggambar kaligrafi, juga ada yang ikut temannya ikut lomba.

Setiap hari saya selalu fokus rebahan berusaha nggak tidur demi menjaga barang di tenda yang tidak terlalu berharga.

Salah satu pendamping di tenda ini, sebut saja Pak Ujang, memang nama sebenarnya. Adalah andalan pramuka SDIT yang ketegasannya sanggup membuat tukang parkir merogoh saku ngambil kembalian seribu waktu dibayar pakai uang kertas dua ribuan.

Sudah sebulan lamanya, Pak Ujang dapat tugas sebagai pelatih baris berbaris buat persiapan anak-anak kemah di Sragen. Paginya, waktu saya lagi enak-enak tiduran di tenda, Pak Ujang sudah antusias nyiapin anak-anak di depan tenda buat persiapan menuju lomba PBB yang biasa disebut baris berbaris.


“Siap grak!!! Setengah lencang depan, grak!! Tegak grak!!” Pagi-pagi Pak Ujang sudah semangat mengganggu harmonisasi tiduran saya.

“Siapa kita?!!!” Pak Ujang teriak lagi.

“Pramuka SIT!” Anak-anak ikutan teriak.

“Siapa kita?!!” Pak Ujang menegaskan lagi.

“Pramuka SIT!!!”

Ini kalau sekali lagi Pak Ujang teriak ‘siapa kita?!!!’, saya bakalan keluar terus bilang, “Coba tebaaak saya siapaaa? Sengaja nih mata saya tak tutupin biar susah jawabnyaaa...”

Pak Ujang lanjut membakar semangat anak-anak, “Pramuka SIT?!!!!”

“Taqwa, tangkas, tangguh, Allahuakbar!!” Anak-anak menjawab sambil mengepalkan tangannya ke udara, sudah berasa kayak lagi di dunia Digimon.

Tegas sekali suara Pak Ujang pagi itu, saya yakin sekolah lain yang mendengar pasti bakalan terkencing-kencing sama pasukan milik Pak Ujang ini. Mungkin kalau jaman dulu Bung Karno ketemu sama sepuluh anak ini, Bung Karno sudah bisa mengguncang dunia.

Padahal ada cara yang lebih gampang daripada mesti ngumpulin sepuluh pemuda buat mengguncang dunia, cukup menunaikan shalat sunnah qobliyah subuh dua rakaat, jangankan perkara mengguncang dunia. Bahkan dunia dan seisinya bisa jadi milik Bung Karno semuanya, lengkap dengan Alfamart sama Indomaret di dalamnya.

Siangnya, tiba waktunya bagi anak-anak untuk lomba PBB. Waktu anak-anak tampil, saya inisiatif ikut mendampingi buat ngambil video PBB mereka. Mereka masuk ke arena lomba dengan mantap, berbaris dengan tegap.

Lalu, instruksi demi instruksi dari pemimpin regu mulai berkumandang.

Namun, perlahan-lahan gerakan anak-anak jadi miring-miring nggak jelas, gerakan kakinya nggak kompak, masing-masing berimprovisasi dengan kebingungan dan rasa tidak percaya dirinya.

Saya maju merekam anak-anak dengan penuh rasa tanggung jawab. Sampai pada suatu instruksi dari pemimpin regu yang berteriak, “Belok kanan! Jalan!”

Karena ini hanya satu baris, maka anak-anak mulai belok kanan, memanjang. Dengan irama kaki yang tidak harmonis. Satu anak, paling ujung mendaratkan kakinya di luar garis arena.

Lalu juri lombanya dengan merdu teriak. Yak... dis! Kaki keluar garis.” Suaranya terdengar bahagia sekali, seolah ini yang sudah juri nanti-nantikan buat segera mengakhiri baris-baris yang tidak harmonis ini.

Mereka didiskualifikasi sama jurinya sebelum sempat menyelesaikan baris-berbarisnya.

Saya yang lagi videoin mereka paling depan langsung mundur pelan-pelan, berusaha menyatu dengan alam agar tidak terlalu mencolok sebagai bagian dari mereka, mencoba pura-pura nggak kenal. Lalu segera menyelinap di kerumunan.

Sementara itu, Pak Ujang sudah nggak kelihatan sama sekali, sepertinya ide untuk menyatu dengan alam sudah diaplikasikan lebih dulu sama Pak Ujang. Pak Ujang sudah melarikan diri duluan melihat kesedihan performa anak-anak.

Saya membayangkan suasana depan tenda pagi tadi, penuh semangat Pak Ujang membakar semangat anak-anak. Lalu.....

“Yak, DISSSS.....”

Posting Komentar

22 Komentar

  1. Jadi Mas Edo dpt tugas mulia buat jaga tenda, sementara guru2 lain sibuk nemenin murid ikut kegiatan ini itu yaa.. Hmmmm... 🤣🤣

    Kok aku ngebayangin anak2 yg kena dis itu kasian yaa.. huhu.. Semoga mereka tdk patah semangat, biarlah mereka belajar klo hidup tidak selalu lancar sesuai rencana #sokBijak 😆

    Pertanyaannya, Pak Ujang abis itu tetap semangat ngajar PBB ga? Hehehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jaga tenda pekerjaan yang berat soalnya mbak, jadi saya ngalah aja dapet tugas ini gapapa 😁

      Aman kok mbak, habis itu mereka ditraktir es krim sama pendamping, dan mereka sama sekali tidak merasa habis kalah 😁

