Ngomelin Sewu Dino dari Simpleman, Kisah Santet yang Mencekam

Buku ini tergolong eksklusif bagi saya karena saya beli buku ini langsung di Gramedia dan hebatnya lagi tanpa diskon. Ya, beli buku tanpa diskon aja sudah merupakan sebuah pencapaian istimewa buat saya. Entah kapan terakhir kali saya ke Gramedia buat beli buku dengan riang tanpa memikirkan harga buku yang semakin kesini semakin membuat sulit menelan ludah.

Saya mulai meninggalkan kebiasaan beli buku di Gramedia sejak harga buku terus naik dan jarang ada diskon kecuali untuk pengguna bank tertentu. Karena itu, saya lebih sering nyari buku lewat online yang diskonnya lumayan gede dan ada gratis ongkirnya.

Tapi tetap saja, kadang saya ngerasa kangen sama sensasi melihat-lihat buku di rak-rak Gramedia. Ambil satu buku, baca blurb, diletakkan lagi, ambil buku lain, baca blurb lagi, diletakkan lagi, begitu seterusnya. 

Karena itu, akhirnya saya memantapkan hati buat beli buku ini. Saya beli buku Sewu Dino ini di Gramedia Rita Mall Tegal, sendirian, daripada bingung mau ngapain nunggu istri yang lagi perawatan di Natasha Skin Care yang udah pasti berjam-jam, saya pun melaju sendirian masuk mall lalu melangkah mantap ke Gramedia.

Tentang buku Sewu Dino atau Seribu Hari yang diangkat dari thread di Twitter dari akun @simpleman ini, jujur saya sama sekali belum pernah nyimak threadnya sama sekali. 

Kenapa saya akhirnya memilih buku ini? Karena sepertinya lumayan beda juga dengan buku lain yang membahas 'dunia hitam di Jawa'. Udah gitu, pas baca blurb-nya juga kayaknya menarik.

Ini dia Blurb-nya:

“Di dalam ruangan inilah nanti kamu bekerja,” ucap Mbah Tamin sambil membuka pintu. Seketika, bau busuk langsung tercium. Sri mematung. Di depannya terbujur seorang perempuan, dikurung dalam kerangka keranda mayat.
Tubuhnya kurus dan pucat. Badannya dipenuhi borok dan nanah. Tak hanya itu, perutnya juga besar seperti orang hamil.

Tidak peduli Sri yang ketakutan, Mbak Tamin melanjutkan penjelasannya, “Dia adalah Dela Atmojo, anak yang harus kamu rawat sampai waktunya tiba. Ia dikirimi kutukan santet sewu dino. Santet yang sudah merenggut nyawa hampir seluruh anggota keluarga Atmojo!”

——–

Dari penulis bestseller KKN di Desa Penari, Simpleman kembali dengan kisah klenik tanah Jawa yang terinspirasi dari kisah nyata, Sewu Dino. Tentang santet seribu hari yang dikirim untuk menggerogoti nyawa manusia. Semakin kita pikir telah menemukan jalan keluar, semakin kita merasa tersesat. Sebab cerita ini lebih besar dari yang kamu bayangkan.

Akhirnya saya pun mantap untuk membeli buku ini setelah sempat berpikir lama antara beli atau tidak. Tentu saja, buku ini menjadi satu-satunya yang saya beli karena buku-buku di Gramedia harganya kebanyakan udah delapan puluh ribu ke atas. Sayang juga, kalau saya beli beberapa buku nggak ada diskonnya.

Nah, sekarang saya mau ngomongin bukunya. Dari covernya yang warna dominan hitam dengan tulisan warna merah, buku ini sudah jelas keliatan bergenre horror.

Fyi, seperti biasa, tidak ada pembatas buku dari penerbit Bukune.

Cerita dalam buku ini dibuka dengan hangat oleh cerita Sri, seorang gadis yang naik sepeda dengan terburu-buru karena sudah terlambat masuk kerja. Banyak warga yang menyapa Sri di jalan, bukti kalau Sri adalah gadis yang ramah dan supel. Beberapa saat kemudian, Sri akhirnya sampai di tempat kerja, di sebuah warteg di pasar dan Sri bekerja sebagai seorang pelayan warteg. 