      Pak Ujang sekarang malah pindah ngajar balet 🤭

      Hapus
  2. bwahahhaahah pak gure edotz mah alesyannn aja...jaga tenda adalah tugas suci nu agung...dan menyemangati bapak bapak lainnya dari tempat suci biar ga dipanggil suruh bantuin...bagusss ya pak guru...bagussss hahhahahahha

    btw aku ngakak bayangin anak anak bagaikan ada di dunia digimon yang mengepalkan tangan pas diampu pak ujang baris berbaris...aku mah ethok ethok semaput aja lah bang edots kalau wayahnya pbb...suka lemes kakiku tuh kalau suruh baris berbaris hahhahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya memang harus saling melengkapi kan, kebetulan tugas saya melengkapi bapak2 pendamping yang tenaganya nggak habis2.. saya ngalah aja ambil peran sebagai pendamping yang tenaganya mudah habis 😁

      Iya bener, PBB nggak semua orang bisa menikmati, makanya saya juga lebih milih rebahan 😆

      Hapus
  3. Astaga bagian anak-anak mengangkat tangan berasa di dunia Digimon langsung auto pengin nyanyi "Menjadi kupu yang sehaaatt!!" WKWKKWWK

    Bener juga sih Mas Edot, menjaga tenda itu pekerjaan mulia karena kalau ga dijaga terus diacak-acak orang iseng gimana cobaa? Wkwkwk kalau ada pekerjaan yang enak kenapa harus cari yang sulit? Ahahaa

    Btw kasihan anak-anak yang di dis... Mereka mungkin belum paham bener yaa menyamakan gerakan jadinya ga kompak, kenapa langsung di dis siih? 😭 Semoga pada enggak patah semangat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya pekerjaan yang lebih menunjukkan dedikasi saya serahkan kepada yang lebih membutuhkan, saya ngalah aja gapapa :D

      Iya ya, keliatan banget jurinya udah nggak sabar pengen ke peserta selanjutnya :D

      Aman kok, habis itu mereka pada bahagia makan es krim, lupa sama aibnya barusan

      Hapus
  4. jadi ingat jaman masih sekolah...asiik...

    # I am following you

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya jaman sekolah walaupun kalah yang penting judulnya bisa ikut kemah, kayak gitu aja udah bahagia banget :-D

      Hapus
  5. Betul sekali pak guru, jaga tenda itu tugas mulia dan agung seperti ngambil kitab suci ke barat ya.😁

    Mungkinkah anak anak itu ngga kompak karena salah satu ada yang nginjak tai kucing ya? Baunya nyebar jadinya lainnya pada mabok.😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku jadi bayangin kalau nginjak eek kucing mah di bak pasir yang biasa buat lompat jauh hahhahaha

      Hapus
    2. Hahaha iyaa juga ya, sapa tau anak2 ga kompak karena nginjek tai kucing, langsung hilang konsentrasi 😂😂

      Hapus
  6. Seperti tulisan2 sebelumnya. Tulisan Kang Edot selalu bikin saya ngakak. Hahaha
    Yakali bawa beban bawaan sebesar dosanya Abu Jahal 😂😂

    Terus kenapa pula wajahnya bercahaya biar dikira Nabi wowkwwk


    Nampaknya Kang Edot ini adalah tipe guru yg sangat disukai murid sebab sering melawak yaaa hahaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. beliau mastah dedengkot blogger energy do...jadi tak heran kemampuan nulisnya uda sekelas raditya dika, angkatan nulis jaman aku masi bayik banget jadi blogger dulu dan bang edotz udah mendirikan blogger energy ya bersama teman teman lainnya kayak pangeran wortel

      Hapus
    2. @Mas Dodo : soalnya emang bawaannya banyak banget, sampe lima hari soalnya kemahnya 😁

      Untuk menutupi wajah saya yang tidak ramah anak, saya memang harus berusaha banyak2 ngelucu 😅

      Hapus
    3. @gembul : Ya nggak sampe Raditya Dika juga 😅😅
      Masih jauh bangeeeet laaah 😁


      Sayang banget ya sekarang blogger Energy udah sepi banget, hampir nggak ada kehidupan di dalamnya 😅😅

      Sekarang Gembul udah jadi blogger keren banget, saya baru mau mulai lagi... Mohon bimbingannya ya 😁🙏

      Hapus
    4. Oh pak guru ini salah satu Masta dedengkot blogger yang sekelas dengan Raditya Dika ya, sungkem pak guru biar berkah nular ke blog aku.😄

      Hapus
  7. Pak guru kok ilang si? Videonya mana?
    Itu dicariin anak-anaknya yang bubar baris berbaris.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Langsung nggak sanggup buat publikasiin videonya. Kasian anak2 nanti jadi punya jejak digital yang suram 😁

      Hapus
  8. Jadi ingat semasa Sekolah Rakyat era 60-an dulu. Karena badan saya kurus, setiap jam olah raga saya selalu kebaian menjaga barang teman di kelas. he he ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah kayaknya bakalan seru tuh Bu kalau pengalaman di sekolah rakyatnya ditulis di blog ... Saya pasti bakal nungguin terus cerita2nya 🤩

      Hapus
  9. Selalu ter-hahahaha saban baca postingan Pak Guru. Ya Allah pak Ujang ternyata nama sebenarnya, hahaha aduh bingung mau nulis komen apa, aku ngakak terus ini soalnya sampe akhir postingan :)

    BalasHapus