Sebagai gadis yang hanya lulusan SD, Sri selalu minder buat nyari kerjaan di tempat lain. Sedangkan Sri juga sadar kalau terus-terus kerja di warteg Sri bakalan terus gini-gini aja nasibnya, nggak ada perkembangan. Sementara Sri di rumah juga harus mengurus bapak sendirian.

Sampai suatu hari, Bik Minah, yang punya warteg memberikan selebaran pada Sri untuk mencoba melamar sebagai asisten rumah tangga. Sri yang awalnya minder akhirnya mencoba melamar dan ternyata dengan mudah Sri diterima di tempat tersebut.

Mulai dari sini, kesan misteri dari buku ini mulai menonjol. Sri sampai di rumah majikannya yang bernama Mbah Karsa (Keluarga Atmojo), disitu Sri sempat takjub dengan rumah khas bangunan Jawa yang sangat besar dan megah.

Sempat kurang pede saat akan wawancara, ternyata Sri langsung diterima kerja tanpa ada pertanyaan ribet lainnya, hanya karena Sri lahir pada Jum'at Kliwon.

Sri juga dibuat kaget dengan tawaran gaji dari Mbah Karsa yang akan memberinya gaji sepuluh juta per bulan, bahkan khusus untuk Sri gajinya akan dinaikkan sampai tiga kali lipat dari kesepakatan awal yang sepuluh juta rupiah.

Setelahnya, Sri bersama dua rekannya yang juga diterima kerja di rumah tersebut berangkat menggunakan mobil dengan diantar supir Mbah Karsa yang bernama Sugik, ke tempat tujuan mereka mulai bekerja. 

Setelah melalui jalan yang tidak mudah hingga menembus hutan, mereka akhirnya sampai di sebuah gubuk satu-satunya di tengah hutan yang dihuni oleh Mbah Tamin. 

Di gubuk tersebutlah mereka akan mulai bekerja. Tugas mereka adalah memandikan dan mengurus cucu Mbah Karsa yang bernama Della, yang terbaring di atas keranda mayat dengan penyakit aneh dimana perutnya membesar serta memiliki penyakit kulit yang menimbulkan aroma busuk.

Keanehan demi keanehan terus terjadi selama Sri merawat Della, mulai dari Della yang kesurupan, sosok temannya yang tidak sepolos kelihatannya, sampai ketika Sri harus membantu menyelesaikan kutukan Santet Sabdo Kuncoro yang menghinggapi Della.

Konflik dalam novel ini memang cukup ribet. Dua keluarga, antara keluarga Mbah Karsa (Atmojo) dan keluarga Sabdo (Kuncoro) berusaha untuk saling menghancurkan satu sama lain dengan metode santet, bahkan masing-masing keluarga ini punya hewan peliharaan siluman yang punya kekuatan mengerikan.

Entah apa yang melatarbelakangi Sabdo Kuncoro, sampai begitu dendamnya dengan keluarga Mbah Karsa ternyata tidak terjawab di buku ini. Makanya sampai saya selesai menutup buku ini, saya tidak tahu keluarga siapa yang sebenarnya keluarga baik-baik.

Bahkan, Sri, yang mau tidak mau terlibat dalam konflik ini terus dibuat bingung, sebenarnya keluarga siapa yang mulai mengirim santet, siapa yang sebenarnya jahat di antara kedua keluarga ini. 

Oh iya, novel Sewu Dino ini rencananya akan dibuat buku trilogi. Pada akhirnya misteri-misteri yang masih belum ada titik terang di buku Sewu Dino, mulai terkuak satu per satu di buku Janur Ireng yang akan saya bahas di postingan tersendiri (kalau nggak males).

Setelah saya cari informasi, katanya novel ini terinspirasi dari kisah nyata dari salah satu narasumber yang diwawancarai oleh Simpleman. Nggak kebayang sih, "kalau ternyata memang bener", dunia klenik Jawa memang ngeri banget.

Secara keseluruhan, buku ini memuaskan sekali buat dibaca. Saya nggak sampai menunda sampai berhari-hari untuk menyelesaikan buku ini karena cukup sekali duduk, saya menikmati sekali membaca buku ini sampai selesai. 

Buat yang suka baca buku horor, Sewu Dino saya rekomendasikan buat dibaca karena temanya jarang ditemui, membahas dunia per-santet-an atau misteri yang ada di tanah Jawa lebih jauh. (Berbeda dengan buku kisah Tanah Jawa yang tidak sampai sedetail ini).

Posting Komentar

0 Komentar